CHAPTER 12 : Menyusuri Kenangan.

10.7K 634 99
                                    

Pintu utama terbuka setelah Hestama mendorongnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pintu utama terbuka setelah Hestama mendorongnya. Nyaris pukul delapan malam ketika netranya menemukan arah jarum yang berputar pada jam yang menggantung. Ia tidak menemukan siapa pun.

Seperti biasa ketika pulang ia tidak akan pernah menemukan Haruna yang akan menunggu seperti yang ia bayangkan. Tidak ada makan malam berdua, tidak ada sambutan hangat, tidak ada obrolan yang lebih panjang. Pernikahan ini terlalu dingin, seperti tak ada nyala kehidupan di dalamnya. Atau barangkali ekspektasinya yang terlalu tinggi.

Lagi pula apa yang dapat ia harapkan dengan cinta sepihak setelah siang tadi ia yang menemukan istrinya berkencan dengan lelaki yang istrinya cintai.

Hestama meloloskan napasnya. Pada sebuah sofa abu di ujung ruangan ia mendudukkan diri di sana. Lalu didengarnya rintik hujan yang masih jatuh menimpa atap-atap rumah. Hujan selalu memiliki cara tersendiri untuk membawa Hestama pada ingatan masa lalu. Sebuah masa di mana Haruna yang tampak ceria dengan segala hal-hal kecil yang dapat ia lakukan.

Dahulu ketika hujan tiba Haruna akan memanggilnya melalui jendela samping. Gadis itu mengetuk pintu kaca dengan suara yang nyaris tak terdengar. Suaranya membisik kecil ketika memanggil namanya. Dan ketika ia membuka jendela ia akan menemukan tatapan menggemaskan dari Haruna seolah membujuk dirinya untuk bermain hujan bersama. Awal-awal ia menolak sebab takut dimarahi oleh mama, namun hari-hari selanjutnya ia akan sangat menunggu hujan tiba agar dapat bermain hujan bersama Haruna.

Cerita masa lalu yang indah sebelum semuanya berubah. Entahlah, bahkan hingga hari ini Hestama masih tak mengerti mengapa Haruna mendadak membuat jarak dengannya sejak sepuluh tahun yang lalu.

Setelah cukup membiarkan ingatan lama itu bernostalgia ia memilih untuk segera beranjak. Kakinya melangkah menuju meja makan. Ada banyak makanan di sana dan ia hanya makan sendirian. Mbak Dian datang dengan segelas teh hangat yang baru saja diseduh, mengangsurkannya kepada Hestama yang kemudian dijawab dengan ucapan terima kasih oleh pria itu. Mbak Dian ini ART baru seumuran Haruna yang baru bekerja beberapa bulan di bawah pengawasan Bi Ningrum.

Berkali-kali Mbak Dian bertanya-tanya mengapa Bu Haruna jarang datang menemani Pak Hestama untuk sarapan atau makan malam. Sejak pernikahan mereka terjadi Mbak Dian hanya satu kali melihat Bu Haruna menunggu Bapak pulang dan satu kali melihat kedua majikannya itu meminum kopi bersama. Terkadang Mbak Dian merasa bahwa rumah ini terlalu dingin, rumah ini terlalu sepi tanpa obrolan. Ia tidak pernah melihat pasangan suami istri itu saling bercengkerama, mengobrol, atau pun quality time di waktu-waktu senggang.

“Ada yang dibutuhkan lagi, Pak?” tanyanya kepada Hestama.

Pria itu menggeleng. Ia tersenyum kepada Mbak Dian. “Nggak, Mbak. Mbak bisa istirahat sekarang. Terima kasih banyak ya,” balasnya.

Mbak Dian mengangguk. Lalu tak lama ia pamit undur diri untuk beristirahat sebab pekerjaannya sudah selesai.

Dengan cahaya lampu yang hampir semuanya dimatikan dan tersisa temaram yang menyala dari salah satu penerangan berwarna kuning di ujung ruangan. Pria itu menutup pintu berbahan kayu itu dengan gerakan pelan, pandangannya menyapu pada salah satu ranjang yang berada di tengah-tengah ruangan. Seseorang tengah meringkuk di sana membelakangi redup lampu yang tak kuasa menerangi ruang kamar.

Love And Hurts (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang