chapter six

35 30 1
                                    

“iya nih kita denger langsung dari pak Hendri, makanya kamu cepet sembuh yaa!”
“InsyaAllah, aku udh mendingan kok kalian tenang ajah, titip salam juga buat pak Hendri maaf belum bisa ketemu langsung dengan beliau kemarin.”
“gak papa kok, santai ajah!”
Elfi menaruh mapnya di samping tubuhnya lalu diambil oleh Rara untuk di atas ke meja belajarnya.
“El, kalo gitu kita pulang dulu yaa, soalnya ada urusan di rumah.” pamit Yoga.
&&&
Aca dan Rara pagi ini sudah berada di rumah Elfi karna Hida sedang lembur untuk persiapan acara launching produk baru di butik. Mereka membantu menyiapkan makanan dan obat-obatan yang dibutuhkan oleh Elfi. Belum juga selesai ternyata Elfi turun dan ikut ke dapur.
“non ngapain ke sini? Kalo butuh apa-apa biar mbak bawakan ke kamar?” tawar Mbak Lia yang melihat Elfi berjalan ke dapur.
Elfi melenggang dengan menampilkan senyum lebarnya. Mendengar celoteh Mbak Lia, Aca dan Rara segera melihat.
“duh ngapain sih loo kesini?” kelih Rara.
“gak papa kok, aku cuman bosen ajah di kamar diem doang?”
“ya elah, namanya juga orang sakit!” seru Aca yang kini mendekat ke meja lobi tepatnya di samping Elfi yang duduk, membawa nampan berisi sandwich dan susu. “makan gih!”
“makanya non, nyari cowok yang ganteng dan perhatian biar kalo sakit ditemenin, hihihi,” ledek Mbak Lia yang sedang membereskan alat-alat di meja lobi.
“mbak,” Elfi melolot ke arah Mbak Lia yang tadi meledeknya.
“gak boleh mbak! Dia gak butuh cowok, Elfi udah punya kita, iya ka?” ucap Aca datang merangkul bahu Rara dan Elfi dengan kedua lengannya bersamaan.
“iyaaaa,” jawab Rara seraya melepaskan rangkulan itu karna dia harus membawa nampan dan piring kotor bekas sandwich yang sudah dimakan Elfi itu ke dapur.
Elfi hanya ketawa kecil menimpali kelakuan kedua temannya itu. Kalau dipikir-pikir lagi sih, mungkin benar Elfi sudah cukup memiliki Aca dan Rara yang selalu ada buat dia, ditambah lagi onty Hida yang seperti ibunya sendiri. Dia punya ayah yang pengertian dan baik hati ditambah lagi ART dan satpam di rumah layaknya keluarga yang selalu menghibur nya saat ayahnya tak pulang dari kantor. Seharusnya dia sangat bersyukur, mungkin di luar sana banyak menginginkan kehidupan seperti Elfi belum lagi dia termasuk keluarga konglomerat yang nihil keinginannya tidak terbeli.
“permisi!”
&&&
“denger yaa! Jangan pernah lo temui Elfi tanpa seizin gue!” tegas Aca dengan tangan melipat di dadanya penuh wibawa.
“please, Ca! Gue khawatir banget sama kondisinya Elfi. Izinin gue ketemu bentar, ajah!” dengan wajah memelas itu Vandi gunakan untuk merayu Aca agar bisa bertemu dengan Elfi.
Aca menarik nafas berat. “gak! Mending lo pulang sekarang! Sebelum gue naik pitam!”
“jahat banget sih, Ca. Please!”
“lo itu bahaya buat Elfi, jadi sebelum Elfi benar-benar sembuh, lo gak gue izinin ketemu sama Elfi, paham!”
“ya udah deh, salam yaa buat Elfi, istirahat yang cukup! Gue pulang dulu, assalamu'alaikum!” pamitnya yang langsung melenggang pergi naik motornya dan melaju di jalanan.
Selama dijalan pikiran Candi tetap pada Elfi. Padahal dia ingin memberi tahukan jika proposalnya sudah diterima oleh kepsek. Tapi dia lupa jika dirumah Elfi masih ada Aca dan Rara sehingga tujuannya tidak tersampaikan. Padahal dia sudah memberi tahukan pada Elfi jika dia akan berkunjung tapi belum ada balasan sehingga dia terburu-buru untuk masuk ke rumahnya.
Dddrrrtttt.....
Vandi memarkirkan motornya untuk mengangkat ponselnya yang berbunyi. Ternyata nama pemanggil tercetak jelas nama Devi. Timbullah rasa malas untuk sekedar mengangkat panggilan yang mungkin akan berisi pembicaraan yang tidak penting menurut nya. “matikan saja!” dia pun menonaktifkan ponselnya.
Niat awal ingin pulang tapi kalutnya pikiran akan membuat masalah baru di rumahnya, dia pun memutuskan untuk mampir ke basecamp geng Vegas. Dia pikir disana sepi karna ada turnamen sore ini di GOR Dua Sejati, antara tim futsal SMA Nusa Pelita dan SMA Gugus 45 tetapi, nyatanya disana terparkir motor teman-temannya. Tanpa ragi dia pun masuk dengan menenteng helmnya hingga ke dalam.
“wah, panglima gue udah dateng nih, bos. Huhuhu.....,” ucap Akmal sambil bersiul candu.
“dari mana lo? Kusut bet dah tuh muka kek cucian!”
“hiyaaaa, cucian lama dianggurin!”
“kelamaan jomblo gak sih?”
“iyee bener, keriput jomblo, hahahahha.”
Ledekan teman-temannya tak dia gubris satupun, pikirannya sedang berkecamuk dan hampir gak bisa marah. Mau mengalahkan siapa? Kecerobohannya sendiri juga melewatkan informasi tentang Aca dan Rara.
“padahal gue pengen liat senyum lo, El. Tapi, ahhh sudahlah! Bodohnya aku tak melihat kondisi di rumah. Maafin aku yaa El!” batinnya tak henti menderu sesal tentang senyum yang harusnya dia lihat tadi berakhir cemas pada dirinya sendiri.
“woy!" Yoga menepuk paha Vandi menyadarkannya dari lmaunannya itu.
Dia tak ingin merespon tapi reflek kedua tangannya menyapu rambutnya kasar dari belakang ke depan dan terdengar erangan halus. Nafasnya juga tak stabil akibat berpacu dengan emosi juga penyesalan yang menyatu.
“lupain emosi lu, brother!” Akmal menepuk pundak Vandi, spontan dia meraung singkat.
&&&
“El, mending lo ke kamar ajah!”
“loh, kenapa? Aku bosen di kamar,” keluhnya dengan wajah murung dan bibir manyun layaknya bebek.
“biar gak terlalu lama kena angin, nanti lemes lagi loo!” bujuk Aca.
“hmmm, ya udah deh, aku ke kamar dulu,” keluhnya menyerah karna tidak akan menang juga berdebat dengan mereka. Sekalipun Elfi tau ada yang sedang mereka sembunyikan, dia hafal betul kelakuan dia sahabatnya itu. Kali ini dia mengalah saja, toh mereka selalu melakukan yang terbaik buat dirinya. Dengan pasrah dia berjalan menuju ke kamarnya.
“hufftt... Kamar yang membosankan.” dia duduk dengan kasar di kasur lalu menelentangkan tubuhnya, membiarkan kakinya mengantung dipinggir kasur.
Tiba-tiba dia teringat ponselnya, dia merongoh ke tengah kasur dan membuka layar ponselnya. Dia menemukan notifikasi pesan dari Vandi.
“apa tadi yang datang itu Vandi?” batinnya menebak-nebak saja.
Dia pun membuka pesan itu ternyata Vandi memberitahukan bahea dirinya sudah sampai di depan rumahnya.
“haduuu, ternyata bener yaa, mereka gak mau aku ketemu sama Vandi.” bisiknya sendiri.
Dia membalas pesan Vandi dengan meminta maaf karena tidak sempat membalas pesannya. Namun belum juga chat balasan itu muncul.
“lama banget sih,” keluhnya sendiri sejak bolak balik ponselnya menunggu notifikasi dari Vandi.
Saking asyiknya melamun saat menunggu notifikasi itu, dia pun tertidur tanpa sengaja. Asyik sekali hingga dia panik dn entahlah sudah ga ida!!!
“astaga visa gitu dah.”
&&&
“udah laaa,”
“tenang aja brother, kita selalu ada di garda depan buat dukung lo!”
“heh mulut cewek, bahasa lo itu kurang tepat.”
“dih dasar aki-aki tukang marah!”
“udah dong, kasian tuh Vandi.” Yoga mencoba membuat mereka berhenti berdebat.
Yoga duduk di samping Vandi dan mencoba untuk menenangkan dia. Cuma Yoga yang mengerti sakit yang dialami oleh Vandi, dan dia yang tau mengapa Vandi menjadi seperti ini.
“lo kenapa?”





Wah maaf ya up nya lambat soalnya banyak tugas kampus

Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar yaaaa
Terimakasih

Stay tuned

Terhalang Dendam (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang