17

762 99 11
                                    

Di depan cermin, Shinyu menatap tubuhnya sendiri dengan prihatin, memperhatikan dengan cermat memar merah yang menghiasi wajah, leher, dan lengannya. Ekspresi wajahnya mencerminkan campuran antara kesal dan kebingungan, mencari cara untuk menyembunyikan noda-noda itu dengan apik.

Dengan perasaan putus asa, Shinyu meraih jaket coklat dan mengambil satu masker untuk menutupi wajahnya. Dia merasa bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menyembunyikan luka-lukanya. Setidaknya dengan alasan bahwa dia sedang tidak enak badan, dia tidak perlu melepas jaket dan maskernya. Dengan persiapan yang cepat, ia bergegas ke sekolah.

Sesampainya di depan pintu kelas, ia disambut oleh senyuman hangat dari Dohoon yang sudah duduk di tempatnya yang selalu lebih awal. Meskipun senyumnya tertutup oleh masker, sorot matanya menyatakan bahwa Shinyu juga ikut tersenyum dalam hati.

“Kau sedang tidak enak badan, Shinyu?” tanya Dohoon begitu ia menyadari jaket dan masker yang Shinyu kenakan, yang belum pernah dilihatnya sebelumnya.

Shinyu mengangguk, “Sepertinya iya, aku sedikit tidak enak badan.”

“Apa karena jalan-jalan kemarin? Maaf ya, aku—“

“Ini bukan salahmu, Dohoon. Tenang saja, ini memang sudah jadwalku sakit hari ini,” ucapnya, diakhiri dengan tawa kecil guna mencairkan suasana. Shinyu merasa tidak enak karena sudah membuat Dohoon merasa bersalah.

“Syukurlah. Tapi kenapa tidak istirahat dulu? Kau bisa ke UKS,” sarannya.

Shinyu menggeleng, “Tidak perlu, aku tidak ingin ketinggalan pelajaran.”

“Kau serius?”

“Iya, aku serius.”

“Yasudah kalau itu yang kamu mau, tapi jangan terlalu memaksakan diri. Istirahatlah kalau sudah tidak sanggup. Oke?” ujar Dohoon sambil membelai lembut kepala Shinyu, membuat pemuda cantik itu tidak bisa menahan senyum di balik maskernya.

Shinyu merasa senang akhirnya Dohoon mulai memperhatikannya, tidak seperti sikap dinginnya saat pertama kali bertemu.

Bel pelajaran pertama berbunyi, dan seluruh murid duduk ke kursinya masing-masing, mempersiapkan buku untuk pelajaran pertama pagi ini.

•••

Di toilet sekolah, saat istirahat, Shinyu melepas jaket dan maskernya kembali, bercermin, dan melihat tubuhnya sendiri. Ia berdecak kesal karena bekas memar merah itu belum juga memudar. Ia merasa pengap dan kepanasan sepanjang kelas memakai jaket dan masker.

“Apa aku sebaiknya beli bedak atau foundation untuk menutupi memarnya?” monolognya, sambil memikirkan solusi.

Tepat setelah itu, pintu toilet terbuka, membuat Shinyu seketika menoleh dan bertatapan dengan Dohoon, orang yang membuka pintu toilet itu. Shinyu terkesiap dan mematung kaget saat Dohoon tiba-tiba masuk.

“Apa yang terjadi denganmu, Shinyu? Kenapa banyak sekali memar merah di tubuhmu?” Dohoon bertanya penuh kekhawatiran. Shinyu hanya bisa meneguk ludahnya gugup, tidak berani menjawab pertanyaan Dohoon, dan mengalihkan wajahnya.

Tanpa menunggu jawaban, Dohoon segera memakaikan kembali jaket dan maskernya pada Shinyu, membuat pemuda itu bingung.

“Dohoon?” Shinyu bertanya, mencoba memahami tindakan Dohoon.

“Aku tidak akan memaksa kau untuk bercerita sekarang. Katakan saja saat kamu siap dan ingin bercerita, oke?” jawab Dohoon dengan bijak.

Shinyu hanya menunduk dan mengangguk pelan, tangannya mengepal erat dipenuhi rasa bimbangnya. Haruskah ia mengatakannya pada Dohoon atau tidak?

[✓] Save Me, Save You | Doshin ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang