BAB VII Aku Lelaki Tangguh

527 32 0
                                    

Ridwan benci dengan mereka semua. Benci. Dia pun akhirnya tak lagi masuk ke sekolah. Kesabarannya sudah mulai habis. Terlebih setelah kemarin ibunya datang ke sekolah dipanggil karena ketidak hadirannya. Bahkan sampai menangis di depan kelas, di hadapan teman-temannya. Ridwan yang mengetahui hal ini berharap teman-temannya bisa berubah. Tapi ternyata tidak. Teman-temannya makin membully dia, sampai-sampai dia disebut sebagai Pangeran Hilang. Dia masuk ke sekolah hanya untuk mengikuti kegiatan keorganisasian. Selebihnya dia alpha. Karena sebelumnya tak pernah alpha hal itu pun membuat guru-guru bertanya-tanya kemana anak ini? Apakah karena kegiatan organisasi? Wali kelasnya Bu Sulis pun menanyakan kepada seluruh kelas, tapi tak ada satupun yang tahu keberadaan Ridwan karena ini sudah seminggu dia tidak masuk kelas.

Seminggu ini Ridwan sedang mengumpulkan keberanian. Keberanian untuk menghadapi bully-an teman-temannya. Dan hari Senin itu pun dia berencana untuk mengakhiri semuanya. Selama dua minggu tidak masuk, Ridwan menghabiskan waktunya di masjid atau sekedar ke gym untuk latihan beladiri yang dia tekuni beberapa waktu ini. Tujuannya cuma satu agar bisa melawan balik Danang dan kawan-kawannya kalau menganggu dia lagi. Hasil latihannya akan diuji hari ini.

Ketika ia muncul, seluruh mata tertuju kepadanya. Terutama Danang.

"Wah, si Pangeran Hilang muncul," ejek Shinta.

Ridwan diam saja. Belum juga lama duduk dia langsung ditempeleng oleh Danang, "Kemana aja kamu, kodok!?"

Ridwan mengaduh, "Beliin aku nasi pecel lagi!"

"Beli aja sendiri!" kata Ridwan.

"Anjing, berani juga kamu. Udah punya nyali? Hah?" Danang melotot kepadanya. Tampak mata Ridwan menatapnya tajam. Kerah bajunya pun dicengkram. "Awas nanti pulang, kuhajar kau!"

Kata-kata seperti itu sudah sering didengar oleh Ridwan. Dia pun menghela nafas. Dia melihat arlojinya. Jam menunjukkan pukul tujuh kurang. Dia lalu membawa ranselnya dan keluar kelas. Rasanya melihat atmosfer kelas ia sudah muak.

"Lho lho lho, keluar lagi Si Pangeran Hilang," kata Shinta mengejek. Dia dan teman-temannya pun tertawa.

BRAK! Tiba-tiba Ridwan menghantam pintu kelas hingga daun pintunya berlubang akibat tinjunya. Darah Ridwan sudah mendidih.

"Kalian bisa hentikan? Apa aku perlu melakukan ini? Baiklah, Danang! Dengarkan baik-baik. Aku menantangmu untuk duel satu lawan satu. Kalau aku menang duel ini, kau jangan menggangguku lagi. Begitu juga kalian. Jangan pernah menghinaku lagi, jangan pernah menyikiti aku lagi," Ridwan menoleh ke arah teman-teman sekelasnya.

Matanya yang tajam menatap mata Danang. Tak seperti sebelumnya kini keadaan kelas hening. Melihat kepalan tangan Ridwan yang menghancurkan pintu kelas itu benar-benar serius. Kali ini Ridwan benar-benar ingin meluapkan segala amarahnya. Dan mereka tak menyangka Ridwan bisa menjebol pintu kelas itu yang memang terbuat dari papan. Ini hasil latihan dia selama ini.

Danang tertawa, "Udah punya nyali rupanya. OK, nanti sore kita ketemu. Mau di mana?"

Ridwan melangkah ke depan Danang. Wajahnya mendekat. Mata mereka beradu. "Nanti sore di lapangan basket. Kau dan aku, satu lawan satu. Jangan pernah kau pakai teman-temanmu untuk mengadapiku atau kau akan dianggap banci!"

"OK, nanti sore! Kalau kau kalah, kau akan jadi budakku selamanya," kata Danang.

Ridwan lalu membalikkan badan dan meninggalkan kelas. Dia memang tak berminat untuk mengikuti pelajaran hari itu. Karena memang tujuanya ke sekolah hanya untuk menyelesaikan urusan yang belum selesai dengan mereka.

9 BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang