Adhira Pindah

948 37 8
                                    

Langit pagi ini sangat cerah, begitu pula dengan hati pasangan suami istri yang usia pernikahannya kini hampir menginjak pada tahun ke lima. Tidak ada yang mudah ketika harus berhadapan dengan lika liku sebuah rumah tangga. Tetapi, kembali lagi pada bagaimana cara sang tuan dan puan untuk mempertahankan yang utuh agar tidak runtuh.

Sudah dua minggu sejak kepulangan Salsa dari rumah sakit. Setelah istirahat total selama itu, Salsa sudah sangat sembuh untuk memulai aktivitas tanpa harus khawatir akan anak yang ada dalam perutnya. Tinggal berhati-hati pada setiap pergerakannya saja. Sehingga hari ini Salsa akan kembali masuk ke kantor untuk bekerja.

Seperti biasa, setiap pagi Lian akan menyuapi Salsa sarapan. Semenjak hamil, Salsa sangat jauh dari kebiasaannya. Ia lebih mudah menangis, manja dan banyak mau. Tetapi yang di sekitarnya tidak heran lagi karena dulu saat hamil pertamanya Salsa juga seperti itu.

"Kalo gini terus, bisa-bisa mama tinggal di jakarta terus sampe Salsa lahiran." Mama Lian mengecup dahi anak dan menantunya, lalu bergabung untuk sarapan.

"Mending mama pindah ke Jakarta aja. Masa mau LDR terus sama papa." Ucap Lian dengan tangan yang sudah bergerak mengambil nasi dan lauk untuk ibunya.

"Makasih sayang. Mama itu mau tinggal disini, kakak kamu yang nggak mau. Kan mama nggak bisa jauh dari cucu, jadi mama yang ngalah tinggal di medan. Lagian Syarla juga belum lulus kuliah."

"Ma, tinggal disini terus ya sampe anak Caca lahir."

"Telan dulu sayang makanannya." Lian mengusap lembut pipi Salsa yang mengembung.

Perempuan itu segera menelan makanannya dan lanjut berbicara.

"Kalo mama atau bunda disini, rumahnya jadi rame. Nggak sepi kayak biasanya, cuma ada Caca, Lian, sama bibi doang. Nabila juga pindah-pindah, kadang di rumah caca, kadang di rumah bunda. Apalagi kalo Lian lembur atau keluar kota, sepi banget."

Suami dan ibu mertuanya terkekeh mendengar keluhan Salsa pagi ini.

"Iya, mama disini terus gantiin bunda. Jadi, Caca harus nurut sama mama. Kalo kerja harus inget waktu, jangan kecapean ya nak. Kasian kamu sama anaknya."

"Dengerin kata mama. Batas kerjanya sampe jam 4 ya, habis itu langsung pulang."

"Kalo butiknya lagi rame banget sampe jam 8 malem ya?" Salsa menaik turunkan alis, berusaha nego pada suaminya.

"Nggak, disana masih banyak karyawan kamu."

"Yaudah iya."

Mereka melanjutkan sarapannya dengan perasaan yang begitu indah. Berharap setiap hari akan merasakan seperti ini tanpa harus ada yang merusaknya.

***

Kebohongan yang kesekian. Rasanya berbohong akan menjadi hal biasa yang akan dilakukan oleh Lian. Dua minggu lalu, setelah bunda Salsa menyampaikan desakan halusnya pada Lian, laki-laki itu benar-benar membawa Adhira pergi dari Jakarta. Bukan ke Bandung melainkan ke Jogja karena Adhira yang memintanya. Dan selama dua minggu itu Lian belum sempat mengunjungi Adhira karena sibuk mengurus Salsa. Selain karena Salsa yang baru saja sembuh, rasanya ia juga takut kalau ibu mertuanya harus kembali menaruh curiga.

Hari ini, sebenarnya Lian sudah memiliki niat untuk ke Jogja. Ia bahkan sudah membeli tiket pesawat sebelum perempuan itu mengirimkan pesan permintaan untuk Lian segera mengunjungi rumahnya. Dan tentu saja, Lian membeli dua tiket karena ia harus mengajak Aro. Namun, tadi pagi entah mengapa rasanya Lian ingin sekali menggoda Adhira agar marah dengan mengatakan seolah ia tidak bisa kesana.

"Ihhh sukanya bikin orang naik darah." Itu yang dikatakan Adhira saat membuka pintu dan Lian sudah berada di depannya. Tentu saja dengan tangan yang mencubit perut suaminya.

Sedekat Detak dan DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang