Salsa ke Jogja

1K 42 3
                                    

"Ini koper isinya apa sih, Ca?"

"Kamu udah nanya ke dua puluh kali."

"Yaudah makanya jawab."

"Nanti juga tau. Ayo cepetan taksinya udah nunggu."

Salsa dan Aro sudah di tempat tujuan, Jogja. Benar Salsa mengajak Aro ke kota itu. Sudah jelas perasaan Aro tidak tenang sejak dari bandara Jakarta. Sebisa mungkin ia menetralisir rasa gugupnya namun tetap saja tidak bisa. Belum lagi Salsa yang meminta bantuan Aro untuk membawakan sebuah koper namun tidak diberitahu isinya apa.

"Yang jelas bukan baju." Jawab Salsa saat pertama kali Aro bertanya.

Keduanya menaiki taksi dengan Salsa yang terus menatap ke arah luar mobil.  Ingin sekali Aro memastikan keadaan Salsa namun ia sendiri tidak berani.

"Di bengkel depan berhenti sebentar ya, Pak." Pinta Salsa pada supir taksi dan diiyakan.

Aro tidak ikut turun karena Salsa melarangnya.

Dan kini keduanya sampai pada sebuah rumah yang cukup Aro kenali. Benar, ia pernah diajak kesini oleh Lian. Hatinya semakin gusar, sesekali menatap Salsa yang kini sudah memakai kacamata hitam. Entah untuk menyembunyikan apa dari balik kacamata itu.

Gerbang itu langsung dibuka oleh satpam penjaga. Lalu menanyakan siapa yang ingin ditemui oleh Salsa. Namun bukannya menjawab, Salsa justru memberikan beberapa lembar uang yang ia ambil dari tasnya.

"Nggak usah banyak omong."

Degup jantung Aro semakin berdebar tak karuan. Ia sangat mengenali perempuan itu. Perempuan yang menjadi alasan kenapa sampai saat ini ia tidak ingin memiliki pendamping. Takut kalau istrinya nanti tidak mengizinkan dirinya bertemu dengan Salsa.

"Ca?"

"Jangan kasih pertanyaan kenapa kalo nggak mau liat aku nangis."

"Oke. Ayo aku temenin ke dalam." Aro menggenggam pergelangan tangan Salsa lalu berjalan menuju pintu masuk.

Pintu rumah terbuka setelah tiga kali Salsa memencet bel. Disana berdiri seorang perempuan yang saat ini ingin sekali Salsa terkam. Namun, bukanlah Salsa kalau harus main tangan. Ia tidak mau dirinya ternodai dengan menyentuh perempuan itu. Kecuali jika dirinya sudah terpojokkan.

"Salsa?"

"Kenapa? Kok panik?"

"Ah nggak, ayo masuk."

Salsa dan Aro mengikuti sang pemilik rumah lalu duduk berjejer disatu sofa, sementara pemilik rumah duduk di seberang dengan pembatas meja tamu.

"Berapa?" tanya Salsa.

"Apa?" Perempuan itu bingung dengan pertanyaan Salsa.

"Saya tanya sekali lagi, berapa?"

"Berapa apanya?"

Mereka saling melempar pertanyaan, saling menatap meskipun manik mata Salsa terhalang oleh kacamata hitamnya. Salsa menarik nafas lalu mengeluarkannya perlahan sebelum memulai bicaranya,

"Berapa harga diri tante sama anak tante?" Dengan suara yang begitu santai lalu melepas kacamatanya.

Benar, yang ada di depan Salsa dan Aro sekarang bukanlah Adhira melainkan ibunya. Tangan Salsa menarik koper yang ia bawa lalu meletakkan di atas meja. Jemari lentiknya membuka koper perlahan dan,

"Ada dua miliar. Boleh saya nego satu miliar buat dua orang? Atau harga pas?"

"Kamu jangan kurang ajar sama orang tua. Datang kesini cuma bikin onar. Sana keluar!" Geram perempuan yang umurnya sepantaran bunda Salsa.

Sedekat Detak dan DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang