Tristan
Lexie menolak waktu gue ajak main bareng Kafka. Cewek itu nggak enak karena dia nggak terlalu kenal sama Kafka dan teman-teman kami yang lain. Tapi gue berhasil membujuknya dengan bilang kalau Kafka juga lagi nggak pingin nongkrong ramai-ramai dan hanya mengajak kami berdua saja. Jadilah semalaman gue, Lexie, dan Kafka nongkrong di pool house-nya Kafka.
Awalnya Lexie dan Kafka agak awkward terhadap satu sama lain, tapi lama-lama mereka nyambung juga, kok. Meski tetap saja saat Lexie lagi ke toilet, Kafka memperingati gue untuk nggak macam-macam sama Lexie dengan alasan kasihan. Tapi cowok itu juga nggak bisa bohong kalau dia betah nongkrong sama Lexie.
Gue ngajak Lexie untuk datang ke yacht birthday party-nya Bregas, teman gue dan Kafka dari klub tenis. Anak grade 12 juga. Jadi Lexie mungkin kenal sama dia. Lexie, tentu saja, menolak karena; dia nggak kenal sama Bregas, dia nggak diundang, dia juga nggak kenal sama teman-teman lain yang diundang Bregas karena nggak mungkin cowok itu mengundang anak-anak beasiswa lain, dan alasan terakhir, pestanya jatuh di hari sekolah.
"Orang waras macam mana yang bikin yacht birthday party padahal besok kita harus masuk sekolah jam 7 pagi?!" tanya Lexie.
Gue mendesak Lexie dengan berkata kalau dia nggak butuh undangan karena dia bisa jadi plus one gue, kami nggak perlu berada di pesta itu lama-lama, dan ini bisa jadi kesempatan buat kami untuk nge-judge kelakuan-kelakuan hedon anak Preston bareng-bareng.
"Lo nggak perlu ikutan nge-dance, Lex, karena kayaknya badan lo kaku, ya?" Gue menghindari pukulan sebal Lexie. "Kita bisa nikmatin makanan-makanan dan punch gratis, sambil nge-judge kelakuan-kelakuan mereka. Seru, kan?"
"Tahu dari mana lo kalau gue bakal happy dikasih kesempatan buat nge-judge kelakuan anak Preston?"
"Siapa sih yang nggak suka nge-judge kelakuan anak orang kaya yang sukanya ngehambur-hamburin duit orang tua mereka?"
Lexie memutar bola matanya. "And look who's talking?" Tapi sesinis apa pun reaksinya, akhirnya ia menyerah juga setelah gue nggak berhenti merayu-rayunya.
Di yacht tiga lantai Bregas, sambil melihat si birthday boy yang dari tadi nggak berhenti muntah-muntah karena badannya nggak sanggup mencerna semua alkohol yang ia tenggak, bahkan saat kami belum sampai ke Pulau Macan yang disewa Bregas sebagai destinasi pesta kami selanjutnya, Lexie bersandar di pagar. Memandangi Bregas yang muntah-muntah di ember, dicueki pacarnya yang malah asyik nge-dance sama Kafka. Teman-teman kami yang lain sibuk ketawa-tawa, foto-foto, dan mendentingkan gelas berisi margarita dan mojito.
"Anak-anak Preston, yang bukan anak beasiswa pastinya, udah biasa begini ya?"
"Begini gimana, maksudnya?" Gue melepas cardigan tipis warna biru laut yang gue kalungkan dan memakaikannya ke pundak Lexie supaya ia nggak masuk angin.
"Eh, nggak usah, Tan—" Lexie hendak mengembalikannya, tapi gue membetulkan letak cardigan gue agar terpasang lebih baik di pundaknya. "... thanks."
"Udah biasa begini, tuh begini gimana maksudnya, Lex?" ulang gue.
"Ya, begini. Party di yacht dan nyewa pulau di hari sekolah. Gue nggak tahu ini mitos atau nggak, tapi gue pernah denger ada anak Preston yang nyewa private jet di hari ulang tahunnya, buat nerbangin dia dan teman-temannya ke Miami."
"Gue baru denger juga, Lex, soal itu. Kalau beneran dan kesebar ke media sosial, pasti bisa habis tuh di-judge sama enviromentalist karena emisi karbon pesawat berefek buruk ke pemanasan global. Nanti gue ikutan nge-judge juga deh pakai fake account gue," canda gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Farewell, Neverland! [SEGERA TERBIT]
Teen FictionMeskipun adik-kakak, Tristan dan Athina memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Tristan, dengan sifat childish-nya, senang membuat kekacauan, sementara Athina menjadi satu-satunya figur ibu untuk Tristan setelah Mama meninggalkan mereka waktu kec...