Bab 12 : Kami tidak saling membenci

14 3 0
                                    






Happy reading






Jam istirahat baru saja berbunyi sepuluh menit yang lalu. Nam Jaemin yang duduk di kursinya kini sedang membereskan peralatan belajarnya. Ia memasukkan buku tulis dan buku paket ke dalam laci meja, meletakkan pensil dan pulpennya kembali ke tempatnya.

Setelah selesai meletakkan seluruh peralatannya ke dalam laci meja, Nam Jaemin menoleh ke kanan. Melihat keluar jendela. Lapangan sekolah yang luas itu kini terlihat lebih sepi ketimbang yang ia lihat dua jam lalu. Ia mendongak. Awan gelap dengan langit yang mengeluarkan suara gemuruh, tanda sebentar lagi akan turun hujan.

Dia tersenyum tipis. Nam Jaemin akan selalu menyukai hujan. Tidak ada satu alasan pun yang bisa membuatnya benci akan hujan. Hujan akan selalu menjadi peristiwa kesukaannya di dunia.

Istirahat makan siang, disaat semua murid-murid lain menghabiskan waktu istirahatnya di kantin untuk mengisi tenaga tapi Nam Jaemin malah tetap tinggal dikelas. Dia memang jarang ke kantin, dia memilih untuk memakan makanan ringan yang ia bawa dari rumah.

Biasanya ia membawa roti dengan mentega untuk ia makan saat jam istirahat. Nam Jaemin jarang pergi ke kantin sebab terkadang ia tidak membawa uang saku dan hari ini ia juga tidak membawa bekal dikarenakan roti yang biasa ia bawa sebagai bekal sudah habis. Dan rencananya ia akan membeli roti tawar sepulang sekolah nanti.

Nam Jaemin memangku wajahnya dengan telapak tangan, masih menatap keluar jendela untuk menunggu air hujan turun dengan deras. Dia akan sangat menikmati pemandangan air hujan yang turun mengenai kaca jendela dan pepohonan.


Bagh!

Suara pukulan yang lumayan keras sehingga menimbulkan getaran dari meja belajar Nam Jaemin membuat sang empunya tersentak. Dia memutar kepalanya dari kanan ke kiri, memandang seorang laki-laki jangkung berdiri disampingnya.

Felix berdiri disamping meja Nam Jaemin sambil berkacak pinggang. Tatapan datar dan wajah sombongnya terlihat jelas dimata Jaemin. Laki-laki yang tengah duduk itu masih diam, merasakan detak jantungnya yang berdegup cukup kencang sambil menunggu Felix berbicara.

"Beliin gue bakpao," suruhnya sambil mengeluarkan selembar uang dengan jumlah yang cukup besar dan ia letakkan di atas meja.

"Dua, terserah dah rasanya apa," ucapnya lagi lalu bersandar di meja seberang dimana seorang murid laki-laki lainnya tengah duduk dikursi, ia melipat kedua tangan memandang Nam Jaemin.

Nam Jaemin menghembuskan napas lirih, lalu ia mengambil uang kertas itu. Dia berdiri dari kursinya untuk membelikan pesanan bakpao Felix di kantin. Dan sebelum ia benar-benar pergi, Felix kembali berucap lagi.

"Kembaliannya kasih ke gue, jangan lo korupsi kayak temen lo— ups."

Nam Jaemin melihat Felix menyeringai. Dia masih tetap diam dan memilih untuk mengalihkan pandangan kebawah lalu pergi meninggalkan kelas. Tapi didalam otaknya masih berpikir, apa maksud dari ucapan Felix tadi? Teman? Temannya yang mana?

Nam Jaemin tidak mengerti. Ia rasa ia tidak memiliki begitu banyak teman, jadi ia bingung ketika Felix menyebutkan kata 'teman' kepada dirinya. Dia tetap berjalan, kakinya terus melangkah untuk menuju ke tempat tujuan. Sesekali ia menoleh ke kiri, jendela kaca yang sudah basah karena air hujan yang menetes di sana.

Story In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang