Part 5
Tidak terasa dua minggu berlalu Yibo dan anaknya menghabiskan waktu bersama-sama. Bermain game, pergi ke wahana, memakan eskrim, berbelanja dan masih banyak lagi. Jackson juga mendapat sepatu rodanya. Sedangkan Erik mendapatkan kasih sayang Wang Yibo dan perhatiannya.
Sekarang mereka sedang memakan eskrim di taman. Hari ini hari terakhir Yibo ada di Korea dan malam ini dia akan kembali. Mereka duduk di tepian tempat para anak muda bermain sepatu roda dan skateboard. Yibo dan Erik, sepasang anak dan ayah itu menikmati eskrimnya.
"Ayah akan kembali nanti malam?" Erik menggigit es krimnya.
"Hn. Sebenarnya ayah ingin menambah cuti tapi kasihan sekretaris ayah jika ditinggal lama. Dia juga memiliki keluarga di rumah." Terang Yibo kemudian menggigit es krimnya juga.
"Hn. Kau benar."
Hening sebentar lalu Erik berceloteh, "Akan sangat menyenangkan jika memiliki keluarga lengkap."
Bagai tusukan tajam di dada Yibo. Es krim di tangannya sudah tidak lagi enak menurutnya. Yah, ini salahnya. Dan dia juga tidak bisa apa-apa lagi. Menyesal juga tidak dibutuhkan.
"Maafkan ayah. Ini salah ayah."
"Aku tidak tahu dulu aku sangat penasaran dimana ayah. Aku juga tidak mau menambah pikiran Eomma jadi hanya diam dan menunggu. Sampai dia bercerita aku memiliki ayah dan jangan membenci ayah. Eomma sangat mewantiku untuk tidak membencimu."
Jeda sedikit dia melihat Yibo yang menunduk. Pria yang sudah berumur itu tengah menahan tangisnya terlihat dari warna mata merahnya.
Erik tersenyum, "Awalnya aku membencimu karena saat tahu aku memiliki ayah dan tidak ada. Tapi melihatmu pertama kali justru rasa rindu yang menguap. Jadi yaah.. seperti sekarang. Aku sangat berharap kau bisa bersama Eomma lagi." Erik tersenyum lebar. Dia tidak mau mengingat masa lalu karena dia bukan tipe pendendam. Dia hanya ingin bahagia.
"Maafkan ayah Erik. Kau tahu kesalahan ayah di masa lalu sangat besar dan tidak mungkin ayah bersama Eomma mu. Tapi ketahuilah jika ayah sangat mencintai kalian dari dulu sampai sekarang." Yibo mengusak rambut anaknya.
Erik membalas dengan senyuman lebar. Ayahnya setiap tahun datang ke Korea adalah bukti jika ayahnya memang mencintai mereka dan Erik sangat-sangat percaya dengan Yibo.
Yibo mengernyit ketika pandangannya sedikit mengabur. Es krim di tangannya tidak terlihat jelas. Beberapa kali dia menggelengkan kepala dan mengerjap namun pandangannya kembali samar.
"Apa ini??" Batin Yibo.
"Ayah. Kenapa?"
"Ha?" Yibo menoleh dengan gugup ke arah Erik. "Ah. Es krimnya cair. Sayang sekali." Alibi Yibo. Dan sekarang dia merasa kepalanya pusing.
"Yah.. hidungmu." Erik melunturkan senyumnya.
"Kenapa?" Yibo belum sadar jika sekarang hidungnya keluar darah banyak.
"Ayah. Hidungmu berdarah. Ayah mimisan!" Erik panik.
Sedangkan Yibo terkekeh, dia mengelap dengan dengan lengan. Mimisannya semakin banyak hingga mengotori bajunya. Jackson yang datang ikut menangis.
"Astaga. Kita ke rumah sakit sekarang."
Yibo menarik tangan Erik yang hendak pergi. "Berhenti. Ayah tidak apa-apa. Lihat mimisannya berhenti."
Meskipun begitu Erik tetap cemas. Dia kesal karena ayahnya sangat keras kepala. Dan sekarang bisa-bisanya Yibo terkekeh. Apanya yang lucu? Batin Erik.
"Jangan katakan apapun pada Eommamu."