BAB IV Cinta Itu Persahabatan

649 35 0
                                    

Ada yang bilang cinta itu berawal dari persahabatan mungkin itulah yang pantas dan cocok bagi diri Nayla dan Ridwan saat ini. Keduanya tak pernah menganggap cinta, tapi kedekatan mereka bisa dianggap seperti itu. Namun mereka adalah sahabat. Semenjak peristiwa di perkemahan itu, mereka berdua makin akrab. Bahkan sampai bercanda juga melebihi bercandanya seorang teman biasa. Di saat yang bersamaan Ridwan sudah tak lagi membahas tentang masalah Ike. Baginya Ike sudah lewat. Diibaratkan bahwa Ike bagaikan fatamorgana, sedangkan Nayla adalah nyata. Bukan pelangi, melainkan sebuah matahari yang menyinari semuanya.

Namun hari-hari seperti biasa masih berlanjut, sekalipun Ridwan mulai dekat dengan Nayla. Seperti hari di mana buku tulis Ridwan digilir oleh Danang dan anggota gengnya. Dan seperti biasa pula pagi itu Ridwan sudah mempersiapkan sebungkus sarapan nasi pecel seperti yang Danang inginkan tiap hari. Setelah buku tulis Ridwan digilir oleh teman-temannya Danang pun menghampirinya.

"Rid! Sebentar lagi kan akan ada kejuaraan antar kelas," kata Danang.

"Trus?"

"Aku ingin kamu sedikit dukung kami biar kelas kita menang, toh kamu anggota OSIS kan? Pasti juga jadi panitia," kata Danang.

"Wah, aku nggak bisa," kata Ridwan.

"Apa? Coba bilang lagi," kata Danang.

"Aku nggak bisa. Soalnya itukan--" belum sempat Ridwan meneruskan omongannya perutnya sudah ditinju.

"Kalau kamu bilang nggak bisa, awas! Aku bisa lakuin lebih daripada ini," kata Danang.

Ridwan memegangi perutnya. Lalu kepalanya ditempeleng oleh Danang, kemudian yang lainnya pun mengikutinya. Beberapa saat lamanya Ridwan menundukkan kepalanya ke meja. Ia sudah biasa menahan rasa sakit seperti ini. Ibunya pun sudah biasa mendapati dirinya bonyok setiap pulang dari sekolah. Tapi berbuat curang untuk mereka itu hal yang lain. Memang benar sebentar lagi akan ada kejuaraan antar kelas. Seperti basket ataupun sepak bola. Dan biasanya pengurus OSIS yang akan menjadi wasitnya. Dan di sini pengurus OSIS diharapkan untuk netral. Bukan diharapkan sih tapi diwajibkan. Lagi-lagi Ridwan gentar. Tapi untuk yang satu ini ia ingin sekali melawan. Ia tahu konsekuensi kalau sampai ketahuan berbuat curang. Namanya akan jelek di mata orang-orang. Bahkan mungkin dia bisa dipecat dari anggota OSIS.

Ketika jam istirahat. Ridwan menuju ke masjid. Tampak ada Fuad yang sedang berbicara dengan beberapa teman-teman SKI-nya. Ridwan kemudian ke tempat wudhu dan mengambil wudhu. Setelah itu ia melakukan shalat dua raka'at. Setelah itu dia tambah lagi dua raka'at. Dan dia total shalat sampai dua puluh raka'at sampai jam istirahat selesai. Fuad agak heran karena di akhir shalat Ridwan tampak berdo'a sambil menangis. Entah apa yang diinginkan oleh Ridwan.

Ketika jam pelajaran berakhir dan semua murid-murid pulang. Ridwan mampir ke masjid. Fuad ada di sana.

"Belum pulang?" tanya Ridwan.

"Ngurus kegiatan buat besok Sabtu," jawab Fuad.

"Oh iya, ada MABIT," kata Ridwan. "Aku kepengen ikut kalau kamu tidak keberatan."

"Lho, siapa yang nolak? Kami malah seneng," kata Fuad.

"Bukannya itu acara untuk kelas satu saja?" tanya Ridwan.

"Iya, memang. Tapi ini lebih ke anggota baru," kata Fuad. "Ada masalah apa kalau boleh aku tahu?"

"Ah nggak ada apa-apa koq," kata Ridwan.

"Rid, kita udah temenan lama di SMP. Aku tahu orang yang kena masalah dan tidak. Coba ceritakan siapa tahu aku bisa membantu," kata Fuad.

Ridwan tersenyum, "Aku tahu kamu baik orangnya, hanya saja masalah ini aku ingin diriku sendiri yang menyelesaikannya. Tenang aja bukan masalah cinta koq."

9 BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang