9. Late Night Wine

507 43 6
                                    

Ribuan bintang yg bersinar dgn terang menemani kesendirian sang rembulan dalam kegelapan. Lingkarnya memang tidak lagi sempurna, tapi masih menjadi indah di tengah gulita.

Remukan hati yg sempat tak tertata kini perlahan kembali meski tidak sesempurna ketika sang pemilik ada untuk menemani.

Sudah ratusan purnama dia lewati seorang diri dgn penyesalan yg tak kunjung hilang. Mungkinkah purnama selanjutnya masih akan terasa sama seperti sebelumnya?

"Sedang memikirkan sesuatu?"

Bulan yg tidak terlihat bulat sempurna dia tinggalkan untuk menatap seseorang yg mulai membawa cahaya dalam hidupnya. First sadar, Khaotung berhasil membawa senyuman yg lebih terang pada anaknya yg lebih sering murung kala itu.

"Tidak."

First meletakkan gelas wine ditangannya saat Khaotung mulai duduk disampingnya. Perasaan dejavu slalu muncul setiap kali berhadapan dgn Khaotung. Perasaannya pada Ray akan muncul segera setiap kali Khaotung muncul dihadapannya. Bahkan First slalu merasa takut jikalau apa yg dia rasakan pada Ray akan berpindah pada Khaotung. Dan itu akan membuat First merasa mengkhianati janji sucinya pada Ray untuk tetap mencintainya selamanya. Tidak, First tidak akan membiarkan itu terjadi, Ray adalah satu satunya.

"Tidak baik terlalu banyak minum di usiamu yg sekarang."

First menghela nafasnya, "sepertinya aku menua terlalu cepat. Bahkan aku juga tidak menyadari Perth sudah sebesar sekarang. Seingatku dia baru belajar berjalan kemarin."

Khaotung ikut menuang wine kedalam gelas, dgn sekali tegukan wine tersebut menghilang kedalam tenggorokannya. Sensasi terbakar pada lidahnya menyingkirkan dinginnya angin malam yg menerpa tubuhnya.

"Kalau kau menua terlalu cepat, lalu aku apa? Aku bahkan belum sempat menyaksikan kehidupan saudaraku sejak kami terlahir."

First hanya tertawa singkat, mengambil gelas yg tadinya dia letakkan dan kembali meminumnya.

"Kau menyesal tidak bisa menemui Ray?"

"Sangat. Harusnya aku mencari Ray lebih cepat, sekarang aku sudah terlambat."

"Setidaknya Ray masih meninggalkan keponakannya untuk kau temui."

Khaotung ternsenyum. First benar, meskipun dia tidak sempat bertemu dgn Ray, masih ada Perth disini. Khaotung bisa sedikit mengurangi penyesalannya dgn memberikan kasih dan sayangnya pada Perth. Versi kecil dari Ray itu tidak akan kekurangan kasih sayang sedikitpun setelah ini.

Tidak ada yg berbicara setelah itu, hanya suara angin malam yg mengisi kesunyian diantaranya. Satu botol wine yg di keluarkan First tadi pun sudah hampir kosong oleh mereka.

Lamunan panjang First membawanya kembali pada masalalu. Mengingat betapa bahagianya dia bersama dgn Ray dahulu. Betapa terpuruknya ketika Ray meninggalkannya. Semua seakan tergambar jelas di atas langit hitam penuh dgn bintang itu.

Tanpa disadari oleh Khaotung, sosok pria disampingnya terus menaruh pandangan kepadanya. Mata memerah First memperhatikan Khaotung yg menatap langit malam. Tangan kiri First perlahan terangkat, mengulur lembut menyentuh beberapa helai rambut Khaotung yg menutupi ujung matanya. Membuat Khaotung terkejut dgn apa yg dilakukan oleh First secara tiba-tiba itu.

"First ap— "

"Aku sangat merindukanmu, Ray."

Khaotung yg tadinya ingin menyingkirkan tangan First pun dia urungkan. Apa mungkin First sudah mulai mabuk dan melihat dirinya sebagai Ray?
Kedua pasang mata tersebut bertemu untuk beberapa saat. Entah kenapa air mata First mulai terjatuh seiring dgn usapan lembut yg dia lakukan pada wajah Khaotung.

"Maaf karena tidak menjagamu dgn baik. Maafkan aku, kau marah padaku? Kenapa diam saja?"

"First, aku bukan Ray. Tolong sadarlah."

Khaotung berusaha menyingkirkan tangan First dari wajahnya. Tapi First justru semakin menahan wajah Khaotung dgn kedua tangannya. First mendekatkan wajahnya pada Khaotung membuat kedua kening mereka saling beradu. First menaikan sedikit wajahnya menatap kedua mata Khaotung yg menunduk tidak berani menatap pria dihadapannya.

"Kau memang Ray, cintaku."

"Sepertinya kau sudah sangat mabuk, sebaiknya kita masuk kedalam."

Khaotung menjauhkan First darinya membuat pria itu menatapnya kecewa. Perlahan Khaotung menarik tangan First agar berdiri, memegang erat bahu First agar tidak tersungkur kelantai karena terlalu mabuk.

"Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi?"

First menyingkirkan tangan Khaotung dari bahunya. Seketika saja tubuh lemahnya tadi seakan menjadi segar kembali. Tatapannya seakan ingin memarahi Khaotung yg coba membantunya.

"Kau pasti tidak mencintaiku lagi. Kau meninggalkanku disini sendirian. Aku sangat tersiksa Ray, kau tau?. Harusnya kau disini bersamaku membesarkan anak kita. Kau tega sekali pergi seperti itu. Kenapa kau pergi Ray?"

Khaotung memutar bola matanya malas, First terus meracau tidak jelas. Bahkan sesekali menggoyang goyangkan tubuh Khaotung yg berdiri dihadapannya.

"Ray masih mencintaimu, tenang saja. Sekarang sebaiknya kita masuk."

"Bohong! Tau apa kau tentang Ray."

First kembali mendorong tubuh Khaotung sampai hampir terjungkal kalau saja tidak berpegangan pada tiang dibelakangnya.

"Sudahlah aku menyerah, tidur saja dgn serangga diluar sini."

"Khaotung."

Belum sempat kakinya melangkah meninggalkan First, Khaotung merasakan sebuh tangan menahannya agar tidak pergi. Apa First sudah sadar dari mabuknya?

"Apa lag...-"

Entahlah semua terjadi begitu cepat, bahkan Khaotung tidak bisa menghindarinya. Matanya terbebelak ketika merasakan sesuatu yg kenyal menyentuh bibirnya. First menciumnya, benar benar menciumnya. Pria itu sempat memanggil nama Khaotung, tapi siapa yg ada dalam pikirannya? Khaotung atau Ray?

Beberapa kali Khaotung mendorong dada First agar menjauh. Tapi First semakin manarik tengkuk leher Khaotung untuk memperdalam ciumannya. Bahkan tangan kirinya menahan pinggang Khaotung agar tidak ada jarak diantara mereka.

"Kau—"

"Paman Khao?"

Belum juga jantungnya berdetak dgn normal, seseorang memanggil namanya. Khaotung tau itu Perth yg memanggilnya, dan benar saja anak manis itu sudah berdiri memperhatikannya dgn tatapan yg entahlah Khaotung tidak tau harus mengartikannya bagaimana. Tidak ada senyum sedikitpun pada bibir Perth, bahkan tidak menunjukkan ekspresi apapun. Bukankah seharusnya dia terkejut melihat papanya berciuman dgn orang lain?

"Perth, ini tidak seperti yg kau bayangkan. Aku dan papamu....-"

"Aku tidak mengatakan apapun."

Seketika Khaotung terdiam, dia merasa Perth pasti marah padanya saat ini. Lihat saja, anak itu tidak bereaksi sedikitpun tentang kejadian yg baru saja terjadi.

"Ini sudah larut malam sebaiknya paman menginap disini. Paman bisa tidur di kamar tamu."

Setelah berkata pada pamanya, Perth beralih melihat papanya yg sudah tertidur diatas kursi.

"Biarkan saja papa disana, dia sudah biasa seperti itu. Kalau terbangun papa akan masuk ke kamar dgn sendirinya."

Tidak ada kata lain yg disampaikan Perth setelah itu. Kakinya melangkah meninggalkan Khaotung yg masih terpaku ditempatnya. Langkahnya semakin berat ketika menaiki satu per satu anak tangga menuju kamarnya.

Perth mulai merasa ada yg salah pada dirinya. Melihat First berciuman dgn Khaotung membuat hatinya sangat sakit. Bukan Perth tidak suka dgn pamannya yg menjadi lebih akrab dgn papanya. Tapi dia hanya masih belum bisa menerima jika seseorang akan menggantikan posisi ayahnya dalam kehidupan mereka. Meskipun itu adalah seseorang yg benar benar mirip dgn ayahnya sekalipun. Perth juga berpikir pasti ayahnya juga tidak akan suka jika seseorang menggantikan perannya begitu saja.

Unsteady (FirstKhaotung) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang