•🦋• Special Chapter : Cerita Kita Di Cerita Lain

997 62 22
                                    

•🎼• Kamu, Aku, Cinta dan Kutukan

•🎼• Kamu, Aku, Cinta dan Kutukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••oOo••

Seorang gadis berusia sekitar 15 tahun tampak mengamati seekor kupu-kupu biru cantik yang terbang di sekitar bunga di halaman luas kediamannya.

Halaman yang di tumbuhi bunga dan pohon Cendana yang rimbun.

Gadis itu tersenyum ceria saat mengamati semua bunga itu. Ia menanamnya sendiri dengan kedua tangannya, menyiram dan merawat semua bunga di kebun ini.

Ketika sedang asyik menyiram bunga mawar merah favoritnya, tiba-tiba seorang wanita paruh baya yang berseragam pekerja di rumah ini memanggilnya, membuat si gadis menoleh dengan cepat.

"Nona Gentala, Tuan Besar memanggil anda. Beliau ingin bicara dengan anda di ruang kerja."

Gadis cantik bernama Gentala itu tersenyum penuh semangat. Setelah berbulan-bulan tidak bertemu sang Ayah, akhirnya hari ini ia bisa bicara berdua dengan Pria itu.

"Sungguh? Aku akan segera kesana."

Tanpa membuang banyak waktu, Gentala langsung meletakkan alat penyiram tanaman miliknya, lalu langsung berlari menuju ruang kerja Tuan Mahatma, sembari sedikit mengangkat gaunnya agar tidak tersandung.

"Nona, jangan berlari di dalam rumah!"

Para pelayan yang melihat tingkah nona mereka hanya bisa menggelengkan kepalanya pasrah. Sudah sering mereka menegur gadis cantik ini, tapi memang Gentala lah yang bebal.

Begitu sampai di depan ruang kerja Ayahnya, Gentala langsung membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Ia bahkan langsung berteriak kencang memanggil ayahnya.

"Ayah!" Pekik Gentala saat membuka pintu dan dapat menemukan sosok pria setengah baya yang tengah membaca dokumen.

"Apa kau berlarian di dalam rumah lagi?" Tanya Tuan Mahatma saat melihat keringat mengucur deras di pelipis satu-satunya putri di keluarga Mahatma.

Saat di tanya dengan tatapan datar dan nada bicara kelewat dingin oleh sang Ayah, Gentala hanya menampilkan cengiran manis yang memperlihatkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi.

"Hehe, maafkan saya Ayah. Saya sangat senang saat mendengar Ayah ingin bicara dengan saya."

Tuan Mahatma menghela nafas. "Lain kali jangan seperti itu lagi."

Karena jelas sikap Gentala tidak menunjukkan keanggunan seperti seorang perempuan seharusnya.

"Baik!" Ucapnya penuh kepatuhan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

At The End Of My Time | NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang