Haruna belum bisa tenang ketika dia belum melihat pria itu benar-benar baik-baik saja. Dia dan Gisha sedang menunggu di depan ruang gawat darurat bersama Hakim. Lalu tak lama orang-orang satu-persatu datang termasuk eyang putri, eyang kakung, papa mertuanya, dan mama mertuanya. Tidak ada pembicaraan apa pun yang terlibat kecuali Papa Sasongko yang sedikit panik ketika melihat dirinya berada di atas kursi roda.
Sebenarnya luka tembak Hestama tidak terlalu parah sebab pria itu hanya terkena peluru yang menyerempet di lengan kirinya. Hestama juga masih sepenuhnya sadar ketika dibawa ke rumah sakit meskipun wajahnya terlihat pucat pasi.
“Hestama akan baik-baik aja kok, Pa. Papa tenang aja,” ujarnya menenangkan mertuanya yang tampak gusar memandang pintu ruangan yang tertutup.
Papa Sasongko tersenyum, pria itu berjalan menghampiri menantunya. Dia sudah banyak mendengar perihal hubungan Haruna dan putranya setelah pulang dari Amerika Serikat. “Papa benar-benar minta maaf ke kamu.” Beliau membisik pelan.
Haruna mengangguk. “Tidak apa-apa, Pa. Haruna tahu Papa pasti mengusahakan yang terbaik di paviliun. Tapi tetap keputusanada di tangan eyang.” Dia tahu semuanya tak akan berjalan semudah itu. Apalagi eyang dan mama masih enggan melihat dirinya. Mereka hanya menatapnya sekilas tanpa kata lalu membuang muka.
“Jangan dimasukin hati kalau mama dan eyang masih belum menyapa Haruna. Mereka hanya sedang merasa malu bertemu dengan kamu,” lanjut Papa yang membuat Haruna tersenyum tak mengerti.
“Lambat laun mereka pasti akan menerima kamu. Apalagi ada darah keturunan Hestama yang sedang kamu kandung.”
Haruna menyentuh perutnya yang sudah menampakkan baby bump. Dia sedang menggunakan pakaian rumah sakit namun perutnya masih tetap terlihat menonjol dan terletak dibalik jubah biru yang ia kenakan.
Suara pintu berderit seiring dengan beberapa petugas medis yang keluar. Orang-orang bergerak maju untuk mendapatkan informasi. Eyang dan Mama mertuanya yang sedari tadi terlihat panik mengembuskannya napas lega ketika mendapati kabar Hestama yang sudah membaik.
“Ma biar Haruna yang masuk dulu,” tegur Papa Sasongko ketika melihat istri dan ibunya hendak bergerak masuk.
“Tapi aku mamanya, Pa.”
“Biar istrinya dulu.”
“Calon mantan istri,” ralat Arumi.
Papa Sasongko tidak menghiraukan ucapan istrinya. Beliau mendorong pelan kursi roda Haruna untuk mendampingi. Lalu setelahnya beliau izin untuk undur diri membiarkan dua anak manusia itu menyelesaikan apa yang seharusnya diselesaikan.
Kepergian Papa Sasongko meninggalkan keheningan yang cukup panjang untuk mereka berdua. Dua orang yang menyimpan banyak hal di kepalanya itu hanya saling memandang tanpa mengeluarkan kata. Hestama berbaring lemah di atas brankar dengan lengan kiri yang diselimuti perban putih. Sedangkan tangan kanannya ada selang infus yang membuat gerakannya sangat terbatas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love And Hurts (SELESAI)
General FictionCinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian. Ketika kata cinta datang terlambat, semuanya hampir tidak selamat. "Saya membebaskan kamu sekarang. Mulai hari ini terserah kamu mau melakukan apa sebab saya tidak akan peduli dengan...