He Loves Me, He Loves Me Not

93 11 6
                                    

Tristan

Lexie dan Kafka memandangi foto yang gue temukan dari brangkas lekat-lekat. Habis kelas World History, gue menarik keduanya ke kafetaria supaya gue bisa menceritakan penemuan gue dengan lebih leluasa.

"Ini beneran nyokap lo kan, Tan? Bukan Tina? Kayak kembar, Nyet! Bedanya Tina kelihatan lebih angelic, nyokap lo lebih.... messy." Kafka menunjuk seragam nyokap yang berantakan dan riasan wajahnya yang mencolok banget untuk anak SMA. "Ada yang paham nggak sama maksud gue?"

"Gue paham, Kaf." Tina nggak mirip sama sekali sama bokap karena ternyata ia adalah jiplakannya nyokap.

"Terus, yang mau lo lakuin setelah dapat foto ini apa?" tanya Lexie.

"Berkat foto ini, gue jadi tahu kalau nyokap alumni Preston. Artinya, gue bisa tahu alamat rumah dia di Jakarta, dari informasi alumni yang ada di website sekolah. Tapi informasi tentang dia di situ cuma ada alamat email jadul dia. Gue udah coba kontak dia dari sana, tapi email gue mantul lagi." Nama alamat email-nya saja masih alay banget, maddythebaddie@yahoo.com. "Jadi gue kepikiran untuk cari informasi soal dia di ruangan administrasi Preston."

"Memang Preston masih nyimpan informasi soal nyokap lo? Dia aja udah lulus.... Berapa tahun yang lalu, tuh?" Kafka mencoba menghitung mundur tahun sekarang ke 21 tahun yang lalu. "Umur bokap lo 38, dikurang umurnya Tina 21, berarti 17 tahun lalu. Dikurang sama tahun sekarang.... berapa tuh jadinya? Hitungin dong, Lex!"

"Bokap dan nyokap lo lulus tahun 2002, Tan," sambung Lexie. "Lo yakin Preston masih nyimpan data mereka?"

"Yakin! Yang lagi gue pikirin sekarang adalah gimana caranya gue bisa dapatin informasi soal nyokap dari staf administrasi Preston. Karena mereka pasti bakal langsung aduin gue ke bokap kalau gue macam-macam di ruangan mereka."

"Memang nggak ada cara lain yang lebih simpel? Kan, lo udah tahu nama panjang nyokap lo, memang lo nggak bisa apa nemuin informasi soal dia dari Facebook?"

"Bener juga lo, Kaf. Kenapa gue nggak coba nyari informasi di media sosial, ya?" balas gue sarkas. "Yaiyalah gue coba cari! Tapi nggak ada. Mungkin dulu bokap pernah bikin dia berjanji untuk nggak memunculkan diri di mana pun, termasuk di media sosial, supaya anak-anaknya nggak bisa nyari dia. Lo tahu kan bokap gue se-petty apa?"

"Terus, rencana lo sekarang apa?"

"Gue kepikiran buat minta tolong sama anak-anak student council, Lex. Mereka kan sering bikin inisiatif buat alumni, kayak ngasih hadiah atau bikin acara buat mereka. Gue yakin nggak susah bagi mereka untuk masuk ke ruangan administrasi dan minta data alumni Preston tahun 2002. Tapi—"

"Tapi lo nggak mungkin dibantuin sama mereka!" sambung Kafka.

"Kenapa nggak mungkin?" tanya Lexie.

"Karena si bego ini habis ngegambar penis di poster-poster EAT MORE GREENS mereka." Kafka memukul belakang kepala gue. "Kemarin lo ngutuk-ngutuk mereka cuma karena masalah sayur, sekarang lo butuh mereka buat nyari ibu lo!"

Gue mengelus-elus belakang kepala gue. "Makanya gue butuh bantuan lo, Lex."

"Memang gue bisa apa?"

"Lo kan deket sama anak-anak student council, gue yakin lo bisa minta tolong sama mereka."

"Lo dapat kesimpulan dari mana gue dekat sama mereka?"

"Karena mostly anak-anak student council itu anak-anak beasiswa."

"Simpel banget ya, Tan, cara berpikir lo? Hanya karena gue dan mereka anak-anak beasiswa, kita otomatis deket, gitu? Lo nggak pernah mikir, kalau bisa aja hal itu bikin kami jadi saling bersaing buat mempertahankan beasiswa kami?"

Farewell, Neverland! [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang