BAB VI Aku Hanya Ingin Berteman Dengan Kalian Tidak Lebih

531 24 0
                                    

Ridwan pagi-pagi sekali sudah melakukan jogging. Selama beberapa minggu ini dia melatih dirinya sendiri. Ia sudah mantab untuk belajar beladiri. Dan beladiri yang ia pilih adalah Muay Thai. Ia belajar dari tetangganya yaitu Roni. Karena tahu Roni adalah seorang guru Muay Thai, akhirnya Ridwan pun mengutarakan permasalahannya kepada orang ini.

Usia Roni masih tiga puluhan, namun soal beladiri ia jagonya. Dia selalu menceritakan tentang tokoh yang sangat ia sukai yaitu Tonny Jaa. Hampir seluruh gerakan-gerakannya ia tiru dari bintang film action itu. Roni punya tempat latihan sendiri yang tak jauh dari rumah Ridwan.

Awalnya adalah ketika Ridwan mendatangi Roni pada suatu sore setelah pulang sekolah. Wajahnya ada lebam. Ridwan malu pulang sekolah selalu dalam keadaan babak belur. Akhirnya sebelum pulang dia pun menemui Roni. Saat itu Roni sedang memukul-mukul sansak dengan siku dan tinjunya, terkadang ia menendang benda itu. Ketika Ridwan melintas di rumah Roni, dia melihat gerakan-gerakan Roni yang indah. Ia pun takjub. Roni yang merasa diawasi langsung menghentikan gerakannya.

"Lho, Ridwan?" sapanya.

"Hai Mas," jawab Ridwan.

"Masuk masuk!" Roni memberi aba-aba untuk masuk.

Dengan langkah lunglai Ridwan masuk ke halaman rumahnya. Ridwan lalu duduk di sebuah kursi yang terletak di teras. Roni kembali menendang karung pasirnya. Kali ini karung pasir itu hampir saja melayang ke atas karena tendangannya.

"Mas, sejak kapan belajar Muay Thai?" tanya Ridwan.

"Sudah lama Rid," jawab Roni singkat.

"Iya, sejak kapan?"

"Sejak kecil. Kenapa kamu babak belur? Barusan dihajar?"

"Iya."

Roni menghentikan latihannya. Dia lalu menghampiri Ridwan dan duduk di kursi yang ada di teras.

"Ceritakan kepadaku, apa masalahmu!"

Ridwan pun kemudian bercerita tentang kelakuan teman-temannya yang selalu membully dirinya. Hingga terkadang ia tak kuat lagi untuk menahan diri. Tapi ia sangat lemah. Bahkan unuk melawan balik pun ia tak mampu. Ia pun menjuluki dirinya sendiri adalah pengecut.

"Kalau bisa Mas, ajari aku cara berkelahi. Aku tak mungkin belajar Muay Thai secepat itu, tapi dengan aku belajar berkelahi, maka aku akan bisa membalas mereka," kata Ridwan.

Roni mengangguk-angguk. "Baiklah, aku bisa membantu. Tapi aku ingin kau melatih fisikmu dulu. Berlarilah setiap hari, sorenya kita latihan. Aku akan mengajarkanmu cara berkelahi, bukan mengajarimu beladiri Muay Thai. Tapi paling tidak nanti akan ada gerakan-gerakan dari Muay Thai yang akan kau pelajari secara kilat."

"Makasih Mas! Makasih!"

"Eit, tak perlu berterima kasih. Kau ini tetanggaku. Wajar kalau antara tetangga saling membantu. Dan satu hal lagi. Aku yang akan menentukanmu kau sudah siap atau belum menantang mereka."

***

Ibunya Ridwan resah, karena setiap kali ia melihat anaknya selalu pulang dengan baju kotor, kadang juga ada luka lebam-lebam. Bahkan masih teringat beberapa waktu lalu Ridwan terluka perutnya sampai berdarah. Seperti terkena sesuatu benda besi. Itu saat Ridwan dipukul dengan jeruji sepeda oleh Danang karena tidak membelikannya sarapan. Punggung Ridwan pun juga ada luka robek, bahkan sampai-sampai baju seragamnya robek. Saat itu Ridwan didorong hingga jatuh menimpa sepeda-sepeda punggungnya robek terkena pedal sepeda. Ridwan memberitahunya ia terjatuh di tempat parkir.

Ibunya tahu pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Ridwan. Wataknya Ridwan memang seperti itu. Ia tak mau memberitahukan ia kenapa, terutama ketika dia disakiti oleh teman-temannya. Besar harapan ibunya kepada Ridwan agar bisa lulus dari sekolah ini. Berjuang sendiri dengan bekerja di sebuah perusahaan rokok sebagai buruh, adalah satu-satunya yang bisa dilakukan oleh ibunya. Membiayai hidupnya dan seorang anak, tentu saja berat. Tapi beruntunglah Ridwan bukan anak yang bandel, selalu menurut kepadanya. Hanya saja persoalan kali ini lain.

9 BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang