Tristan
"Tristan, kok lo ada di sini?!"
"Hai, Lexie. Lagi ngapain?" Pertanyaan bodoh. Jelas-jelas Lexie lagi duduk di belakang meja kasir sementara adiknya sedang mengambil risol-risol dari dalam etalase penghangat dan menaruhnya di dalam kotak pesanan. Pelanggan Esther Bakery hari ini lebih penuh dari kemarin, mungkin karena lagi akhir pekan. "Sibuk, ya?"
"... lumayan." Lexie menunjuk permukaan mejanya yang penuh sama kalkulator, bon nota, dan mikro ATM. Habis menyelesaikan sebuah pembayaran, Lexie menyisiri bagian depan rambutnya cepat-cepat. Ia menunjuk kursi plastik di dekatnya. "Duduk, Tan."
Gue menarik kursi plastik itu dan duduk di sebelahnya. Melihatnya dengan cekatan mencatat dan menghitung semua pesanan, mengurus pembayaran, dan memastikan agar pesanan yang Axel berikan ke pelanggan dan ojek online nggak salah.
"Masih lama, Lex?"
"Yaiyalah, lo aja baru datang 5 menit yang lalu." Lexie menunggu pelanggan menyelesaikan pembayaran pakai QRIS. "Lo ngapain di sini?"
"Gue pingin ngajak lo main."
"Kan, gue udah bilang kalau weekend, gue pasti sibuk karena toko lagi ramai-ramainya."
"Karena lagi ramai-ramainya, makanya jualan lo pasti lebih cepet habis, kan?" Gue menunjukkan layar ponsel gue yang berisi tampilan tokonya di ojek online. Sudah ada beberapa item yang sold out. "Sini, ada yang bisa gue bantuin, nggak? Lo kelihatan overwhelmed kerja sendirian."
"Nggak usah. Gue nggak kerja sendirian, kok. Ada Axel yang bantuin. Udah, lo duduk aja. Nanti kerjaan gue tambah banyak kalau dibantuin sama lo."
"Nggak akan tambah banyak, lah. Sini, gue bantu." Gue menyamperi Axel yang keluar dari dapur, dua tangannya menenteng plastik merah besar, masing-masing berisi dua kardus kesar. "Sini, Xel, gue bantuin. Gue Tristan. Temannya Lexie."
"Udah tahu. Ci Lexie cerita soal Kak Tristan hampir tiap hari."
"Axel!" tegur Lexie. "Tan, nggak usah. Lo duduk aja."
"Nggak apa-apa."
Gue mengambil dua plastik merah besar dari Axel dan memberikannya ke sopir ojek online. Agar Axel nggak capek bolak-balik menyiapkan pesanan sekaligus mengantarnya ke pelanggan, gue dan cowok itu membagi tugas. Tiap pesanan yang sampai ke Lexie, akan diambil dan disiapkan sama Axel, nah gue yang bagian mengantarkan pesanan-pesanan itu ke pelanggan yang nggak habis-habis dari tadi.
Gue juga sekalian memberikan informasi kalau ada pelanggan baru yang langsung menyelonong masuk ke toko gara-gara nggak tahu kalau sistem pesan di Esther Bakery itu harus mengantri dulu baru bisa pilih-pilih kue dan bayar, soalnya area tokonya kecil banget. Kalau semua pelanggan langsung masuk ke toko, yang ada tokonya meledak. Jadi mau nggak mau mereka harus mengantri.
"Udah, Tan, tinggalin aja. Udah pada nyisa dikit, kok. Bentar lagi juga udah mau tutup toko." Lexie merenggangkan punggungnya di kursi. "Thanks, ya, Tan. Sampai repot-repot ngebantuin gue jualan gini, gue harus bayar lo berapa, nih?"
"Bayaran gue bukan pakai duit, tapi pakai nyali, Lex. Minggu depan di kelas World History, pas kelas lagi sunyi-sunyinya, gue pingin lo nyeletuk, 'Mr. Otto, you looked like a Republican who had never been asked to go to a prom and brought your cousin instead'."
Lexie meng-handle pembayaran pelanggan terakhir. Ia melepas celemeknya, melipatnya asal, dan menggantungkannya di punggung kursi. "Dasar orang gila. Gue kan nggak punya imunitas kayak lo."
"Imunitas apa, tuh?"
"Uang bokap lo."
"Oh." Itu maksudnya. "Yaudah, nanti gue cari bayaran yang lebih pas deh buat lo. Eh, lo udah selesai kerja, kan? Cabut sekarang, deh. Laper, nih. Cari makan, yuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Farewell, Neverland! [SEGERA TERBIT]
Novela JuvenilMeskipun adik-kakak, Tristan dan Athina memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Tristan, dengan sifat childish-nya, senang membuat kekacauan, sementara Athina menjadi satu-satunya figur ibu untuk Tristan setelah Mama meninggalkan mereka waktu kec...