Seorang wanita karir yang cukup ambisius dan juga terkenal tegas. Ia menjabat sebagai ketua direksi di sebuah majalah yang sangat terkenal. Tahun ini Liliana genap berusia 51 tahun, tapi tidak ada terlihat tanda-tanda penuaan di fisiknya.
Liliana terkenal dengan senyumannya yang cantik dan khas. Banyak yang mengira bahwa Liliana masih berusia tiga puluhan dan tak sedikit yang terkejut saat Liliana menyebutkan umurnya.
Kecantikannya cukup meresahkan rekan-rekan Liliana yang mempunyai suami. Mereka semua takut jika Liliana akan menggoda suami mereka. Status Liliana sebagai janda terkadang memang membuatnya berada dalam situasi serba salah. Banyak lelaki yang coba mendapatkan hatinya. Merayu Liliana dengan berbagai cara. Tetapi tak ada satu pun yang berhasil menahlukkan ibu dari satu orang anak itu, kecuali ....
Satu pria yang ia temui sekitar satu tahun lalu.
Liliana memijit keningnya yang terasa pusing setelah menghadapi Riani. Secangkir kopi yang sudah ia teguk sampai habis pun tak lagi membuat tenang. Ia sudah menduga bahwa Riani akan bereaksi seperti itu. Ia sudah menebak bahwa Riani akan menentang keinginannya untuk menikah lagi.
Liliana beralih melihat layar handphone-nya. Sebuah pesan yang masuk membuat kedua sudut bibirnya terangkat pelan.
'Jangan lupa dinner kita nanti malam, jam 21.00 di tempat biasa'
Liliana tersenyum. Seolah pesan itu memberikan semangat untuknya. Ia meregangkan kedua tangannya tinggi-tinggi sebentar, memasang kacamata dan mulai kembali bekerja.
Tapi kemudian gerakan jari Liliana melambat tatkala ingatan tentang lelaki itu memenuhi pikirannya.
Saat pertama kali ia bertemu dengan lelaki itu.
Lelaki yang sudah memberikan warna dalam hidupnya yang suram.
Lelaki yang datang menjadi lentera, menerangi kelamnya hidup yang sudah terlalu lama menaunginya.
Liliana mulai larut dalam lamunan. Pikirannya kembali mengajaknya untuk mengingat saat pertama kali ia bertemu dengan lelaki itu
Satu tahun yang lalu ...
"Ini hari yang sangat melelahkan. Aku ingin seseorang yang bisa diandalkan malam ini," ucap Liliana.
Ia berbicara dengan seseorang di telepon.
"Tenang saja. Kali ini aku akan mengirim seorang pria muda yang sangat luar biasa."
Liliana mendelik. "Pria muda?"
"Iya. Dia seorang mahasiswa yang terbentur biaya untuk melanjutkan hidup dan akhirnya mau diajak untuk bekerja sebagai lelaki bayaran."
Liliana tersenyum. "Kalau begitu dia masih polos?"
"Iya. Kamu akan jadi pelanggan pertamanya."
"Sepertinya menarik. Berapa umurnya?"
"Mungkin sekitar 22 tahun."
"Kalau begitu cepat kirim dia kemari," tukas Liliana mengakhiri pembicaraannya.
Liliana meneguk cangkir yang berisi anggur merah itu. Saat ini ia sedang berada di sebuah kamar hotel yang terletak tak jauh dari kantor. Sudah semingguan ini ia sangat hectic dengan pekerjaan karena kantornya baru saja me-release sebuah majalah baru.
Liliana butuh hiburan.
Ia butuh sentuhan dan kehangatan.
Liliana tidak munafik. Ia tidak menampik bahwa hasrat seksual itu adalah sesuatu yang memang layak didapatkan. Liliana akhirnya berlangganan pada salah satu kenalannya yang menjadi germo bagi para lelaki yang mau menjual diri.
Dan jika membutuhkannya, Liliana hanya perlu memesan dan memilih siapa yang bisa melayaninya.
Handphone yang terletak di atas meja nakas samping tempat tidur bergetar pelan. Liliana menjangkaunya dan melihat layar handphone itu.
'My Angel'
Ia tersenyum dan menjawab panggilan itu.
"Kenapa Mama belum pulang juga?" terdengar suara Riani yang langsung merengek.
"Hari ini mama lembur dan kemungkinan tidak bisa pulang."
"Hmm... Kalau begitu aku akan langsung tidur setelah belajar."
"Iya. Kamu sudah makan malam, kan?"
"Sudah, Ma."
"Jangan lupa pastikan semua pintu dan jendela terkunci. Kompor di dapur juga periksa siapa tau masih menyala," ingat Liliana.
"Okey, Boss."
Panggilan itu berakhir dan Liliana tersenyum. Bersamaan dengan itu terdengar suara ketukan pintu di
depan sana.
Liliana bangun dari ranjang dan segera membukakan pintu.
Krieet.
Daun pintu itu mengalun pelan. Seorang pria muda masuk dengan malu-malu.
Pria muda itu terlihat gugup dan tidak berani menatap mata Liliana.
Liliana tersenyum seraya melipat kedua tangannya.
"Siapa nama kamu?" tanya Liliana.
Pemuda itu mengangkat wajahnya. "Ari. Nama saya Ari."
Liliana mengangguk. "Okey. Sekarang lepas semua pakaian kamu."
Ari membelalak kaget. "L-lepas pakaian saya?"
"Iya. Lepas semuanya...." Liliana mengulangi perintahnya.
.
.
.
Note: Cerita ini bukan sekedar cerita naena.
Cerita ini tetap akan memiliki alur dan konflik yang jelas.