BAB II AWAL KENANGAN

1.1K 39 0
                                    

Semua cerita ini berawal beberapa tahun lalu. Tahun-tahun Nayla dan Ridwan bertemu pada generasi putih abu-abu. Dua-duanya pada awalnya tidak saling mengenal, walaupun tahu mereka sekolah di satu sekolah yang sama. Ridwan saat itu sudah kelas dua dan Nayla kelas satu. Ridwan adalah seorang anak yang biasa, bukan anak yang terkenal di sekolah, bahkan karena biasanya ia terkadang tidak diketahui keberadaannya. Istilahnya dia tidak terdeteksi, tapi tiba-tiba sudah di sekitar. Meskipun begitu sebagai seorang pelajar prestasinya stagnan alias mendatar. Tidak terlalu baik, juga tidak terlalu jelek. Bahkan saking dianggap standar para guru tidak terlalu ambil pusing kepadanya. Dia juga tidak bisa disebut sebagai anak nakal, dan tidak juga bisa disebut sebagai anak baik. Ia juga pernah kena hukuman karena terlambat masuk kelas. Ia juga pernah mendapatkan pujian karena juara lomba. Bukan hal yang terlalu dibesarkan. Paling tidak itulah yang ada pada diri Ridwan. Namun sebenarnya dia menyimpan masalah yang besar. Bullying hampir dia dapatkan tiap hari. Dia memang masih terlihat culun, namun dia sangat peduli dengan keadaan sekitar.

Selain itu pemuda ini juga ikut keorganisasian OSIS dan Pramuka. Dia juga menjadi panitia pada suatu kegiatan. Hari itu Ridwan sedang berada di masjid sekolah. Tempat ini biasanya dibuat santai oleh beberapa anak sekolah, kadang juga sebagai tempat ngumpul bareng bahkan terkadang tempat untuk merapatkan sesuatu walaupun memang di sekolah ini OSIS maupun Pramuka sudah punya ruangan sendiri.

"Kedepan ini nanti kegiatannya apa?" tanya Ridwan.

"Ada juga acara kemah dua hari satu malam pelantikan ambalan baru untuk siswa kelas satu, kamu ikut panitianya kan?" tanya Samsul balik.

"Iya, ikut. Maksudku kegiatan ekskul yang lain," kata Ridwan.

"Ada itu PMR juga merekrut anggota baru, mau ada kegiatan bersama TIM SAR. Untuk yang lain seperti ekskul basket, sepak bola, tae-kwon-do, karate sudah punya acara sendiri," kata Samsul.

"Ah iya, aku sepertinya bentrok antara pramuka dan PMR," ujar Ridwan.

"Kamu sih rakus, hampir semua ekskul diembat," ujar Samsul.

Ridwan nyengir. "Habisnya aku ini nggak ada kegiatan sama sekali kalau di rumah. Ngapain coba?"

"Kamu soalnya anak tunggal sih, nggak punya saudara. Makanya di rumah sepi. Lha emang di rumah nggak ada teman maen?"

"Hampir nggak ada, mereka ya sama aja seperti aku."

"Pantes kamu sering pulang sore-sore. Trus ini nanti kamu mau pilih mana?"

"Entah deh, kayaknya pelantikan ambalan baru aja. PMR sepertinya juga tidak bisa dilewatkan," Ridwan menggaruk-garuk rambutnya. "Ngomong-ngomong anak-anak SKI bagaimana? Ada kegiatan?"

"Ada. Malam Bina Iman dan Taqwa, tapi seminggu setelah pelantikan ambalan baru. Kan yang pramuka ini wajib buat semua kelas satu" ujar Samsul. Dia termasuk anggota SKI. Sekaligus panitia kegiatan tersebut. "Aku jadi panitianya koq."

Ridwan manggut-manggut. "Kayaknya menarik tuh kegiatannya, boleh ikutan? "

"Dengan senang hati," kata Samsul.

Hari sudah menjelang sore ketika Ridwan harus pulang ke rumahnya. Dia tinggal sendirian bersama ibunya yang bekerja sebagai buruh pabrik. Melihat anaknya pulang dengan selamat, sang ibu menampakkan wajah yang senang.

"Le, ngger, sudah makan?" tanya sang ibu.

"Belum bu," jawab Ridwan.

"Makan sana gih, habis ini bantu ibu ya, nak?"

Ridwan ke kamarnya berganti pakaian, setelah itu ke dapur. Dilihatnya sang ibu sedang masak makanan yang sangat banyak. Ia tak tahu ada acara apa.

9 BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang