• Titik Terang

212 12 5
                                    

"Dia istri Kak Andra?" Revan bertanya dengan mata terbelalak. Ia melirik Zia yang kini telah melipat kedua tangan di depan dada.

"Kenapa? Nggak senang lo?"

Revan yang tadinya bersikap tak acuh kini berubah tersenyum, meski terlihat jelas itu hanya palsu. Andra berjalan hingga berdiri di samping Zia, perempuan itu segera mencium tangan sang suami.

"Terus gimana dengan rencana kita, Kak?" tanya Revan pada Andra. Andra mengangkat bahu tak acuh.

"Rencana apa yang udah kalian buat?" Cindy penasaran, menatap dua pria itu.

"Aku udah tahu siapa yang menyebarkan artikel itu, semua artikel sudah berhasil dihapus." Andra menghela napas pelan. "Tapi sekarang, Cindy harus membuat pernyataan resmi di akunnya. Menjelaskan kalau semua yang ditulis di artikel itu paslu." Andra menatap sang adik. "Bagaimana menurut kamu, Cin?"

Cindy menganggukkan kepala. Revan yang duduk di samping segera menggenggam tangannya.

"Aku bakalan selalu ada di samping kamu."

Cindy menoleh dan tersenyum kecil. "Makasih, ya, Van."

Setelah pembicaraan tentang rencana mereka, Cindy pun merekam video klarifikasi yang menyatakan bahwa semua yang diberitakan di artikel adalah palsu. Ia juga menyampaikan dalam video dirinya yang tak pernah berkomunikasi dengan sosok yang dimaksud di artikel.

Video berdurasi hampir sepuluh menit itu diunggah di akun instagram milik Cindy yang memiliki pengikut jutaan. Tanpa menunggu waktu lama, postingan itu sudah banyak komentar. Terutama dari fans Cindy yang memang dari awal mendukung, mereka pun bernapas lega.

Video dengan cepat menyebar karena banyak fans yang membagikan ulang. Banyak blog yang mulai mengirimkan artikel baru tentang video klarifikasi tentang skandal Cindy yang beredar beberapa waktu yang lalu.

"Setelah video ini, semoga tidak banyak lagi ujaran kebencian. Kamu pasti tertekan banget selama ini, kan?" Revan yang setia duduk di samping Cindy berkata setelah mereka sama-sama menghela napas lega.

Cindy hanya menganggukkan kepala.

Ting! Laptop di depan Cindy berdenting, sebuah pesan di instagram muncul dari managernya yang sepertinya sudah mengirimkan hampir seratus pesan. Cindy membuka dan membacanya.

"Are you oke? Di mana kamu sekarang? Kami semua khawatir denganmu, tidak ada yang bisa menghubungimu. Tolong aktifkan ponselmu. Aku mohon."

"Aku sudah bertemu dengan managermu kemarin, dan menceritakan keadaanmu. Setelah tenang, hubungilah dia." Andra berjalan ke arah mereka. Kini pakaiannya telah berganti dengan baju santai.

"Dan kamu, pulanglah. Kamu belum dapat restu dariku untuk kembali ke Cindy. Aku hanya mengizinkanmu membantunya." Andra menatap serius Revan.

Revan yang sejak tadi mengenggam gangan Cindy perlahan melepas. Ia menundukkan kepala dengan sedikit senyuman di bibirnya. "Iya, Kak."

"Pergilah." Andra tampak tak sabar untuk mengusirnya.

Revan pun pamit pulang, Cindy tak berani protes pada sang kakak. Karena kenyataannya memang ia dan Revan tak ada hubungan apa-apa lagi sekarang. Mereka telah berpisah hampir setengah tahun yang lalu.

Setelah kepergian Revan, Andre mendeham pelan. Matanya melirik kanan dan kiri sebelum ia berbisik ke sang adik, "Besok, Pak Liden akan mengantarmu pulang. Kamu menganggu waktu mesraku dengan Zia." Lalu ia melenggang pergi.

Cindy yang mendengar kalimat itu langsung melotot. "Siapa juga yang mau jadi anti nyamuk buat kalian? Kalau bukan karena masalah ini, aku juga nggak mau tinggal di sini." Gadis itu sangat kesal.

Langkah Andra terhenti dan ia memutar kepala sedikit. "Kalau begitu, pergilah malam ini." Lalu ia mengangkat bahu dan melanjutkan jalannya.

Cindy kembali melotot. "Lihatlah, aku akan menghubungi papa dan mengadukanmu!"

Tak ada lagi sahutan.

***
Malam ini Cindy benar-benar kembali ke apartemennya diantar oleh Pak Liden. Zia masih belum mengizinkan karena takut masih ada wartawan yang menunggu di depan tempat tinggalnya. Namun, Andra selalu memberikan kode untuk Cindy, mau tak mau ia pun memberikan alasan agar Zia tak khawatir.

Setelah kepergian Cindy, rumah menjadi sepi. Zia masuk kamar terlebih dahulu karena Andra harus mengerjakan sesuatu di ruang kerjanya.

Zia masuk kamar setelah mencuci muka. Ia mulai mengenakan krim malam untuk menjaga kulitnya tetap bagus. Berlama-lama ia menatap dirinya di depan cermin, sesekali tersenyum bangga dengan wajahnya yang kian bersinar. Sejak menikah dengan Andra, ia tak pernah kekurangan apa pun, termasuk alat-alat kecantikan. Andra selalu memenuhi apa pun yang diinginkan.

Dulu Zia hanya membayangkan menikahi duda akan membuat hidupnya tak nyaman, tetapi sekarang ia sangat bahagia. Perlahan-lahan hal buruk yang pernah tertanam di kepalanya mulai memudar, meski tak sepenuhnya menghilang.

Zia bersiap merebahkan diri, tetapi terhenti ketika ponsel Andra yang terletak di atas nakas berbunyi. Wanita itu mengambil dan melihat si penelepon. Celia!

Zia mengerutkan dahi dan melirik jam tangannya. Sudah pukul sembilan malam, entah apa alasan Celia menelepon Andra. Namun, sesaat Zia sedikit lega karena ingat kalau wanita itu bekerja di perusahaan sang suami. Ia pasti ingin membicarakan pekerjaan.

Zia pun membawa ponsel Andra ke ruang kerja. Ia mendorong pintu dan melihat sang suami yang fokus menatap layar komputer dengan kacamata menggantung di atas hitung mancungnya. "Mas Andra."

Andra mengangkat kepala dan tersenyum melihat Zia datang. Ia melepas kacamata dan menggeser kursi ke belakang agar Zia bisa duduk di pangkuannya. "Kenapa belum tidur, Sayang? Mas bentar lagi selesai."

Zia duduk di pangkuan Andra sembari tersenyum malu-malu. Tangannya terulur, tepat saat ponsel Andra kembali berdering. "Celia menelepon sejak tadi. Sepertinya sangat penting sampai larut gini."

Andra mengambil ponselnya tak acuh, mematikan, dan meletakkan di atas meja kerja. Ia menarik Zia ke dalam pelukannya dan menjatuhkan kecupan ringan di kepala Zia. "Udah tahu larut malam, kenapa kamu bawa ke sini. Tinggal matikan aja, Sayang."

"Tapi, Mas, kalau itu penting gimana? Mana tahu tentang perusahaan."

Andra menggelengkan kepala perlahan. "Nggak mungkin tentang perusahaan, dia pasti cuma gabut aja. Kita tidur aja sekarang. Tunggu mas matikan komputer." Andra berbalik ke komputer dengan Zia masih dalam pangkuannya.

Setelah mematikan lampu ruang kerja, Andra menggendong Zia kembali ke kamar mereka. Zia menyembunyikan wajah di dada Andra yang dilapis kain lembut.

"Ponsel Mas masih ketinggalan di sana," bisik Zia begitu mereka mendekati pintu kamar.

"Biar aja, besok bisa diambil." Andra membuka pintu dan meletakkan Zia di atas tempat tidur. Wajah keduanya hanya berjarak dua inci, Zia bisa merasakan napas Andra yang beraroma mint.

"Mas," panggil Zia pelan.

"Hmm." Tatapan Andra semakin dalam.

"Jangan liatin Zia kayak gitu." Zia berniat mendorong sang suami, tetapi lelaki itu menangkap tangannya dan membawa ke atas kepalanya. "Mas." Zia kembali berucap, kini semakin gugup.

Andra semakin mendekatkan wajahnya, Zia spontan menutup mata. Beberapa detik tak ada yang terjadi hingga Zia merasakan alis, mata, hidung, pipi, dan bibirnya dikecup lembut.

Happy reading...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nikah Dengan Duda? SIAPA TAKUT! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang