05. Terpecah belah

22 4 0
                                    


Jangan lupa ngucap dibawah ini👇

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
bismillaahir-rohmaanir-rohiim

Jangan sampai emosi kalian menguasai, jika kesal ucap istighfar ya teman-teman.

Selamat membaca!

Typo sedang bertebaran...

Baru saja Adhiba menampakkan kakinya ditangga terakhir, kedua matanya langsung terkunci pada meja makan yang sudah diisi beberapa orang disana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru saja Adhiba menampakkan kakinya ditangga terakhir, kedua matanya langsung terkunci pada meja makan yang sudah diisi beberapa orang disana. Kecuali kakaknya, Lauren yang tak bergabung bersama mereka.

Adhiba melirik jam dinding yang ternyata menunjukkan jam delapan malam, yang artinya ia sudah tertidur satu jam lebih selepas melaksanakan sholat Maghrib.

Sebelum menghampiri mereka ia merubah ekspresi wajahnya menjadi tersenyum yang terkesan terpaksa, walaupun hati dan otaknya berkata lain.

"Nyenyak ya tidur kamu! Sampai-sampai gak nyambut kita datang kesini!" sindir wanita yang kini duduk dengan anggun dimeha makan, wanita itu merupakan istri kedua dari ayahnya.

"Kalau bukan karena suami saya, saya tidak akan sudi kerumah ini!" lanjutnya penuh hina.

Adhiba melipat kedua tangannya diatas meja makan setelah duduk ditengah-tengah Anindya dan Naresh, menatap intens wanita itu yang duduk berhadapan dengan mamanya.

"Harus bangat ya?" tanya Adhiba.

"Umm... Adhiba lupa, maaf banget gak nyempatin pasang karpet merah," lanjutnya dengan ekspresi memelas, padahal jelas-jelas ia sedang meledek wanita itu.

"Jangan kurang ajar sama mama aku! Harusnya kamu tahu diri, masih mending bisa tinggal dirumah ini!" ucap gadis yang seumuran dengan Adhiba.

Adhiba beralih menatap gadis itu,"oh ya.... saudari tiri?" ledeknya seraya tersenyum mengejek.

"Emang rumah ini milik siapa sih? Berharap rumah lo ya? Upss... I'm sorry...." Adhiba menutup mulutnya berupura-pura merasa bersalah, dan diam-diam melirik ayahnya di pastikan sudah menahan amarah sedari tadi.

Sedangkan Naresh yang berada di sampingnya, tertawa pelan mendengar ucapan adiknya. Sebenarnya, ia sedikit khawatir terhadap adiknya yang bercampur rasa senang melihat adiknya yang sudah berani membalas ucapan dari orang lain.

"Maaf ya omongan gue nggak make rem, jadinya blon terus," lanjutnya, setelah itu ia mencondongkan wajahnya dan menunjuk wajah gadis itu dengan garpu.

"Jangan sok paling disini! Nanti bisa-bisa gue patahin leher lo! Dan ingat, lo dan mama lo cuma orang gak tahu diri yang berani numpang di tengah-tengah keluarga gu-"

Gadis Donat [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang