Riani menyuap potongan steak ke mulutnya dengan kikuk. Perlahan dia mendongak menatap sosok Dason yang sedang memotongkan potongan daging untuk sang mama. Lelaki itu menggulung lengan kemeja putihnya. Dia mengambil piring milik Liliana, lalu memotongkan daging itu sambil menatap mesra pada calon istrinya itu. Liliana tentu merasa senang dan tersanjung. Dason memang selalu perhatian dan penuh kasih. Lelaki itu membuatnya merasa seperti ratu. Liliana jelas sangat bahagia. Dason selalu memperlakukannya seperti seorang ratu.
Sementara itu Riani masih memerhatikan Dason lekat-lekat. Entah kenapa gerakan Dason yang sedang memotong daging dengan garpu dan pisau itu terlihat sexy di mata Riani. Apalagi Dason terus saja tersenyum manis pada sang mama. Tatapan Riani pun tertuju pada bagian dada Dason yang terbuka. Bulu-bulu dada lelaki itu terlihat jelas. Riani meneguk ludah. Dia benar-benar oleng dan seperti kehilangan akal sehatnya.
"Sini saya bantu potongkan juga!" Dason beralih pada Riani.
Eh.
Riani melotot dan kemudian menggeleng untuk menoleh. "T-tidak usah."
Dason tersenyum dan tetap menarik piring milik Riani. Calon ayahnya itu mulai memotongkan daging sambil menatap Riani dan dia tersenyum lagi.
Helaan napas Riani terasa sesak melihat tatapan dan senyuman itu. Ada perasaan aneh yang terasa menjalari perasaan Riani. Dia juga tidak mengerti dengan apa yang dia rasakan saat ini. Namun yang jelas ... Riani mulai merasa bahwa sang mama sangat beruntung bisa menemukan lelaki seperti Dason.
"Nah ... sudah selesai." Dason tersenyum dan menyodorkan piring milik Riani kembali.
"M-makasih, Om!" tukas Riani malu-malu.
Dason tersenyum. "Kamu terlihat cantik seperti mamamu!"
Deg.
Riani melotot. Kedua pipinya pun langsung bersemu merah.
"Dia lebih pintar dan lebih cantik daripada aku." Liliana ikut menimpali. "Dia baru saja menyelesaikan pendidikannya dengan nilai yang memuaskan."
Dason menatap takjub. "Benarkah? jadi kamu sudah wisuda?"
Riani mengangguk. "Iya, Om ... aku baru wisuda sekitar sebulan yang lalu."
"Lalu sekarang gimana? apa kamu sudah bekerja? atau kamu punya rencana untuk melanjutkan pendidikan lagi?" Dason bersemangat sambil menyuap potongan daging ke mulutnya.
"Rencananya aku mau cari kerja dulu, Om... kalau untuk menambah gelar belum kepikiran sama sekali," jawab Riani.
"Tak perlu terburu-buru. Kamu boleh beristirahat sejenak. Kamu sudah mengalami banyak kesulitan ketika menyelesaikan study," timpal Liliana.
Riani tersenyum. "Iya, Ma ... tapi rasanya capek juga kelamaan nganggur. Jadi rencananya aku akan mulai coba-coba masukin lamaran."
"Kamu mau nyoba ke mana?" tanya Dason.
"Belum tau, Om."
Tanpa sadar, obrolan antara mereka bertiga pun jadi mencair. Dason rupanya sangat lihai dalam mencairkan suasana. Dia banyak bertanya ini dan itu. Membuat Riani terus berbicara. Sesi makan malam itu pun terasa menyenangkan dan akrab.
"Bagaimana kalau kamu bekerja di perusahaan om saja?" tawar Dason tiba-tiba.
Eh.
Riani tertegun. Liliana pun juga termangu menatap calon suaminya itu.
"Maksud kamu?" tanya Liliana.
"Sebenarnya aku sedang kekurangan personalia di kantor. Sekretarisku mengundurkan diri karena akan menikah," tukas Dason.