BAB VIII Maafkan Aku

467 26 0
                                    

"Shinta? Ngapain? Ngelamun melulu," kata Delya.

"Ah, nggak apa-apa," kata Shinta.

Shinta lalu sibuk menulis lagi. Dan kemudian dia duduk termenung lagi. Delya geleng-geleng melihat tingkahnya itu. Jam pelajaran sejarah adalah salah satu jam pelajaran yang paling menjemukan. Salah seorang murid menulis di papan dan semua siswa menyalinnya. Tapi ada yang lain hari itu. Shinta sedikit lebih pendiam. Dan dia melihat Ridwan yang duduk paling depan. Entah kenapa hatinya berdesir sekarang ketika melihat punggungnya. Apakah itu cinta?

"Del?" tanya Shinta sambil terus menatap ke depan.

"Apa?" Delya sibuk menulis.

"Aku sepertinya jatuh cinta ama Ridwan," jawab Shinta.

"HAAH?!" tiba-tiba Delya menjerit. Seluruh murid melihat ke arahnya. Termasuk guru sejarah tentunya. Delya nyengir dan menutup mulutnya. Semuanya lalu ketawa.

"Kamu ini kenapa sih? Norak banget sampe teriak," kata Shinta.

"Serius?"

"Beneran, jantungku berdebar-debar sekarang. Setiap kali melihat dia. Aduuuuh, rasanya kepingin pingsan," bisik Shinta.

"Kamu waras kan? Nggak salah minum obat kan?"

"Apaan sih? Aku masih sadar!"

"Waduh, yang dulu dibenci sekarang dicintai. Emang koq benci ama cinta itu bedanya tipis. Trus?"

"Entahlah. Bingung aku. Selama ini aku jahat kepadanya. Sekarang dia malah mencuri hatiku. Aku trus gimana Del?"

"Parah nih. Paraaah. Kalau udah urusan cinta, emang bikin pusing."

"Dia masih single kan?"

"Ya iyalah. Nggak pernah tahu ada cewek lain yang jalan ama dia."

"Aku mau nembak dia ah."

"Eh buseet, serius Shin?"

"Iya, serius. Aku bener-bener jatuh cinta ama dia."

Shinta lalu senyum-senyum sendiri sambil terus melihat punggung Ridwan. Delya menepok jidatnya. Ia merasa temannya ini baru saja kesambet. Sekarang Shinta benar-benar kena batunya. Dia akhirnya jatuh cinta kepada cowok yang tiap hari ia sakiti. Dan sekarang hatinya seperti es meleleh, lumer.

Jam pelajaran telah selesai. Ridwan sedang berkemas. Dia memang yang paling akhir keluar kelas. Seperti biasa. Tapi hari itu Shinta juga mengakhirkan dirinya. Menunggu Ridwan berkemas. Setelah Ridwan selesai berkemas, dia lalu merapikan meja guru. Mengisi tinta spidol. Lalu membersihkan kelas. Shinta memperhatikan Ridwan. Apakah selama ini Ridwan seperti ini kalau pulang sekolah? Ia tak pernah tahu.

Melihat Shinta masih ada di dalam kelas Ridwan pun bertanya-tanya, "Koq belum pulang?"

"Kamu sering melakukan semua ini?" tanya Shinta.

"Iya, tapi nggak sering. Kadang-kadang aja," jawab Ridwan.

Shinta lalu berdiri dan mengambil sapu. Ia pun membantu Ridwan.

"Eh, ngapain? Nggak usah!" kata Ridwan.

"Aku akan bantu. Aku selama ini sudah salah sama kamu, biarkan aku membantumu," kata Shinta.

Ridwan menghela nafas. "Baiklah, hanya saja apa kamu nggak seharusnya pulang. Nanti dicari lho."

"Dicari siapa?"

"Yah, nggak tahu."

"Aku biasa pulang sendiri koq."

Mereka berdua pun bekerja sama membersihkan kelas. Setelah selesai dan yakin kelas telah bersih kemudian mereka keluar kelas. Tapi lagi-lagi Shinta tetap berjalan di belakang. Rasanya tak henti-hentinya dia melihat punggung Ridwan. Dia pun melamun. Punggung itu makin dekat. Makin dekat kepadanya dan BRUK! Dia menabrak Ridwan.

9 BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang