Rumah Sakit

1K 47 13
                                    

"Aro?" Laki-laki itu segera menghampiri sumber suara.

"Caca udah bangun? Butuh apa? Mau makan atau minum?" Tawaran itu ditolak semua oleh Salsa.

"Lian mana?"

"Dia lagi jalan kesini, baru tadi dia bales pesan aku."

Salsa mengangguk pertanda bahwa ia paham. Mungkin suaminya terlalu sibuk memeriksa lembaran-lembaran yang sangat tebal. Sampai Lian lupa bahwa saat ia meninggalkan Salsa, perempuan itu belum selesai dengan rasa sedihnya.

"Masih mual, Ca?"

"Udah nggak kok. Tadi dokternya bilang apa aja?"

"Kamu kecapean sama terlalu banyak pikiran. Ca, mulai sekarang berhenti buat mikirin sesuatu yang nggak terlalu penting. Kasihan bayinya kalo isi kepala ibunya terlalu berisik."

"Iya, bawel banget kayak burung beo." Salsa terkekeh mendengar Aro yang mulai cerewet.

Kalau Salsa harus mengurutkan laki-laki yang saat ini selalu menjadi tameng bagi dirinya, mungkin Aro akan berada pada urutan ketiga setelah Ayah dan suaminya. Dulu sebelum Salsa menikah, Aro sudah pasti menduduki peringkat dua. Tapi semenjak ada Lian, posisi Aro tergantikan.

"Si brengsek juga nggak dateng-dateng. Aku sengaja Ca nyuruh nabila jaga rumah dan aku jaga kamu disini. Biar kalo si anjing itu dateng bisa langsung aku pukul."

"Ro, jangan kasar sama Lian, kan dia suami aku. Masa tega sih buat jahat ke Lian."

"Masalahnya dia ninggalin kamu padahal tau kalo kamu lagi sedih, Salsa."

"Dia ke kantor lagi juga karena sidang tadi pagi."

"Nah itu yang bikin aku kesel, kalo tau kamu sedih karna kebawa perasaan sama putusan itu, harusnya Lian bisa nyuruh aku atau yang lain biar dia tetep di rumah jagain kamu."

"Iya Aro,,, maafin Lian ya. Nanti aku masakin ayam suwir deh biar kamu nggak marah lagi sama Lian." Salsa menepuk berulang pundak Aro dengan pelan seperti menenangkan anak kecil yang sedang marah.

Seperti itu hubungan Salsa dan Aro, layaknya kakak beradik kandung padahal sudah jelas orang tuanya saja berbeda. Keluarga Salsa sangat mengenal Aro dan begitupun sebaliknya. Aro dan Salsa akan terlihat begitu berwibawa di luaran sana, terlebih saat berkutat dengan pekerjaannya. Tetapi semuanya runtuh saat mereka sudah bersama. Waktunya saja yang bergantian siapa yang hari itu akan lebih manja. Dan Lian, sama sekali tidak pernah marah akan hal itu karena Salsa dan Aro sangat mengerti batasan pertemanan mereka.

***

Siapa lah Lian sampai harus dipaksa untuk bisa tahu jalan mana yang benar. Siapa lah Lian sampai harus mengerti semua perasaan orang di sekitar. Sama seperti yang lain, Lian juga manusia yang terkadang larut dalam egonya, sampai lupa bahwa menuruti kepuasan ego hanya akan membuat hidupnya semakin tidak tertata. Tetapi, tiap-tiap apa yang sudah Lian perbuat, dia selalu berusaha berani untuk bertanggung jawab.

"Lepasin Salsa kalo emang lo udah nggak sayang dia."

"Gue dapetin Salsa dengan banyak air mata,nggak mungkin gue lepasin."

Lian dan Aro kini berada di sebuah taman rumah sakit. Beberapa menit lalu saat Lian datang, Salsa sudah kembali masuk dalam mimpinya. Bagaimana tidak, Lian datang satu jam setelah pesan dari Aro terbaca. Padahal dalam pesan itu tertulis 20 menit waktu Lian untuk sampai di lokasi yang sudah dikirimkan.

"Gue tau lo nggak ke kantor. Kemana? Ke rumah cewe yang nggak tau diri itu?" Ucap Aro santai dengan rokok yang sudah menyala di sela jarinya.

"Adhira istri gue juga, berhenti buat ngomong yang nggak bener soal dia."

Sedekat Detak dan DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang