• Panggilan Baru

372 15 0
                                    

Setelah perbincangan empat mata antara Zia dan Andra, mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Tentu saja orang tua mereka sangat senang karena keinginan mereka tercapai. Tak mau menunda waktu, acara pernikahan mereka akan segera diadakan dalam dua minggu ke depan. Andra sangat senang dengan keputusan itu, sedangkan Zia hanya mengikut keinginan orang tuanya saja.

Hari ini Zia pergi ke butik ditemani Andra, sengaja gadis itu memilih Butik Berkah untuk fitting baju sekalian mau pamer pada sahabatnya.

“Lo beneran udah fiks nikah sama duda?” tanya Endang berbisik pada Zia.

Zia menyikut lengan Endang pelan. “Ihh, nggak usah rempong deh.”

“Gue kan cuma nanya, selama ini lo ilfil banget sama duda. Sekarang ….” Endang menutup mulut agar tawanya tak meledak.

Zia berdecak kesal dan menghampiri Andra yang sudah keluar dari ruang ganti. Pria itu tampak gagah dengan jas hitam yang dikenakan. Aura maskulin yang ditampilkan bisa membuat siapa pun terpesona, termasuk Zia yang kini menatapnya dengan bibir terbuka.

“Gimana menurut kamu?” tanya Andra dengan senyum di bibirnya.

“Em, oke,” sahut Zia setelah sadar. Ia mengalihkan pandangan ke belakang, yang mana Endang sudah terkikik geli melihat wajah sahabatnya itu.

Setelah selesai memilih dan membayar, keduanya pun bergegas kembali. Endang tak henti-hentinya menggoda Zia selama gadis itu masih dalam pandangannya. Beberapa waktu ke depan Zia memang sudah mengambil cuti, ia berencana kembali kerja setelah menikah.

Di dalam mobil semua terasa sunyi, Zia tak berkomentar apa pun. Entah mengapa bibirnya terasa kaku, ditambah Andra juga tak banyak mengajaknya berbicara seperti biasa. Hingga mobil berhenti di depan rumah Zia, gadis itu hendak turun, tetapi lengannya ditahan oleh pria yang duduk di sampingnya.

“Kenapa?" tanya Zia bingung.

“Hari ini saya langsung pulang, ya, ada urusan yang harus saya selesaikan.” Pria itu tersenyum manis.

Zia hanya menganggukkan kepala, entah mengapa itu sedikit kecewa. Mungkin karena ia terlalu berharap Andra mampir dan bermain di rumahnya walaupun sebentar. “Iya, nggak apa-apa kali, santai aja. Gue-“ Ucapan Zia terhenti saat telunjuk Andra terangkat di depan mukanya.

“Saya kan sudah bilang, jangan panggil lo gue lagi. Kita bentar lagi jadi suami istri.”

Zia membuang napas pelan. “Kamu juga bilang saya saya, dipikir kolega apa.”

Andra tersenyum tipis. “Oke, mulai hari ini kita ubah nama panggilan. Kamu panggil saya, eh aku dengan sebutan ‘Mas’ aku manggil kamu dengan sebutan ‘Adek’, gimana?”

Zia menaikkan alisnya sesaat, permintaan itu sungguh membuatnya geli. Ia hampir akan muntah. “Apaan sih, nggak ada gitu!” Zia buru-buru membuka pintu dan keluar.

Kaca mobil terbuka, mengekspos wajah Andra. “Dadah, Adek.”
Zia merinding mendengarnya, ia langsung berlari masuk. “Geli banget ihh!”

***

Zia tengah duduk dengan laptop di depannya, ia baru membuat rekap penjualan yang baru dikirimkan oleh Endang. Pintu kamar terbuka, Bunga muncul dengan segelas susu di tangannya. Zia langsung berdiri dan menemani sang mama duduk di kasur dan menerima susu itu. Gadis itu meminum dua teguk dan menatap sang mama lembut.

“Kenapa, Ma? Kok kayak lagi ada yang dipikirin?” tanya Zia lembut.

Bunga menggelengkan kepala pelan, tangannya terulur mengusap rambut putri satu-satunya itu. “Mama cuma kangen sama kamu. Bentar lagi kamu bakalan nikah, mama nggak bisa sebebas dulu lagi ketemu sama kamu.”

Zia meletakkan gelas di meja. “Kok Mama ngomong gitu sih, walaupun nanti Zia nikah, Zia tetap anak Mama. Pasti bisa bebas ketemu.”

“Sayang, dunia setelah menikah dan masa gadis itu berbeda. Nanti kamu harus fokus mengurus suami dan keluarga kamu. Udah, sekarang kamu istirahat, jangan lagi begadang, nggak baik buat calon pengantin.”

Zia tak berkomentar, ia setuju untuk beristirahat karena sudah lelah juga.

Setelah Bunga keluar dari kamarnya, Zia mematikan laptop dan mulai merebahkan badan. Tangannya tak bisa diam, langsung membuka sosial media untuk melihat hiburan semata. Tiba-tiba ia terpikir untuk mencari sosial media Andra, langsung saja ia ketikkan nama lengkap pria itu. Namun, beberapa detik kemudian ia hanya bisa berdecak kecewa karena tak menemukan akun yang menunjukkan calon suaminya itu.

“Klise banget, masa nggak punya sosial media.” Zia menepuk dahinya dengan telunjuk seolah tengah berpikir. “Ya kali, pengusaha gitu nggak ada sosial media?” Ia pun mengangkat bahu. “Bodo amat ah.”

Gadis itu kembali berselancar melihat video-video lucu. Beberapa kali ia terkekeh sendiri. Hingga tatapannya menajam saat melihat sebuah video yang menampilkan sosok yang dikenal. Ya, itu Andra. Sontak gadis itu langsung membuka akun tersebut, itu akun wanita yang memiliki profil foto berpakaian pengantin dengan Andra. Pembaharuan terakhir satu tahun yang lalu, artinya akun itu kemungkinan jarang dibuka.

“Apa ini mantan istrinya, ya?” Tangan Zia sedikit bergetar. Ia ragu menggeser ke bawah, takut menemukan sesuatu yang membuat hatinya terasa sakit. Di saat yang bersamaan ponselnya berdering. Tertera ‘Duda Nyebelin’ di layar ponselnya. Zia menghela napas panjang dan mendeham untuk menetralkan suaranya.
“Halo,” sapa Zia senormal mungkin.

“Hai, Adek.” Suara dari seberang berhasil membuat Zia tak berkutik. Ia memejamkan mata dan menahan napas sesaat, ada rasa gatal dalam hatinya, dan wajahnya terasa panas. Ah, hanya dengan panggilan itu membuatnya tak karuan? Ia kemudian menggelengkan kepala.

“Apaan sih?” jawabnya ketus. “Kenapa telepon malam-malam, ada perlu apa?”

“Emangnya harus perlu dulu baru boleh telepon calon istri?”

Dasar duda nyebelin! Zia berteriak dalam hati. Pria itu pasti punya banyak pengalaman dalam menggoda wanita, sedangkan Zia belum pernah sama sekali menjalin hubungan dengan pria mana pun. Orang-orang pasti mengira dia gila sekarang hanya dengan satu kalimat itu saja.

“Kok diam aja? Nggak mau ngomong sama mas?”

Zia sontak memutuskan panggilan dan melemparkan ponselnya ke kasur. Ia menutup wajahnya yang terasa seperti terbakar. “Duh, gila! Aku bisa gila lama-lama berurusan sama ni orang!”
Ponsel Zia kembali berdering, itu masih orang yang sama. Zia menggelengkan kepala. “Nggak, aku nggak boleh kayak ini.” Ia kemudian mengambil ponselnya kembali dan menerima panggilan dengan ekspresi senormal mungkin.

“Kenapa dimatikan? Udah ngantuk, ya?”

Zia menganggukkan kepala tanpa sadar, padahal jelas ia tahu Andra tak akan melihat gerakannya. “Em.” Akhirnya ia mengeluarkan suara pelan.

“Ya udah nggak apa-apa, besok mas ke rumah kamu aja.”

“Eh, nggak usah! Kata mama calon manten nggak boleh sering ketemu dulu, pamali.” Zia berucap sedikit keras. Memang benar ia pernah mendengar kata itu, tetapi bukan dari sang mama.

“Zaman sekarang masih percaya sama yang kayak gituan?”

“Percayalah, emangnya Mas mau kalau nanti pernikahan kita kenapa-napa? Nggak kan? Ya udah, sabar aja dulu nunggu sampai hari ha.” Zia meyakinkan Andra.

“Oke, kalau itu mau kamu. Selamat istirahat, Sayang. Jangan lupa mimpikan mas ya.”

Zia langsung memutuskan panggilan begitu Andra selesai berbicara. Gadis itu mencak-mencak di atas kasur. "Aahhhh!"

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nikah Dengan Duda? SIAPA TAKUT! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang