Zia mendengar suara Andra, tetapi ia masih terus diam dengan badan membulat di atas tempat tidur. Mood-nya benar-benar buruk saat ini. Ia terus memikirkan tentang hubungan Andra dengan masa lalunya. Entah mengapa setelah ucapan Bi Inah tadi ada begitu banyak hal negatif yang merasuki kepalanya. Mengingat ia tak tahu apa pun tentang Andra membuat wanita itu semakin dongkol dan ingin menangis.
Begitu mendengar pintu kamar terbuka, ia sontak menutup mata rapat-rapat. Zia bisa merasakan kalau Andra sudah naik ke tempat tidur. Sebuah tangan merangkul pinggangnya dan menariknya hingga berputar. Di saat itulah Zia tak bisa menahan diri, ia terisak pelan dan air mata mengalir deras.
“Eh, Sayang. Kamu kenapa nangis?” Andra membantunya untuk duduk.
Bukannya reda, tangis Zia malah tambah kencang. Ia menepis tangan Andra yang bersiap mengusap air matanya. Andra tak berkomentar, hanya menarik tubuh sang istri dalam pelukannya. Ia juga menepuk-nepuk bahu Zia lembut untuk menenangkannya. Setelah agak reda, barulah ia mengurai pelukan. Andra mengusap sisa-sisa air mata di pipi wanita itu.
“Kenapa nangis? Cerita sama mas, siapa yang ganggu kamu.” Andra melirik pakaian dan riasan wajah sang istri. Dari penampilan saja ia bisa tahu kalau Zia belum lama ini pulang. “Kamu baru pulang, ya?” Tatapannya berubah mengintimidasi. "Kamu kan udah janji pulang sebelum malam, ini sudah jam berapa?”
Tangis yang tadi sempat reda kini kembali lagi. Zia membalikkan badan dan membelakangi sang suami. Bahunya naik turun, dadanya bahkan kini mulai terasa sempit. Bukannya mencari tahu penyebab tangisan sang istri, lelaki itu malah memarahinya karena telat pulang.
“Zia, kamu dengar mas nggak?”
Zia? Andra jarang memanggilnya langsung dengan nama. Wanita itu berhenti menangis, seolah tak ada lagi air mata yang mau turun. Rasanya terlalu sakit. Zia langsung turun dari tenpat tidur dan berniat melarikan diri. Namun, Andra lebih ligat, langsung menariknya hingga jatuh ke tempat tidur. Zia menahan ringisan, ia menatap Andra kesal.
“Apa!? Lo nggak senang sama gue? Ya udah usir aja dari rumah ini! Itu kan yang lo mau? Lo masih cinta sama mantan istri lo itu, makanya apa pun tentang dia nggak pernah lo ceritain ke gue. Lo sembunyiin semua tentang dia dari gue?"
Andra memicingian mata, tangannya terkepal, rahangnya mengeras hingga pipinya memerah.
Melihat Andra yang tak mengatakan apa pun, Zia bangkit kembali dan mencoba meraih pintu. Badannya terhempas lagi ke tempat tidur. Kali ini tak sesakit tadi. Namun, Andra mengungkungnya hingga membuat Zia menahan napas. Pria itu menatapnya dengan mata yang berkilau seakan bersiap untuk menurunkan cairan bening.
Zia takut, ia memejamkan mata. Beberapa menit berlalu tak ada yang terjadi, wanita itu hanya merasakan dadanya lebih berat dan mendengar isakan kecil di sampingnya. Ia membuka mata dan melihat sang suami tergeletak di atas tubuhnya dengan kepala di samping. Zia merasa bersalah, ia mengusap kepala Andra lembut hingga pria itu mengangkat kepalanya.
“Ma-maaf.” Hanya itu kata yang terucap dari bibir Zia. Andra menyeka sudut matanya dan menganggukkan kepala, tetapi ia masih belum turun dari tubuh sang istri. Zia semakin merasa bersalah setelah sadar dengan kata-kata yang diucapkan tadi. Jika mereka sama-sama emosi, hal itu bisa saja berujung dengan perpisahan.
“Mas nggak tahu apa kamu lihat dan yang kamu dengar saat ini, mas nggak mau kamu terlalu banyak berpikir. Hubungan kita saat ini nggak ada masalah dengan masa lalu mas, mas cuma mau kamu percaya sama mas aja. Mas jujur belum bisa cerita apa pun tentang masa lalu, bukan nggak mau. Mas hanya merasa ada waktu yang tepat untuk mengatakan semua sama kamu. Tolong ngertiin mas, ya.”
Zia terdiam sembari terus mengusap pipi Andra. Memang itu yang diinginkannnya kan? Andra menceritakan semua tentang masa lalunya, khususnya mantan istri. Zia selalu ingin tahu apa penyebab mereka berpisah dan bagaimana hidup mereka setelah tak lagi berhubungan.
![](https://img.wattpad.com/cover/365131880-288-k475726.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Dengan Duda? SIAPA TAKUT! (END)
RomanceMenikah memang selalu menjadi impian Zia di usianya yang tak lagi muda. Ia berharap seorang pria tampan, kaya, baik, dan sangat mencintainya tiba-tiba datang melamar ke rumah. Gadis itu bisa saja menerima jika dijodoh-jodohkan dengan siapa pun asal...