08

992 133 10
                                    

BRAKK!!

Shinyu sedikit terperanjat dari duduknya kala Pria dengan setelan jas hitam berdasi yang masih rapi membanting hasil ujiannya di atas mejanya, Kim Mingyu. Shinyu sudah menduga hal ini akan terjadi. Orang tadi yaitu Ayahnya tidak pernah puas apalagi memuji hasil usaha Shinyu selama ini. Mingyu hanya mengharap kesempurnaan dari Shinyu disaaat dirinya masih belum bisa menjadi sosok Ayah yang sempurna di mata Shinyu. Apa gunanya bergelimang harta jika kasih sayang orang tua saja tidak Shinyu dapatkan?

“Sudah berapa kali Ayah bilang untuk mendapatkan peringkat yang lebih tinggi?! Minimal kamu harus bisa tiga besar di dalam peringkat paralel!” desak ayahnya dengan suara yang penuh otoritas, sambil membanting hasil ujian Shinyu di atas mejanya dengan keras.

Shinyu merasa tak terkejut, sudah menjadi bagian dari rutinitas yang tidak menyenangkan untuknya. Ayahnya selalu memiliki ekspektasi yang tinggi, tidak pernah puas, dan tidak pernah memuji usaha keras Shinyu. Baginya, ayahnya hanya menginginkan kesempurnaan, tanpa menghiraukan kerja keras dan kesungguhan Shinyu.

“Shinyu sudah berusaha, Ayah. Shinyu benar-benar sudah berusaha untuk mendapatkan nilai yang terbaik kali ini,” ucap Shinyu dengan suara yang bergetar sedikit, mencoba menahan amarah dan kekecewaannya.

“Usahamu itu masih tidak sebanding apa yang Ayah berikan untuk membesarkanmu sendirian selama ini!” seru ayahnya, suaranya memenuhi ruangan dengan kebencian yang tak tersembunyi.

Shinyu menggigit bibirnya kuat, menguatkan kepalan tangannya untuk menahan amarahnya yang hampir meluap. Dia sudah terlalu sering mendengar celaan dan kritikan tanpa henti dari ayahnya, namun dia tetap berusaha untuk menjaga ketenangannya.

“Ayah juga tahu akhir-akhir ini kamu sering kelayapan bermain entah apa yang kamu lakukan. Apa kamu sudah menganggap ini semua lelucon, hah?!” lanjut ayahnya dengan nada menyalahkan, mencoba mencari alasan untuk menyalahkan Shinyu atas kegagalan akademisnya.

“T-tidak, Ayah,” jawab Shinyu dengan suara gemetar, mencoba menjaga ketenangan meskipun hatinya terbakar oleh kemarahan.

“Aku mengadopsimu dulu karena kamu yang terpandai dari semua anak di panti asuhan yang ada. Jika kemampuan menurun sampai kamu lulus nanti, aku bersumpah akan mengembalikanmu ke tempat kumuh itu!” Ancaman itu disampaikan dengan tegas, membuat Shinyu merasa seperti terperangkap dalam belenggu ekspektasi yang tidak masuk akal dari ayahnya.

Tubuh Shinyu bergetar hebat ketakutan, membayangkan konsekuensi mengerikan jika ia benar-benar gagal dalam ujian selanjutnya. Ketakutan akan ditinggalkan kembali menghantui pikirannya. Dia hanya menginginkan sedikit kasih sayang dari orang tua, tetapi itu terasa begitu jauh dari jangkauannya. Orang tua kandungnya menelantarkannya, dan meskipun diadopsi, Shinyu merasa seperti hanya menjadi alat untuk menghasilkan uang di masa depan.

Ayah Shinyu menangkup wajah Shinyu dengan satu tangannya, mendekatkan wajahnya pada anaknya dengan tegas. "Dengarkan ini baik-baik. Jika ujian berikutnya kamu gagal memenuhi harapanku, Aku akan benar-benar membuangmu ke tempat sampah, Shinyu," ucapnya dengan penekanan yang menusuk, sebelum dengan kasar menghempaskan Shinyu ke lantai dan meninggalkannya begitu saja.

Selama delapan tahun sejak diadopsi oleh orang yang seharusnya Shinyu panggil Ayah, bahkan sejak hari pertama Shinyu menginjakkan kaki di rumah itu, sang Ayah tidak pernah menunjukkan sedikit pun kehangatan. Senyum yang selama ini menjadi impian Shinyu, belum pernah sekali pun menghiasi wajah sang Ayah.

[✓] Save Me, Save You | Doshin ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang