"Terima kasih, Om." Riani membungkukkan kepalanya dengan sopan.
Dason yang masih duduk di bangku kemudinya pun tersenyum. "Sampai ketemu lagi."
Riani hanya tersenyum. Dia menatap wajah Dason sejenak, lalu buru-buru memalingkan wajahnya lagi. Gelagat Riani itu pun membuat Dason mengulum senyum. Lelaki itu tiba-tiba saja ikut keluar dan menghampiri Riani.
"A-ada apa, Om?" tanya Riani gugup.
Dason tersenyum. "Kenapa kamu tidak berani menatap saya? apa jangan-jangan kamu takut?"
Riani lekas menggeleng. "Nggak, Om! aku nggak takut kok...."
"Terus kenapa?"
Riani tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Dia hanya menekur dan menggigit bibirnya sendiri. Tampaknya calon papa sambungnya itu lebih agresif dari dugaannya. Apakah itu termasuk upaya Dason untuk mengambil hati calon anak sambungnya?
"Rupanya ada perbedaan mencolok antara kamu dan mama kamu, Riani," ucap Dason.
Riani mendongak. Memberanikan diri menatap Dason. "Maksud, Om?"
Dason menyeringai. Sungguh, Riani jadi lemas melihat senyuman lelaki itu. Dason memiliki daya tarik yang sangat luar biasa dan Riani tidak bisa memungkirinya.
"Mama kamu adalah wanita pemberani dan kamu adalah wanita pemalu. Perbedaan yang sangat mencolok bukan?" Dason berkata sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana.
Riani hanya tersenyum.
Tatapan Dason kemudian beralih ke bangunan di depan sana. "Jadi kamu tinggal di sini?"
"I-iya, Om."
"Tinggal sama siapa?"
"Teman."
"Teman perempuan, kan?" selidik Dason lagi.
Riani terkesiap. Jelas bahwa dia gugup dan Dason pun menyadari hal itu. Apalagi Riani juga tidak bisa menjawab pertanyaannya dengan cepat.
"Maaf ... sepertinya Om terlalu kepo dengan urusan pribadi kamu," pungkas Dason.
Riani hanya tersenyum.
"Kalau begitu om pamit dulu, Riani."
"Sekali lagi terima kasih sudah nganterin aku, Om."
Dason tersenyum. Setelahnya dia memutari mobil, namun sebelum masuk ke dalam mobilnya, Dason kembali bersuara.
"Senang bisa berjumpa dengan kamu dan satu lagi ... malam ini kamu terlihat cantik."
Dason kemudian melambaikan tangan, masuk ke dalam mobil dan segera melaju pergi. Sementara Riani....
Dia tertegun setelah mendengarkan pujian dari Dason. Riani menyentuh dadanya sendiri. Denyut jantungnya kembali berpacu. Mobil Dason sudah menghilang, tapi Riani masih belum tersadar dari lamunannya.
Suara Dason yang memujinya itu masih terngiang-ngiang di telinga.
"Malam ini kamu terlihat cantik."
Riani meneguk ludah. Dia menggelengkan kepala dan menyingkirkan pikiran yang tak jelas itu. "Apa yang aku pikirkan ... dia adalah calon suami mamaku sendiri. Dia akan menjadi ayah sambung kamu, Riani."
Riani bergidik menyadari udara malam yang mulai menusuk tulang. Dia bergegas masuk ke dalam gedung apartement Noufal. Kamar yang ditempati Noufal berada di lantai dua dan Riani hanya perlu menaiki tangga untuk mencapainya.
Riani yang sudah kedinginan buru-buru menekan sandi dan menerobos masuk.
"Huuuh di luar dingin seka--"