HARI PERNIKAHAN Liliana dan Dason akhirnya tiba. Pesta pernikahan itu digelar secara sederhana, namun terasa sakral dan khitmat. Semua tamu yang hadir ikut berbahagia. Liliana sendiri tak pernah membayangkan bahwa dia akan menikah untuk yang kedua kalinya.Dulu ia sempat berpikir bahwa kebahagiaan seperti ini tidak akan perdah datang lagi. Liliana yang dilanda trauma pada pernikahan masa lalunya mengalami krisis kepercayaan pada cinta dan juga laki-laki. Dia akhirnya memilih fokus pada karirnya. Fokus pada putrinya, Riani. Liliana berjuang keras untuk membalikkan keadaan finansial. Wanita itu kemudian hanya mencari kesenangan-kesenangan kecil untuk penghibur dari rasa bosan. Walau terkadang ia juga merindukan sentuhan, menginginkan kehangatan. Saat itu Liliana hanya bisa membayangkannya. Tak sekalipun dia menyangka bahwa Tuhan akan mengirimkannya sosok suami kembali.
Dason Stifler.
Lelaki itu sudah mengubah jalan hidup Liliana sepenuhnya. Lelaki angkuh yang tiba-tiba datang ke kehidupan Liliana, dan selalu mengusili wanita itu. Liliana pun tak pernah berharap lebih. Dia hanya ingin bersenang-senang sejenak. Ia juga berpendapat bahwa Dason memiliki keinginan yang sama.
Malam yang panas dan keesokan harinya bersikap seperti tak lagi mengenal satu sama lain. Liliana mengira seperti itu, tapi ternyata dia salah besar. Lelaki itu ingin menikahinya. Sulit dipercaya pada awalnya. Liliana dilanda keraguan, apalagi Dason adalah seorang lelaki kaya raya dan belum pernah menikah sebelumnya. Terbersit rasa minder dan ketidakyakinan. Liliana adalah seorang janda yang lebih tua dari Dason.
Liliana meragu, tapi pernikahan itu nyata adanya.
Setelah resepsi pernikahan selesai, semua tamu beranjak ke halaman belakang hotel tempat pesta itu digelar. Tema yang diusung memang adalah party garden atau pesta kebun.Jamuan mewah nan lezat sudah tersedia. Para pelayan terlihat sibuk melayani semua tamu. Menanyakan apa yang diinginkan dna juga menuangkan minuman untuk mereka.
Liliana dan Dason tampak berseri-seri. Pasangan pengantin itu tak henti mengumbar senyum pada semua tamu yang datang menghampiri untuk memberikan selamat. Semua orang memuji ketampanan sosok Dason Stifler. Semua orang mengelu-elukan betapa beruntungnya Liliana bisa mendapatkan suami kedua yang sempurna.
"Liliana sangat beruntung."
Iya. Aku sangat iri pada mbak Liliana."
"Mbak Liliana memang pantas mendapatkannya. Selama ini dia sudah berjuang sendirian. Dia wanita pekerja keras dan baik."
"Aku turun berbahagia melihat Liliana."
"Semoga pernikahan mereka langgeng sampai maut memisahkan."
Riani tersenyum mendengar bisik-bisik dari segerombolan tamu undangan yang merupakan rekan-rekan sang mama dari perusahaan tempat ia bekerja. Riani beralih menatap sang mama dan Dason yang sudah resmi menjadi ayah sambungnya.
Kedua sudut bibir Riani perlahan terangkat. Dia tersenyum. Riani turut merasa bahagia melihat sang mama. Yah, Riani sekarang mengerti ... bahwa sang mama memang membutuhkan kasih sayang dari lelaki. Sang mama masih membutuhkan sesuatu yang tidak bisa Riani berikan. Kedua bola matanya mulai terasa panas. Riani mendongakkan kepala agar air matanya tidak tumpah.
Dia tidak bersedih. Dia bahagia.
Liliana mengembuskan napas panjang. Dia todak boleh menangis, takut make up-nya luntur. Riani menyeka sudut-sudut air matanya dan kembali mengatur napas. Di tengah-tengah keadaan itu, tiba-tiba Riani dikejutkan oleh sebuah telapak tangan yang menepuk pundaknya dari belakang.
"Riani ...!"
Riani terkejut, lalu berbalik.
"Vee!" Riani tersenyum senang dan langsung memeluk wanita berambut blonde itu.