Part 2
Erik berlari sambil membawa piala ke depan sang ibu. Senyumnya terus merekah karena rasa bangga pada dirinya sendiri. Selalu meraih prestasi.
"Lihat!" Erik mengacungkan pialanya.
Disana ada Xiao Zhan, Hansol, Rulan dan Eunha. Gadis itu sekarang tumbuh dengan cantiknya. Parasnya ayu membuat siapapun melihatnya akan terpesona.
"Eunha"
"Keren! Ini baru sahabatku."
"Nah ini baru adikku."
"Maaf siapa ya?"
Rulan langsung melunturkan senyum bangganya, wajahnya cemberut jelek mendengar Erik mengejeknya. Kadang-kadang Erik sangat menjengkelkan jika sedang jahil. Apalagi Rulan sering terkena bulan-bulanan Erik.
Pemuda yang lebih tinggi tertawa, "Iya iya iyaaaaa. Kau Hyungku." Semenjak kecil Erik memutuskan jika dia memanggil Rulan dengan sebutan Hyung, atau dalam bahasa Korea adalah kakak laki-laki. Ini digunakan ketika adiknya adalah laki-laki juga.
Dan Rulan sudah terlanjur marah. Dia hanya diam dan enggan menatap Erik.
"Heh. Jangan marah. Kau semakin manis jika marah."
"Maaf anda siapa aku tidak kenal." Rulan menirukan gaya Erik namun malah terlihat lucu membuat semua orang tertawa. Rulan pun tidak dapat menyembunyikan wajah merahnya.
"Aiyoooo. Hyung satuku ini manis ketika tersipu." Erik menarik pipi tambunnya.
"Ish! Singkirkan tanganmu." Rulan menipis tangan Erik. Soalnya sakit pipinya ditarik. Jadi siapa disini yang 'Hyung'?
"Ah kalian aku juga mau menarik pipi Rulan!" Eunha tidak mau kalah. Dia juga sering sekali mengerjai Rulan. Dan suka menguyel-uyel pipinya.
"Iiih! Menyingkir kalian!" Rulan langsung kabur di belakang Xiao Zhan.
"Sudah siang. Ayo pulang. Eomma masakan udang manis dan daging babi." Kata Zhan menengahi anaknya. "Jung Eunha, kau ikutkan?"
"Ya bibi!! Pasti"
"Bagus. Ayo."
Mereka pun langsung menancap gas untuk pulang.
Yizhan
Mereka berada di ruang makan. Mereka menikmati makan bersama. Hansol juga ikut dan tidak bisa diam memuji masakan Xiao Zhan yang sangat enak.
Ketika bercanda Xiao Zhan mendengar ponselnya berdering. Dia melihatnya, itu dari Wang Yibo. Jadi dia mengangkat dan menyerahkan ke anaknya. Seperti inilah caranya menghindari pria yang menjadi masa lalunya. Dia membiarkan anaknya yang mengangkat panggilan dari Yibo dia pikir Yibo merindukan anaknya.
"Ayahmu." Zhan menyodorkan ponselnya.
"Sungguh? Ayah menelfon?"
Zhan mengangguk dengan senyum.
"Asyik." Erik meraih ponselnya dan menjauh dari mereka. Dia ingin berdua dengan ayahnya.
"Jackson-ah!!! Appa menelfon!" Erik memanggil adiknya yang masih berumur 6 tahun. Baru masuk TK.
"Manaaa!?" Jackson berlari menuruni tangga.
"Appa!!" Anak lelaki kecil itu duduk nyaman di pangkuan sang kakak dan berteriak memanggil ayahnya.
"Halo sayang-sayangku."
"Hih geli, yah."
Yibo terkekeh duluan. "Bagaimana kabar kalian?"
"Baik. Ayah bagaimana? Kenapa ayah tidak kesini? Dua bulan lalu ayah berjanji akan kesini." Jackson berbicara.
Mereka menggunakan panggilan video agar lebih terasa kedekatannya. Wang Yibo ingat janjinya pun meringis.