Part 8
Sebegitu bahagianya kah Erik bersama ayahnya? Daripada dengannya? Apa Erik mulai melupakannya?
Tidak
Erik miliknya dan tidak akan meninggalkannya. Erik selalu mengerti dirinya.
Tapi apakah dia mengerti Erik?
Selama ini dia hanya teguh dengan egonya.
Yizhan
"Hyung, siapkan tiket aku pesawat! Aku akan menyusulnya kesana." Kata Zhan detik itu juga.
Dia khawatir jika anaknya akan lebih memilih dengan ayahnya daripada dengannya. Tapi juga tidak mungkin. Tapi mungkin saja. Itulah pikiran Xiao Zhan.
Sedangkan Hansol tengah berdiri di depan Xiao Zhan dengan tatapan biasa. "Kau tidak bisa ke sana sekarang." Kata Hansol.
"Kenapa?" Zhan tidak terima.
Jangan-jangan Hansol sedang membantu anaknya untuk bertemu dengan Yibo. Apa Hansol juga berkhianat dengannya?
"Kau lupa?" Tanya Hansol, lalu membuka tas kerjanya. "Kau baru saja menanda tangani kontrak kerja dengan Sutradara Ji. Kau besok harus ada jadwal membaca naskah dengan kru. Lalu rapat lanjutan." Lanjut Hansol dengan menodong map merah.
Wajah Xiao Zhan menjadi semakin buruk. perasaan dongkolnya semakin banyak sampai sesak di dada. Kenapa harus terjadi sekarang? Dia pun menarik map itu dan membaca isinya. Itu surat yang ditanda tangani olehnya satu bulan yang lalu karena memang dia tertarik dengan dunia akting.
"Hyung, bisakah kau batalkan dulu jadwalku?"
"Tidak bisa. Kau tidak bisa sembarangan membatalkan jadwal. Apalagi di Korea. Kau baru dalam dunia artis. Ini bisa mencoreng namamu."
"Aku tidak perduli."
"Iya. Aku tahu kau sedang pusing dengan kehidupan asmaramu. Tapi juga jangan mengorbankan apa yang telah kau capai."
Mimik wajah Zhan kacau. Hansol seperti tengah menekannya sekarang. "Kau sengaja?"
Alis Hansol mengerut mendengar ucapan pria manis yang menjadi atasannya itu. "Kau menuduhku?" Tanya Hansol balik. "Jika kau ingin karirmu hancur, silahkan. Tapi aku tidak bisa menjamin kehidupanmu bisa mulus setelah itu. Ingat kau ada Erik dan Jackson yang mengandalkanmu. Bagaimana pun kau tetap ibunya kau yang lebih tahu apa yang terbaik untuk anakmu."
Nasehat Hansol sedikit ada benarnya. Namun ego seorang Xiao Zhan sangatlah besar. Dia tetap ingin berangkat. Jackson juga sudah berhenti menangis. Anak itu tengah tidur di sofa ruang tamu.
"Hyung..." Lirih Zhan putus asa.
"Pikirkan." Hansol meninggalkan Zhan di apartemennya. Dia harus pulang karena istrinya sedang hamil.
Xiao Zhan menatap wajah Jackson dengan lembut. Putra semata wayangnya harus menderita karena kekejaman kedua orang tuanya. Karena Yibo meninggalkannya, meninggalkan bekas luka di hati. Meskipun ada cinta di dalam hatinya tapi egonya membisikkan agar menekan cinta tersebut demi dirinya. Namun anaknya harus kehilangan cinta seorang ayah. Figur seorang yang bisa memimpin keluarga. Seseorang yang mengayomi, menjaga, dan mengajarkan tentang melawan dunia. Hanya Zhan yang memberinya kasih sayang selama ini. Tetap saja kedua anak itu membutuhkan orang tua yang lengkap.
Yizhan
Di sebuah kamar rumah sakit, Wang Yibo berbaring di atas kasur. Matanya tertutup tapi tidak tertidur. Hanya merasa lelah setelah muntah beberapa kali sejak pagi ini.
Kemudian dia terkejut—sedikit bergetar kepalanya. Karena mendengar ponsel di atas nakas berdering nyaring. Dia mengambilnya dengan cepat. Melihat siapa yang menghubunginya siang ini.
"Ya."
Suara di seberang terdengar hanya di telinga Wang Yibo. Setelah beberapa kalimat terucap, Yibo menghela nafasnya lalu memijat kepalanya. Tiba-tiba dia merasa pusing lagi.
"Awasi mereka. Aku tidak mau mereka terluka."
Setelah mengucapkan kalimat itu Yibo memutus sambungan. Dia melihat tangannya yang diinfus. Ada selang oksigen di hidungnya. Juga banyak kabel-kabel alat kesehatan di tubuhnya.
Satu persatu dia copot dengan sangat mudah. Tidak memperdulikan bagaimana darah menetes di tangannya. Dia sudah biasa kabur dari rumah sakit. Jaket tebal panjang hitamnya di sofa pun disambar. Dia berjalan keluar rumah sakit dan memakainya.
Di dalam mobil dia beberapa kali terbatuk. Dia tetap berusaha fokus pada jalanan di depan meski sekarang penglihatannya tidak baik. Seperti orang minus tiga jadi dia mencari kacamatanya dan memakainya. Tujuannya sekarang apartemennya.
Yizhan
Di mansion Wang, pukul tiga sore. Erik dengan Rulan tengah bersiap-siap. Mereka akan mengintai lagi ayah mereka. Rasa penasaran Erik masihlah ada jadi dia akan tetap membuktikan jika dia tahu ayahnya sedang tidak baik-baik saja.
"Kau siap?" Rulan tengah memakai sepatunya.
"Ya."
"Wah mau kemana kalian?" Wang Yichang.
"Kami akan ke pusat perbelanjaan. Aku ingin hang out dengan Rulan." Jawab Erik bangga. Dia sangat terlampau antusias. Tapi Rulan memutar malas wajahnya. Mereka akan ke kantor ayahnya untuk menyelidiki.
"Erik. Jangan lupakan kacamatamu."
"Tentu, Ge." Erik menyiapkan penyamarannya sangat tepat.
Yizhan
Di perusahaan milik ayah mereka, Rulan dan Erik menunggu ayahnya di depan gedung. Mereka bersembunyi sedikit menjumbulkan kepalanya. Rulan di bawah sedangkan Erik diatas.—kepalanya yang terlihat seperti ditumpuk.
"Kau yakin sekarang ayah harusnya ke kantor?" Erik menatap tidak yakin keadaan sekitar.
"Tck. Kau bertanya atau mengajakku tebak-tebakan?" Kesal Rulan. Dia yakin ayahnya itu pulang selalu malam. Jadi dia yakin ayahnya ada di kantor.
Karena mobil ayahnya tidak terlihat dibasemen maka mereka menunggu ayahnya datang. Ok, Erik mulai digigit semut disana. Rulan juga mulai kesemutan karena berjongkok. Erik menumpu tangannya di punggung Rulan. Semakin merengut Rulan.
Yizhan
Wang Yibo menarik ujung bibirnya, dia tahu anaknya sedang ada di balik tembok. Dia baru saja akan masuk area kantor tapi melihat kepala yang tidak asing. Ternyata apa yang di katakan orang terpercayanya benar. Erik ada di China. Dia selama ini mengirim orang untuk mengawasi keadaan rumah Xiao Zhan. Memberi pengawal tanpa harus terlihat.
Bersambung
🤣Aku suka kalo yang overthinking buakn aku aja. Kalian juga harus ikut