• Celia Lagi

184 15 5
                                    

Ketika Zia membuka mata, sinar matahari sudah menyusup dari balik tirai. Ia menoleh ke sekeliling, Andra sudah tak lagi ada di sisinya. Segera setelah menyibak selimut, wanita itu berjalan keluar kamar. Zia berdecak kecil dan menggulung rambutnya ke belakang.

Langkah Zia terhenti begitu mendengar keributan di dapur. Ia menghampiri tempat itu dengan malas karena berpikir Bi Inah sedang beradu argumen dengan Pak Liden. Namun, sesampainya di sana Zia dibuat tercengang, Andra tengah berkutat mengaduk sesuatu di panci dengan Bi Inah yang memberikan tutorial di sebelahnya.

Zia mengulum bibir, menahan senyuman sebelum bersuara. "Apa yang kalian lakukan?"

Kedua orang itu sontak menoleh, sendok yang tadi dipegang Andra bahkan jatuh ke lantai. Pria itu terkekeh kecil seraya menutupi pandangan Zia ke belakangnya.

"Sayang, bangun-bangun kenapa nggak langsung mandi?" Ia mendekati Zia dan mencium pipinya. "Masih bau acem." Pria itu mengerutkan bibir.

Zia mengabaikan kata-kata sang suami, ia masih ingin melihat apa yang dimasak di sana. "Mas masak apa sih, Bi?" Zia menolehkan ke Bi Inah dengan tatapan ingin tahu.

"Em, anu." Bi Inah meremas ujung bajunya. Dari situ Zia bisa tahu kalau bibi itu pasti dipaksa Andra untuk merahasiakannya.

Andra menghela napas berat. "Nggak apa-apa, Sayang, tadi mas cuma mau belajar masak. Biar nanti kalau anak kita udah lahir, mas bisa masak untuk kalian berdua." Pria itu menarik sang istri ke pelukannya. Zia yang tadi bersikeras mulai luluh dan membalas dengan pelukan Andra.

"Ya udah, sekarang kita sarapan ya. Bi, tolong bereskan semuanya." Andra menarik Zia menjauh dari dapur dan duduk di meja makan.
Di sana sudah ada roti panggang, dan susu untuk mereka cicipi.

"Mas nggak ke kantor hari ini?" Zia bertanya di sela-sela sarapan.

Andra mengangkat kepala dan menganggukkan kepala pelan. "Nggak, hari ini mas mau aja kamu jalan-jalan. Udah lama kita nggak jalan berdua."

Zia mengerutkan dahi sesaat. "Bukannya tiap minggu kita keluar?"

"Itu beda, sekarang mas mau me time sama istri mas yang paling cantik sedunia." Andra terkekeh kecil.

Pipi Zia memerah. "Dasar gombal." Keduanya pun menyelesaikan sarapan dengan hati gembira.

Sesuai dengan kesepakatan, mereka keluar dari rumah pukul sepuluh. Zia mengenakan dress merah muda di bawah lutut dengan sepatu flatshoes berwarna senada dan tas tangan hitam, sedangkan Andra mengenakan kemeja kotak-kotak biru hitam dengan celana jeans biru laut.

Andra mengeluarkan mobil dan melaju perlahan ke arah pusat kota. Selama perjalanan jangan Zia tak lepas dari lengan Andra, ia melekat bagaikan perangko. Andra juga sesekali mengecup puncak kepalanya, kebahagiaan jelas tergambar di wajah mereka.

Mobil mereka memasuki area pusat perbelanjaan dan memarkirkan di sudut belakang bangunan itu. Andra keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Zia. Keduanya berjalan dengan bergandengan tangan.

"Mas, Zia mau lihat-lihat sepatu dulu di sana."

Andra menganggukkan kepala seraya tersenyum. Mereka pun berjalan ke arah yang dimaksud. Ketika keduanya berjalan beriringan ada beberapa orang yang menatap dengan iri. Andra sangat tampan, ditambah pakaiannya yang kasual membuat pesonanya makin terlihat. Zia saja baru menyadari ketampanan itu beberapa waktu terakhir saat mereka bersama. Sebelum menikah, Zia tak pernah membayangkan ia begitu jatuh cinta dengan sosok itu. Bukan hanya pesonanya, tetapi tindakannya selalu membuat Zia berdebar-debar.

Saat mereka melihat-lihat, ponsel Andra berdering. Pria itu mengambil benda pipih itu dari saku dan menatap sekilas. Zia juga melihatnya, itu panggilan dari Revan, sekretaris Andra.

Nikah Dengan Duda? SIAPA TAKUT! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang