06/ Bocah Rese

98 8 0
                                    

Happy Reading!
*
*
*

Setelah di usir dari kelas Pak Yosta Christina langsung cabut. Kebetulan pelajarannya merupakan jam pelajaran terakhir.

Dan disinilah Christina sekarang, di pelataran sebuah mansion yang berdiri kokoh. Tiada henti-nya gadis itu berdecak kagum menatap kemewahan mansion di depannya, mansion yang kini berstatus sebagai rumahnya.

 Tiada henti-nya gadis itu berdecak kagum menatap kemewahan mansion di depannya, mansion yang kini berstatus sebagai rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Tampak depan)

(Tampak belakang)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Tampak belakang)

Namun berbanding terbalik dengan tampilan luarnya, hanya ada kesunyian dan kehampaan yang menyambut gadis itu begitu memasuki rumah.

Christina merupakan seorang anak tunggal dari pernikahan orang-tuanya. Sayangnya begitu menginjak usia 8 tahun kedua orang-taunya memutuskan untuk berpisah. Setahun setelah perceraiannya, Ibu-nya menikah lagi dan membangun keluarga baru. Sedangkan ayah-nya hingga kini masih berstatus sebagai single parent.

Di rumah sebesar ini Christina hanya tinggal berdua dengan ayahnya yang gila kerja itu. Ada maid juga, namun mereka tidak setiap saat berada di rumah utama karena mereka punya bangunan khusus juga di kediaman itu.

Sebetulnya Amber tidak asing lagi dengan keadaan rumah yang sunyi. Di kehidupan sebelumnya Ayahnya adalah seorang master bela diri sedangkan ibu-nya merupakan seorang pakar teknologi. Amber dan kakaknya sudah terbiasa dengan orang-tuanya yang bolak-balik keluar negeri.

Walau begitu Amber tidak menyalahkan atau mengeluh dengan kesibukan orang-tuanya, karena Amber bisa bersenang-senang dari hasil kerja mereka. Disaat banyak anak di luar sana hidup susah, Amber dapat santai membaca buku, membeli barang-barang cantik, les di tempat mahal serta makan makanan lezat.

Tapi ada beberapa hal berbeda antara Amber dan Christina. Walau orang-tua Amber selalu sibuk tetapi keluarga-nya dibanjiri kasih sayang yang nyata. Sedangkan Christina, kedua orang-tuanya sibuk dengan urusan masing-masing sehingga mengacuhkan kehadiran anak mereka.

Saat hendak naik ke kamarnya Christina berpapasan dengan ayahnya. Tumben orang itu ada di rumah. Tapi jika dilihat dari sekretaris yang mengekor dibelakangnya serta setelan yang dia gunakan, sepertinya dia akan pergi lagi. Sekilas mata mereka bertemu. Bahkan tidak ada reaksi di wajahnya melihat muka anak gadisnya yang babak belur.

"Ayah," panggil Christina.

Pria paruh baya itu menghentikan langkahnya, berbalik menghadap Christina.

"Ada apa?" Tanya-nya datar.

"Aku mau uang. Aku masuk ekskul seni lukis di sekolah jadi butuh perlengkapan lukis buat belajar!"

"Berikan ini padanya dan ingatkan kalau saya tidak memberikan uang cuma-cuma untuk melihatnya tumbuh menjadi anak bodoh!" Pria itu memberi credit card pada sekretarisnya sebelum beranjak dari sana.

Christina hanya mendengus. kemudian matanya berbinar menerima credit card itu.

"Makasih om!" Senyum indah terbit diwajahnya.

Sekretaris ayahnya itu balas tersenyum, "Harusnya nona bilang begitu ke tuan, saya pamit non." Pria itu pamit menyusul Ayah Christina.

Tadinya dia juga niat makasih. Tapi bagaimana bisa dia berterimakasih saat mendengar kalimat yang dilontarkan Ayah Christina.

Tidak apa-apa. Berhubung dia Ayah Christina dan bukan Ayah Amber, dia tidak peduli seberapa acuh Ayah-nya itu selama uang jajannya tetap berjalan lancar.

***

Malam ini Christina berada di salah satu department store pada pusat perbelanjaan di daerahnya . Gadis itu sibuk memilah alat lukis yang tertata rapi pada rak kemudian memasukkannya ke keranjang.

"Biar Ciko ambil dulu, ntar Ciko bayar kok!"

"Gak bisa dek, ini harus di beli pake duit baru boleh di ambil."

"Iya Ciko tau, makanya siniin dulu, biar Ciko liatin ke bunda!"

Christina risih. Dia melirik bocah di belakangnya. Dari beberapa menit lalu bocah itu ngeyel mau pensil warna di rak sebelah. Tapi dia merengeknya ke seorang pramuniaga, entah kemana orang-tuanya. Christina jadi kasian ke sang pramuniaga yang sudah keringat dingin.

"Dek, mama-nya kemana? Kalau mau itu, cari mama-nya dulu terus balik lagi ke sini," Tutur Christina.

Bocah dan si karyawan toko menghentikan aksi tarik-menariknya, menoleh ke Christina.

"Nah, bener tuh, dek!" Ucap sang karyawan mengelap keringat di dahi-nya.

Bocah itu memeluk erat pensil gambar tersebut. "Bunda lagi di salon, bakal lama. Ciko ambil dulu ya! Ciko bayar kok, jangan takut!"

'Anak siapa si?'

Sedikit lagi karyawan itu meledak.

"Biar saya aja yang bayar, mas!" Putus Christina.

Christina kasian. Bukan ke bocah, tapi ke karyawannya. Kalo ke bocahnya pengen Christina cekek.

"Wah, beneran? makasih Kak, ntar duitnya Ciko ganti kok!"

Christina hanya mengangguk.

Setelah di rasa cukup, Christina mengambil pensil warna itu lalu memasukkannya ke keranjang. Sang pramuniaga berterima kasih dan berlalu dari sana.

Sesampainya di kasir Christina langsung menyerahkan keranjang belanjaannya. Bocah di sebelahnya terus berbinar menatap keranjang yang berisi pensil warna-nya itu.

"Ciko!"

Yang punya nama menoleh ke asal suara, Christina pun ikut menoleh mengetahui yang di panggil adalah bocah disebelahnya.

Seketika gadis itu membeku. individu di depan sana juga ikut terdiam.

Tebak siapa orang itu?

"Kak Hyu?!" Bocah itu berteriak kegirangan, berlari menghampiri Daran.

Ya, orang itu adalah Daran Hugo Othello.

Tapi.. Kakak? Di novel, bukannya Daran anak tunggal?

Tbc.
____________________________

Hayoo si bocah itu siapanya Daran coba??

Jangan lupa vote dan komen ya, sweetie!!

Thanks❤️💐

Christina's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang