Cerita tentang sepasang kekasih yang terpisah karena sesuatu, dalam waktu beberapa tahun mereka hidup masing-masing di negara berbeda. Mencoba saling melupakan meski sesekali kenangan di antara mereka muncul menyapa. Hingga suatu hari takdir mempert...
Di negara bagian Amerika Serikat seperti California, kota-kota yang terlelap pada jam sebelas malam bisa dibilang sangat mustahil. Los Angeles, San Francisco, Chicago, Las Vegas, New York, dan kota-kota lainnya selalu terjaga hingga menjelang pagi. Namun itu tak berlaku bagi sebuah kota kecil di pesisir pantai bagian selatan bernama Rocky Beach. Kota itu adalah sebuah anomali di California yang sering dijadikan lelucon oleh para pemuda.
"Rocky Beach sangat membosankan."
"Tak banyak hal menarik yang bisa dilihat di sana."
"Hanya pantai berbatu itu yang menjadi satu-satunya alasan mengapa wisatawan mau datang berkunjung. Itu pun juga tidak banyak yang datang."
"Perbukitannya lebih mirip tempat alien mendarat dengan UFO-nya. Di musim semi pun tetap tak terlihat menarik."
Dan berbagai pernyataan lain yang bisa dibilang cukup merendahkan. Tapi siapa peduli dengan semua itu? Bagi seorang Jiang Ning, kota kecil ini sangat istimewah untuknya. Saat pertama kali melihat dunia, dia sudah menghirup aroma lembab udara pesisir Rocky Beach. Dia tidak pernah bertanya pada ayah dan ibunya, mengapa memilih tinggal di sini meski tempat kerja mereka ada di Los Angeles. Sejak kecil dia tumbuh dengan mencintai Rocky Beach, dan sampai kapan pun hal itu tak akan berubah sama sekali.
Jadi tak mengherankan jika jalanan Rocky Beach sudah lengang di atas jam sepuluh malam. Toko-toko, restoran, kafe, dan tempat perbelanjaan sudah banyak yang tutup. Kelab-kelab yang beroperasi di malam hari amat jarang di sini.
Kebanyakan orang sudah mendekam dalam rumah masing-masing, menikmati waktu beristirahat atau berbagi momen hangat bersama keluarga. Ada juga beberapa orang yang menghabiskan malam di pinggir pantai, menikmati pemandangan menyenangkan sambil bercengkrama. Kebanyakan pemuda-pemudi tanggung yang menyukai kebebasan.
Jiang Ning tak seperti pemuda-pemudi itu. Dia hanya ke pantai beberapa kali ketika sedang penat dan butuh menyegarkan pikiran. Itu pun tidak sampai larut malam. Berprofesi sebagai arsitek membuat waktunya lebih banyak tersita untuk pekerjaan. Bahkan di jam-jam istirahat seperti ini, dia masih harus berkutat dengan desain di depan layar monitor dalam kamarnya. Sepasang netranya yang dibingkai kacamata tampak fokus, wajahnya yang khas Asia begitu serius memeriksa setiap detail proyek yang ada.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.