CHAPTER 13 : Kehangatan.

11.9K 645 97
                                    

Haruna mendorong pagar besi bercat putih itu agar kembali menutup setelah mobilnya terparkir di pekarangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haruna mendorong pagar besi bercat putih itu agar kembali menutup setelah mobilnya terparkir di pekarangan. Rumah bercat putih gading dengan nuansa kolonial yang khas masih tampak sama seperti yang masih tertinggal di dalam ingatannya. Lalu pada taman bunga yang membentang di sepanjang jalan menuju teras juga masih tetap sama seperti dahulu. Bunga anggrek, anyelir, krisan, dan lili putih rupanya mendominasi di sana. Ambu memang suka berkebun dan itu menular kepada dirinya.

Dahulu ia ingin sekali menanam bunga krisan di rumah papa namun keinginan itu harus ia kubur rapat-rapat sebab sang pemilik rumah tak pernah mengizinkannya. Oma bahkan membentaknya kala itu dan papa hanya diam saja tanpa membela. Lalu ketika Mama Lita ingin menanam bunga mawar merah oma dan papa memberikan sepetak lahan di dekat gazebo yang di bawahnya mengalir sungai buatan yang berisi dengan berbagai jenis ikan.

Suatu hari Haruna pernah bertanya kepada papa kenapa ia tak boleh menanam krisan putih padahal hanya satu pot tetapi Mama Lita diizinkan menanam mawar merah bahkan sampai diberitakan sepetak lahan. Papa hanha dian tidak menjawab namun oma tiba-tiba datang dengan jawaban yang melukainya.

"Mama Lita bagian dari keluarga ini. Sedangkan kamu siapa? Darahmu sudah bercampur dengan kotoran yang lebih hina daripada bangkai, Haruna. Jadi jangan pernah bermimpi untuk mendapat kesetaraan di rumah ini."

Dahulu ia tak mengerti makna kalimat itu, namun ketika ia remaja dan mengetahui ceritanya dari Ayah Hanif Haruna jadi mengerti. Ia paham mengapa ia diperlakukan berbeda dengan adiknya padahal ia juga anak kandung papa. Adiknya disayang oleh semua orang, sedangkan ia dibenci setengah mati termasuk papa.

"Teh Runaaa!" teriakan nyaring dari seorang gadis yang amat familier terdengar di dalam rungu pendengarannya.

Gadis muda dengan setelan kaos oblong berwarna putih dan celana levis pendek selutut datang dengan segaris senyum manis menyambut kedatangannya. "Teteh, Aqia rinduuu!" teriaknya sembari menubruk tubuh tinggi Haruna hingga ia terhuyung ke belakang.

"Teh lama banget nggak main ke sini. Ambu sering nanyain Teh Runa tiap lihat Teteh di tv," katanya setelah pelukan mereka memudar.

Aqia Faradita namanya. Dia satu-satunya anak perempuan di keluarga ini. Selisih sembilan tahun dari Kaivan, Aqia sekarang ini masih menempuh perkuliahan semester akhir di salah satu universitas negeri di Jawa Barat.

"Teteh juga rindu banget sama Aqia dan ambu," balasnya sembari mengacak-acak rambut gadis itu yang bergaya Sci-fi Bob -gabungan antara potongan Bob dan undercut yang kemudian memunculkan kesan cute dan girly dalam satu waktu.

"Ayo masuk Teh, Ambu udah nunggu Teh Runa dari tadi sampai-sampai Ambu masakin nasi liwet ayam bakar buat Teh Runa."

Nasi liwet ayam bakar adalah salah satu makanan khas sunda yang menjadi menu favoritnya. Sejak lima tahun lalu, ketika ia diajak Kaivan untuk berkunjung ke Pangalengan ambu tak pernah absen memasak nasi liwet untuk dirinya. Bahkan beliau selalu membekali sebakul nasi liwet dan ayam bakar utuh ketika ia dan Kaivan pamit pulang ke Jakarta.

Love And Hurts (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang