Bab 2 : Hanya dia yang peduli

32 9 0
                                    




Happy Reading



"Kenapa... kenapa kamu terus mengikutiku?"

Seorang gadis yang berdiri tepat dibelakang anak laki-laki itu nampak terdiam terpaku mendengar pertanyaan dari sang empunya. Gadis yang memakai pakaian serba hitam itu mundur sedikit demi sedikit, sambil menautkan tangannya dia berpikiran untuk segera lari sebab ia sudah ketahuan.

Nam Jaemin. Laki-laki itu berbalik perlahan menatap si gadis dengan tatapan bingung. Rambut hitamnya yang sedikit berantakkan akibat terpaan angin itu tidak membuat dirinya terganggu. Bahkan Nam Jaemin menurunkan standar sepedanya, membuat sepeda itu berdiri. Dia menghampiri si gadis yang masih terdiam.

"Aku selalu melihatmu mengikutiku, kenapa?" tanya Jaemin lagi.

Si gadis nampak kikuk. Dia menjawab pertanyaan Jaemin tanpa melihat wajahnya, "Eeemm... A-aku ng-ngga bermaksud mengikutimu. A-aku ha-hanya sekedar melihat aja."

"Melihat, aku?" Jaemin menunjuk dirinya sendiri.

Si gadis mengangguk sekali, membenarkan pertanyaan Jaemin. "Ngga bermaksud buat nakutin, tapi," dia memutus kalimatnya.

Nam Jaemin masih menatap gadis itu dengan kebingungan, dia bahkan tidak tahu wajah gadis itu karena hampir seluruh wajahnya tertutup dan si gadis terus menundukkan kepala.

"Aku pergi dulu," kalimat terakhirnya lalu berlari dengan sangat cepat dan semakin membuat anak laki-laki itu kebingungan dengan perilakunya.

Sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal, Jaemin masih memandang ke depan. Kemudian ia menarik napas panjang. Anak laki-laki itu kembali dengan sepedanya.

Jarak ke rumahnya tidak jauh lagi makanya ia memilih untuk menuntun sepedanya. Sebenarnya itu bukan alasan yang tepat kenapa laki-laki itu menuntun sepedanya. Tapi hanya saja sepeda itu selalu berdecit ketika ia mengkayuh pedalnya. Jaemin tidak mau karena decitan itu membuat orang lain terganggu.

Hal itu sudah biasa bagi seorang Nam Jaemin. Sepedanya itu sudah usang, ia mendapatkannya dari Paman Rim yang secara sukarela memberikan miliknya kepada Nam Jaemin. Awalnya Jaemin menolak, tapi Paman Rim bilang bahwa sepeda itu sudah tidak digunakan lagi, jadi lebih bagus jika sepeda itu diberikan kepada orang lain yang membutuhkan daripada terus disimpan sampai berkarat.

Yah, dia memang membutuhkan alat transportasi untuk mengantarnya pergi ke sekolah. Anak laki-laki itu tidak perlu menunggu bus dan berdesak-desakan. Menggunakan sepeda lebih mempermudah dirinya ke sekolah, meski beberapa murid lain menggunakan motor yang mewah tapi Jaemin bersyukur bisa mendapatkan sepeda.

Dan dikarenakan sepeda itu sudah sangat tua jadi tak heran bahwa akan ada masalah yang ditimbulkan sepeda itu. Mulai dari ban sepeda, rantainya, pedal, rem, dan yang lainnya, tapi syukurlah itu bukan masalah besar buat Jaemin. Anak laki-laki itu masih bisa memperbaikinya sendiri, jadi dia tidak perlu bolak-balik ke bengkel setiap kali sepeda itu bermasalah.

Bukh!

Dengan cepat Nam Jaemin menghampiri seorang anak laki-laki yang baru saja terjatuh dihadapannya. Dia membantu anak itu untuk berdiri. Namun segera dia menepis tangan Jaemin dari tangannya. Dia menatap Jaemin dengan netra dingin.

Story In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang