Bab 3 : Sayatan kertas

33 9 0
                                    





*Vote dulu yukk!




Happy Reading





Setiap manusia tidak luput dari yang namanya kesalahan. Setiap manusia membuat kesalahan dan dari kesalahan manusia bisa belajar. Tapi terkadang, ada manusia yang tidak mau dan tidak ingin belajar dari kesalahannya.

Semua manusia perlu memilah yang mana yang baik dan yang buruk. Yang salah dan yang benar. Namun, ada juga segelintir orang yang tidak melihat itu semua. Mereka akan mementingkan nafsu yang menguasai hati dan pikiran ketimbang dampak yang akan mereka hadapi.

Banyak dari mereka yang menyesali perbuatanya, menyalahkan keadaan, bahkan hingga menyalahkan Tuhan. Tapi menyesal pun sudah tidak berguna lagi. Mereka harus tetap menerimanya dengan ikhlas. Mau tidak mau. Suka tidak suka.

Manusia tidak ada yang bisa melawan takdir kan?

BRRAAKK!!

Nam Jaemin tersentak ketika mendengar suara pukulan meja yang keras itu. Seketika dia menahan ludah dan bibirnya yang terasa kelu.

Bukan, bukan untuknya suara pukulan meja itu. Tapi untuk seorang murid laki-laki di depan kelas yang tengah menunduk dalam sambil mengaitkan kedua tangannya di depan tubuh. Murid itu lebih tersentak lagi saat meja itu dipukul.

Suasana kelas menjadi sangat hening dan mencengkam. Semua murid membisukan mulutnya saat wali kelasnya mulai berbicara dengan sangat lantang. Jaemin dan murid lainnya bisa melihat dengan jelas kemarahan pria jangkung itu. Matanya melotot, urat-urat lehernya terlihat hingga membuat perawakan pria itu tampak mengerikan.

"KAMU MASIH MAU TETAP SEPERTI INI?!" teriak pria itu.

"UNTUK APA KAMU BERSEKOLAH JIKA TIDAK TAAT PERATURAN?!"

"MEMANGNYA SEKOLAH INI NENEK MOYANGMU?! BISA SEENAK HATI MELAKUKAN APA SAJA!" Pria itu masih berteriak bahkan lebih lantang lagi.

"Kalau soal seperti ini saja kamu tidak bisa, terus apa yang kamu dapatkan dari bersekolah. Saya sudah mengulang ini berapa kali!"

Pria itu mendengkus kasar. Dia mengambil buku catatan milik murid laki-laki yang sedikit tidak terurus. "Tugas rumah saja kamu tidak pernah mengerjakan!" Lalu dia memukulnya ke kepala muridnya.

Dia menghembuskan napas panjang nan lelah. "Setelah ini, kamu harus buat permintaan maaf dalam bentuk proposal!"

"Yang bener aja, pak-"

Si wali kelas kembali memukul kepala muridnya dengan buku tulis, tidak terlalu keras. "Tidak protes. Ini wajib, kamu juga tidak akan rugi."

Namun saat suasana kelas masih terbilang sedikit tegang dan guru yang juga merupakan wali kelas dari kelas itu masih berbicara di depan, tiba-tiba saja Jaemin merasakan sesuatu yang bergetar dari dalam laci mejanya.

Anak laki-laki itu mengambil sumber suara yang ia duga dari ponselnya. Dia menunduk ke bawah, melihat ponselnya yang diam-diam ia nyalakan. Jaemin melihat satu notifikasi pesan masuk dari aplikasi obrolan.

UNKNOW

|Nanti pas bel bunyi ikut aku yaa
|Ke rooftop atas
09:25

Story In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang