Chapter 12

17 13 1
                                    

Hari-hari berlalu begitu banyak hal menantang untuk mendapatkan impian masa muda. Seperti mereka yang sedang mencari lebel dan kerja sama untuk kegiatan mereka. Di tengah gempuran tugas dan ulangan yang bersahutan mereka masih begitu semangat.
“El, kamu kebagian tugas yang mana?”
“Tadi saya disuruh buat desain panggung acara, kenapa kak?” jawab Elfi yang berkutat dengan ipad dan laptop yang terpajang di atas mejanya.
“Tidak usah! Mending kamu buat desain ruangan yang nantinya akan menjadi pusat perhatian. Atau tempat jualan, tempat kerja seperti cuting dan lainnya itu biarkan di tempat kita biasanya.” Ali menjelaskan beberapa ruangan yang akan digunakan dan menjadi ruangan mereka kedepannya.
“Oh berarti saya desain ruangan yang mana kak?”
“Di ruangan ini akan tembus ke sana yang akan menjadi ruangan utama. Kamu tau kan apa saja yang kita butuhkan?”
“Iya kak, tadi Kak Zean sudah memberikan listnya.”
“Kalo begitu saya tinggal ya? Semangat!” Ali pun pergi meninggalkan Elfi di ruangan itu.
Elfi berkeliling dan sedikit mengukur ruangan itu untuk menemukan inspirasi desain dan tata letak meja juga peralatan lainnya. Beberapa saat setelah dia keliling ruangan itu sedikit menggeser kadang menyeret beberapa tempat membuat dirinya menemukan inspirasi baru. Kemudian dia pun langsung kembali berkutat dengan ipadnya.
“Nah, kayaknya gini bagus deh, nanti aku kirim ke kak Ali.” Elfi pun berdiri niatnya ingin kembali duduk ke kursi kerjanya agar bisa menyalin data desainnya ke laptop. Tapi,....
“Oh my god!” teriak Elfi yang terperanjat melihat keberadaan Rara di belakan mejanya sedang melukis.
“Apaan sih?” respon Rara biasa saja karena sudah tau pergerakannya. Dari tadi dia sudah di sana hanya saja Elfi terlalu fokus sehingga tidak sadar.
“Eh, kamu tuh yaa ngagetin ajah! Untung jantung aku gak copot,” guraunya sambil dia berjalan menuju ke mejanya.
“Kamu itu terlalu fokus sampek gak sadar aku disini.” Rara meletakkan pekerjaannya. “Eh, gimana hasilnya? Pengen liat dong!” antusiasnya.
“Sini!”
&&&
Pagi ini Vandi sengaja menitipkan surat dispensasi mengatas namakan kegiatan sekolah yang akan mendatangi kantor papanya. Informasi ini dia dapatkan dari Yoga yang akan berangkat bersama Zean perihal pemenuhan kontrak proposal yang sudah masuk. Dia sendiri tidak berangkat dari sekolah melainkan menunggu rombongan di kantor langsung.
“Gabut, ngapain ya?” Vandi memainkan ponselnya lalu teringat satu hal. “Nah ini cantik.” Dia memandangi layar ponselnya yang menampilkan foto seorang cewek. 

Flashback
Malam begitu tenang untuk memutar keindahan alam beserta ciptaan Tuhan lainnya. Jam kuno rumah Vandi baru saja berdentang sepuluh ketukan memberikan informasi jika jam sudah menunjukkan pukul 10. Vandi yang tadi berkutat dengan tugas sekolah kini sudah berkemas untuk tidur. Kamar yang rapi menunjukkan hatinya yang gembira. Setelah menata peralatan sekolah untuk besok dia merebahkan tubuhnya di kasurnya.
Awalnya kamarnya terang, dia mematikan lampu kamar mengganti lampu tidur. Sekejab hanya temaram yang ada. Nuansa luar angkasa penuh dengan taburan bintang dan lampu hias yang penuh warna. Sekejab dia teringat sebuah ide yang perlu di lakukan.
“Oke saatnya kita liat bidadari ku. Apa dia sudah tidur?” Vandi melihat tulisan online di informasi chatnya.

“Kangen banget sama kamu El, kamu sibuk terus,” celotehnya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kangen banget sama kamu El, kamu sibuk terus,” celotehnya sendiri. “Mau nggak yah kira-kira kalo aku minta pap nya dia?”

“Tuh kan, dia gk mau!” sungutnya saat melihat jawaban chatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Tuh kan, dia gk mau!” sungutnya saat melihat jawaban chatnya. Sedikit dia merasa putus asa, namun.......
Ting...
“Yes!” harapannya kembali. Dia menunggu dengan penuh harap jika tidak ada harapan yang palsu kali ini.  Setelah notifikasi kedua, benar sekali.

Ternyata dia mengirim sebuah foto walaupun tidak terlihat sempurna bentuk wajahnya. Namun hal itu sudah membuat Vandi hampir tantrum melihat foto itu.
Flashback

“Woy!” sebuah suara beserta tepukan yang terasa di bahu Vandi membuatnya terperanjat dan refleks mengantongi ponselnya. “Senyum-senyum kek orgil!”
“Eh, kalian baru dateng?” kata Vandi mengalihkan dirinya yang sedikit salting.
“Apaan dah, salting gini?” goda Yoga sambil mengejeknya.
“Apaan salting kenapa? Gak lah itu cuman efek terkejut ajah sih,” elaknya yang masuk ke akal pikiran mereka.
“Lo kok bisa tau kita mau kesini?” tanya Zean yang sedikit curiga.
“Yah kan dulu gue sering main-main ke sini pas kecil soalnya ayah gue tukang kebunnya.” Merendah dulu yaaa biar gak ketinggian kayak Zean.
“Oh gitu!”
“ya udah yuk masuk ajah, hair gak molor!”
&&&
“Sini! Liat tuh!” Elfi memperlihatkan hasil desainnya pada Rara di mejanya.
“Keren banget, gue suka!” responnya. “Terus gimana kata Kak Ali?”
“Belum aku kirim, ini masih proses.”
Rara menarik kursi di sampingnya untuk duduk di dekat Elfi. “Aku mau tanya satu hal serius sama kamu! Jawab yang jujur!”




Penasaran kenapa mereka sedekat itu sekarang.
Apa kita lapor ajah ke Aca?

Setuju gak sih?
Silahkan kita rembukkan di kolom komentar yaaa

Stay tuned guys
Happy reading dan Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar yaaaa
Terima kasih

Terhalang Dendam (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang