"A-APA ...!? MAMA AKAN MENIKAH LAGI...?"
Riani memekik histeris setelah mendengarkan perkataan sang mama, tepat di hari kelulusannya. Riani yang masih mengenakan jubah wisuda dan toga di atas kepalanya itu benar-benar terperanjat. Hal seperti ini bahkan tidak pernah terlintas dalam pikirannya sedikit pun.
Sang mama -Liliana, membuang napas kasar. "Memangnya ada yang salah, kalau mama mau menikah lagi?"
Riani tak bisa berkata-kata. Gadis cantik dengan wajah oriental itu menatap nanar pada Liliana.
"T-tapi, Ma ...."
"Toh, sekarang kamu sudah wisuda. Kamu akan memiliki kehidupan kamu sendiri, bekerja dan mencari pendamping hidup kamu juga." Liliana memotong perkataan Riani.
Riani memijit pelipisnya, lalu berkacak pinggang menatap Liliana lagi. "Jadi selama ini Mama menahan diri karena aku?"
Liliana yang duduk dibalik meja kerjanya bangun berdiri. Berjalan menuju jendela kaca besar di belakangnya dan berdiri di sana membelakangi Riani.
"Saat itu kamu masih kelas satu SMA. Dua bulan setelah bercerai, Papa kamu bahkan langsung menikah lagi. Sementara Mama fokus membesarkan kamu. Kembali bekerja agar kita bisa bertahan hidup. Awalnya mama mengira bahwa semua akan baik-baik saja. Mama pikir seiring berjalannya waktu... Mama akan terbiasa dengan kesendirian, tapi... Tidak ada yang bisa menebak takdir bukan? Mama dipertemukan dengan dia."
Riani terdiam. Dia memang egois. Riani trauma kehilangan kasih sayang dari sang papa yang lebih memilih wanita lain. Dan sekarang ia merasa takut jika sang mama juga akan mencampakkannya setelah memiliki pasangan yang baru.
Ketakutan yang wajar.
"Dia? Jadi selama ini Mama sudah berhubungan dengan lelaki lain?" suara Riani terdengar melemah.
Liliana berbalik menatap putri semata wayangnya itu. "Lalu mau kamu apa, Riani...? Kamu mau mama terus menunggu papa kamu kembali kepada kita, ha?"
Bibir Riani berkedut menahan tangis. Ia memang selalu memiliki impian seperti itu. Riani ingin kedua orang tuanya kembali bersatu menjadi keluarga yang kembali utuh. Ia selalu memanjatkan doa yang sama setiap kali matanya terbuka di pagi hari. Ia juga terus melantunkan harapannya itu ketika hendak memejamkan mata di malam hari.
"Semua keinginan kamu itu tidak akan pernah terwujud, Riani! Jika papa kamu menyayangi kita... Dia tidak akan pergi bersama wanita itu. Dan satu hal lagi... Dia sudah memiliki banyak anak dari wanita itu dan apa kamu pikir papa kamu masih akan mau kembali?" Suara Liliana terdengar bergetar.
Segala kepahitan itu kembali terasa. Bak membuka luka lama yang masih menyisakan pedih baginya. Sebuah pengkhianatan dari orang yang paling ia cintai. Sang suami nyatanya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Pedih.
Rasa sakit itu masih sama setiap kali iya mengingatnya.
"Tapi kenapa, Ma? Kenapa tiba-tiba Mama ingin menikah? Dan kenapa juga disaat hari kelulusan aku Mama mengatakannya?" Riani menyeka bulir bening yang jatuh di pipinya.
"Semua ini bukan tiba-tiba. Mama sudah lama menjalin hubungan dengan dia. Selama ini dia pun juga sudah sangat sabar menanti ... Dia sudah mendesak mama sejak lama. Harusnya dengan status mama yang seperti ini, Mama-lah yang semestinya mengemis padanya. Dia adalah lelaki yang bahkan belum pernah menikah. Mama sendiri pun juga sudah jengah dengan kesendirian dan kesepian."
"Jadi Mama tetap akan menikah?" tanya Riani.
Liliana meneguk ludah. Hati seorang ibu sebenarnya tidak ingin melukai perasaan anaknya. Dia tidak tega melihat Riani menangis getir seperti itu. Akhirnya Liliana membuang muka, tak sanggup menatap wajah putrinya.
"IYA. Mama akan tetap menikahinya ...."