Riani dan Dason akhirnya tiba di butik yang dituju setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit. Riani turun dari mobil, lalu menatap butik dua lantai dengan gaya arsitektur kuno itu. Bangunannya tua dan khas jaman kolonial. Sepertinya itu memang bangunan tua yang kemudian disulap menjadi sebuah butik. Kesan klasik pun begitu terasa. Riani melihat setelan baju-baju pengantin di patung yang berjejer di balik kaca.
Dason keluar dari mobil. Memencet kunci mobil hingga mengeluarkan bunyi 'BIB' dan kemudian berjalan cuek.
"Ayo masuk! mama kamu sudah terlalu lama menunggu."
Riani mendengkus pelan. "Kenapa dia berubah jutek seperti itu? dasar manusia aneh."
Setelah tertegun beberapa saat, barulah Riani menyusul. Riani memasuki butik itu. Ia di sambut oleh sang mama yang tersenyum ceria dalam balutan baju pengantin sederhana, tapi terlihat elegan. Baju pengantin berwarna putih itu berlengan panjang dengan borkat bermotif bunga. Bagian dadanya rendah dan terbuka di bahu. Menampilkan kulit Liliana yang masih bening dan juga kencang.
Di sisinya, terlihat Dason yang kini menatap calon istrinya itu dengan mata berbinar. Semburat senyum tergurat di wajahnya. Dason menatap Liliana dari ujung kaki hingga kepala dan menyentuh pipi Liliana gemas.
"Kamu terlihat sangat cantik," pujinya.
Riani hanya berdehem dan ikut mendekat. Sang mama pun beralih menatapnya. "Bagaimana menurut kamu, Riani?"
Riani tersenyum canggung. "B-bagus kok, Ma."
Sejujurnya Riani merasa sedikit aneh melihat sang mama dalam balutan baju pengantin. Aura sang mama tampak membuncah. Riani tak pernah melihat sang mama se-bahagia itu. Wajahnya begitu berseri-seri, tampak bercahaya. Tatapan Riani pun beralih pada Dason yang juga tampak sempurna. Dason yang tampan ... Dason yang lembut ... Dason yang gentlement. Dason yang selalu menatap mamanya dengan tatapan penuh cinta.
Sepertinya benar apa yang dikatakan oleh orang-orang. Wanita akan menjadi ratu jika mendapatkan lelaki yang tepat. Riani tertegun menatap kemesraan di depan matanya. Apalagi saat ini Dason tengah memegangi kedua pinggang Liliana. Lelaki itu menempelkan keningnya ke kening Liliana dan terus memuji Liliana.
Riani membuang muka bersama dengan perasaan asing yang menelusup hati.
Apa ini?
Apa dia merasa iri?
Atau ...
Apa dia cemburu?
Riani menggeleng. Berusaha menyingkirkan pikiran gila itu dari kepala.
"Riani ... ayo sana dicoba dulu kebaya kamu!" tukas Liliana.
"Eh. Kebaya?"
"Iya. Coba dulu mana yang cocok untuk kamu," ucap Liliana lagi.
Riani mengangguk. Dia membawa dua stel kebaya ke dalam ruang ganti. Kebaya berwarna putih dan satu lagi kebaya berwarna cokelat susu. Riani mencoba kebaya putih terlebih dahulu. Terlihat pas di badannya. Riani keluar untuk memperlihatkannya pada Liliana.
"Ini yang putih, Ma!" tukas Riani.
Liliana mengangguk-angguk sambil menunjuk bibirnya sendiri. "Pretty .... coba dulu yang satunya untuk perbandingan."
Riani beranjak lagi dengan malas. Dia beralih mencoba kebaya yang satunya. Kebaya itu lebih ketat dan juga lebih tembus pandang di bagian lengannya. Riani tersenyum melihat bayangannya sendiri.
"Ternyata pakai kebaya juga bisa terlihat sexy, ya?" bisik Riani.
Riani suka dengan kebaya itu. Kebaya putih yang sebelumnya lebih longgar dan juga dalam. Riani keluar dari ruang ganti dan tersenyum.