Day 17 - Day 18

55 10 0
                                    


Day 17

"Bang Ufan!! " teriak salah satu pemuda dengan manik oranye pada kakaknya.

"Napa Aze? " sahut pemuda bermanik sapphire itu.

"Sekarang fyp tok tik ku bukan war takjil tau" ucap pemuda yang bernama Blaze itu.

"Temenan?! Perasaan kemaren baru debat takjil" ujar pemuda yang namanya Taufan itu.

"Ho'oh, Aze juga nggak percaya" timpal Aze.

"Alhamdulillah, jadi nggak ada saingan takjil meneh" ucap Gempa yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

"Bener Bang Gem" sahut Blaze.

"Tapi gantinya baju lebaran kita diambil" celetuk Thorn.

"Akh Shutt, aku lupa!! " teriak Blaze.

"Tenang aja, baju kita semua udah Abang pesenin" sahut Halilintar.

"Beneran Bang?! Sama fusion juga, kan?! " tanya Blaze tidak sabaran.

Halilintar mengangguk dan pergi ke arah taman belakang.

Di taman belakang, terlihat sosok yang Halilintar kenali yang tak lain adalah Supra. Halilintar pun menghampiri Supra dengan perlahan agar tak mengejutkan Supra.

"Ngapain? " tanya Halilintar pada Supra.

"Cuma menikmati udara segar" jawabnya.

"Yakin cuma itu? " Halilintar kini duduk di sebelah Supra.

"Nggak ada yang disembunyiin, kan? " lanjutnya.

Supra menggeleng, "Beneran, suwer" jawab Supra.

"Kenapa gk sama Solar? Ada masalah sama dia? "

"Enggak, cuma Kak Solar lagi mau sendiri dulu, mau nyiptain ramuan lagi mungkin"


Halilintar hanya ber'oh' saja dan berjalan ke sebuah pohon besar yang di sampingnya ada beberapa bunga. Mulai dari bunga yang mudah dicari sampai yang hampir sulit dicari. Semuanya ada di taman belakang rumah itu.

Halilintar pov

"Again? Huh- aku selalu membenci hal seperti ini. Apa apaan orng tua itu? Bahkan di bulan suci seperti ini selalu mencari dosa. Membiarkan anak-anaknya hampir tidak tau arah, ayah macam apa itu? Tidak memberikan apa apa tapi menginginkan apa apa.

Mengapa dulu ibu mereka menerimanya, ya? Bahkan setelah hamil pun harus tetap mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasa. Sedangkan orang tua itu, hanya bersantai dan memerintah.

Aku jadi kasian dengan tiga sulung itu, harus menanggung beban di pundak mereka masing-masing. Apa yang mereka pikirkan tentang kelakuan ayah mereka? Kalau ayah masih disini pasti mereka sudah menjadi bagian dari saudara ku seutuhnya.

Hah- aku merindukan saat kita masih bersama-sama. Saling merangkul, membagi masalah hidup, saling meringankan beban. "

Aku menatap ke arah salah satu bunga yang tertanam di taman itu, bunga matahari yang dulu ibu berikan ke Thorn. Iris mataku seperti ditarik oleh kecerahan bunga itu, bunga besar yang ber kelopak berwarna kuning itu seperti menghipnotis ku.

Pandangan ku tak teralihkan, bahkan Supra yang tak sengaja memperhatikan ku saja merasa terheran. Mengapa aku menatap bunga itu dengan tatapan kosong? Seperti jiwaku berada di alam lain.



Boel Bofu Ramadhan Series {C}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang