BAB XVIII Kenangan Lama

624 24 0
                                    

"Abi ada telepon!" seru Aisyah ketika mendengar ponsel Ridwan berbunyi.

Ridwan saat itu sedang di ruang kerjanya langsung keluar karena tadi ponselnya dibawa oleh Aisyah dan Kamil untuk mainan. Ridwan mengangkat ponselnya. Aisyah dan Kamil bermain yang lain. Dari mantan istrinya, Neishira.

"Assalaamu'alaykum?" sapa Ridwan.

"Wa'alaykumussalam, Mas Ridwan. Maaf, aku baru baca SMS-nya. Aku nggak bisa nganter anak-anak," kata Neishira.

"Lho, Shira. Aku juga sibuk, besok aku harus ketemu klien," kata Ridwan.

"Aku soalnya sekarang ada di luar kota, nggak bisa hari ini langsung pulang," kata Neishira.

"Aduh," Ridwan memijit-mijit kepalanya. Ia tahu pasti tak akan pernah klop kalau urusan masalah anak dengan mantan istrinya itu. Dari mulai mereka bersama sampai berpisah.

"Bagaimana? Jelas aku lebih tidak mungkin. Kalau aku masih di sana mungkin aku bisa saja," ujar Neishira.

"Ya sudah, baiklah," kata Ridwan.

"Maaf ya. Sekali lagi maaf," kata Neishira.

"Iya, nggak apa-apa," kata Ridwan.

"Boleh dong aku bicara ama anak-anak?!"

"Iya. Aisyah?! Kamil?! Ini dari Ummi."

Kedua anaknya langsung berhamburan menyerbu ke arah Ridwan. Ridwan memasang loud speaker karena mereka memang belum bisa memegang ponsel.

"Ummi, Assalaamu'alaykum!" seru Aisyah

"Ummi, Assalaamu'alaykum! Ini Kamil," seru Kamil.

"Wa'alaykumussalam. Bagaimana kabar kalian?"

"Baik ummi," kata Aisyah. "Aisyah sama Kamil besok mau ke tempat wisata. Ummi nggak ikut ya?"

"Maaf ya sayang, ummi nggak bisa. Ummi sedang di luar kota. Besok saja ya lain kali sama abi jalan-jalan."

"Ummi, ummi Kamil bisa gambar kodok!" kata Kamil.

"Masyaa Allah beneran itu?"

"Iya, tapi kodoknya kakinya cuma tiga," kata Aisyah. "Aisyah bisa bikin pesawat terbang, tapi kecil."

Mendengarkan kedua anaknya mengoceh membuat Ridwan sedikit melupakan pekerjaannya yang penuh tekanan. Suara mereka lucu-lucu dan ibu mereka benar-benar meladeni mereka dengan baik. Ah, seandainya istrinya ada di sini, pasti keadaannya tak seberat ini. Tapi perpisahan itu tak pernah disesali oleh Ridwan. Mereka bertemu dengan baik-baik dan berpisah dengan baik-baik.

Setelah berbicara panjang akhirnya Neishira menutup teleponnya. Ridwan tahu bahwa mantan istrinya itu pasti sekarang sangat merindukan kedua buah hatinya. Ridwan pun kembali ke meja kerjanya. Ia kembali membiarkan anak-anak mereka bermain di ruang keluarga, seluruh mainannya berantakan. Tipikal anak-anak. Ridwan langsung mengirim email ke para kliennya untuk membatalkan pertemuan mereka.

Ridwan telah memenuhi janjinya. Ia punya perusahaan sendiri sekarang. Dan sesuai janjinya keuntungan project impiannya dulu itu semuanya untuk mantan istrinya. Ia sepeser pun tak pernah memakan hasilnya. Ridwan mendirikan perusahaan IT yang sekarang masih berkembang, tapi sekali pun begitu ia sudah cukup sukses. Punya rumah sendiri, punya mobil sendiri. Dan kedua buah hatinya mengunjunginya dua kali dalam seminggu. Kadang juga lebih, tergantung Neishira yang memberikan ijin.

Neishira pun sebenarnya menyesali apa yang telah menimpanya. Ia tidak sabar. Sekarang ia hanya bisa melihat Ridwan dari jauh. Ridwan sudah tidak ada di hatinya lagi. Percakapan mereka pun serasa hambar. Sudah tak semenarik dulu lagi. Dan Neishira berharap ada lelaki yang bisa mendekatinya lagi seperti mantan suaminya itu. Tapi sampai sekarang tak pernah ada. Dia pun sekarang hanya pasrah. Bukan masalah dia bisa mendapatkan penghasilan pasif dari Ridwan. Tapi saat-saat kebersamaannya dengan Ridwan sangat dia rindukan, meskipun itu sekarang sudah tidak mungkin lagi.

9 BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang