Happy Reading
...
Flash Back OnLea meringis, saat menerima kekalahannya main game. Ini bukan hanya soal kekalahan, Lea lebih takut dengan rencana picik sahabat-sahabatnya, dalam merancang hukuman yang akan ia terima.
"Kita udah sepakat, Lea."
Gia, dan Ratu menghampiri Lea setelah berembuk.
"Hukumannya adalah lo harus ngajak Kak Raden pacaran," ucap Gia penuh semangat.
"Hah!" Lea terkejut bukan main, sahabat-sahabatnya ini ternyata lebih gila dari yang ia pikirkan.
"Ini lo pada becanda doang kan?" Lea memastikan dengan penuh harap.
"Ini serius, Lea."
"Nggak! Gue nggak mau!" Lea menolak dengan keras.
"Ye nggak boleh nolak dong. Kan udah perjanjian itu, apapaun hukumannya harus diterima. Semalam gue dapet hukuman nyanyi di lapangan, juga gue lakuin kok," protes Ratu.
"Ya, tapi lo ngasi hukumannya nggak masuk akal ya. Yang bener aja, masa gue ngajak Kak Raden pacaran? Manusia kutub itu! Lo nggak ingat, udah banyak cewek di sekolah ini yang dia tolak mentah-mentah. Nggak, gue nggak mau!"
"Ya bagus dong, kita cuma pengen liat nyali lo ngajak Kak Raden pacaran. Toh bakal ditolak kan pada akhirnya?" timpal Gia.
"Atau kita rubah aja deh, lo nembak Kak Alfian aja, gimana?" setelah mengatakan itu Ratu, tertawa renyah.
"Yah, itu lagi lebih parah. Kemungkinan besarnya malah bakal diterima kalau sama Kak Alfian, tapi yang bener aja dong gue pacaran sama spek buaya kayak dia, amit-amit." Lea makin tantrum setelah nama Alfian disebutkan.
"Yaudah, pilih mana?" Gia menaik turunkan alisnya.
"Yaudah deh, nembak kak Raden aja."
Ya begitulah, awal mulanya. Lea dan Raden saling berkenalan. Lea menjalani hukuman yang dibuat sahabat-sahabatnya, mengajak Raden berpacaran.
Sialnya untuk Lea, tidak seperti biasanya, Raden justru menerima ajakan pacaran dari Lea. Ini menjadi berita besar di sekolah mereka. Karena selama ini, Raden terkenal dengan sifat dinginnya terhadap wanita-wanita yang mendekatinya.
Tapi kali ini berbeda, Raden justru menerima ajakan Lea untuk berpacaran.
"Kak, kakak masih bisa loh mempertimbangkan jawaban kakak. Aku nggak maksa kakak." Lea tiba-tiba jadi gelagapan setelah mendapat jawaban iya dari Raden.
"Jadi mulai hari ini kita pacaran ya." Jawaban Raden justru membuat Lea semakin takut.
Flash Back Off
Lea mengingat kembali awal mula ia dekat dengan Raden, ternyata sangat konyol kalau diingat-ingat kembali.
Karena selepas mengajak Raden berpacaran waktu itu, Lea sampai menangis berulang kali. Terus-terusan menyalahkan Gia dan Ratu.
Bagaimanapun juga, ini di luar perkiraan mereka. Lea tidak pernah terpikir, kalau Raden akan menerima ajakannya itu. Mengingat, ia dan Raden juga tidak pernah dekat sebelumnya.
"Kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Raden yang baru keluar dari kamar mandi.
"Nggak ada, Mas."
Setelahnya tidak ada lagi respon dari Raden. Lea menunggu Raden sampai selesai berganti baju.
"Mas." Lea mendekat ke arah Raden.
"Hmmmm," jawab Raden seadanya.
"Mas ngerasa lupa sesuatu, nggak?" Raden menggelengkan kepalanya sebagai respon dari pertanyaan Lea. "Beneran?" Lea terdengar semakin pasrah.
"Apa, Lea?" tanya Raden langsung pada intinya.
"Mas kok makin tua, makin ngeselin aja sih." Bibir Lea sudah berkedut. Kalau tidak ia tahan, mungkin wajahnya akan segera basah oleh air mata. Ya, secepat itu mood Lea bisa berubah, padahal tadi dia baru saja senyum-senyum tidak jelas. Sekarang matanya sudah berlinang air mata.
"Aku ulangtahun hari ini, Mas." Lea menundukkan tatapannya, mati-matian ia menahan supaya air matanya tidak turun.
Bukannya merasa bersalah, Raden malah tersenyum geli.
"Mas nggak lupa kok. Mau ngerjain kamu aja." Raden masih tersenyum. Ya beginilah sisi terang dari Raden, dia terkadang suka menjahili Lea, dengan caranya sendiri. Tapi setidaknya sisi Raden yang seperti ini hanya bisa didapatkan Lea.
"Bohong." Lea yang tadi masih bisa menahan air matanya, setelah mendengar jawaban menyebalkan Raden, tidak lagi bisa menahan air matanya. Lea menangis, ia menenggelamkan wajahnya di atas kedua tangannya yang ia lipat di atas pahanya.
"Yaudah kalau nggak percaya. Itu kado kamu, Mas letakkan di lemari. Mas tidur duluan."
Alih-alih membujuk Lea, Raden malah izin tidur terlebih dahulu.
"Yaudah tidur sana, jangan meluk-meluk Lea nanti ya." Lea menghapus air matanya, persis seperti anak-anak yang menangis karena tidak dibolehkan makan permen, menggemaskan.
Lelah menangis, Lea juga pada akhirnya membaringkan tubuhnya di sebelah Raden. Tentu saja dengan posisi saling memunggungi.
Walaupun pada akhirnya, setelah mereka sama-sama tidur nyenyak. Tanpa mereka sadari lagi, mereka tidur saling berpelukan.
...Paginya, hawa-hawa permusuhan masih jelas terlihat dari gerak-gerik Lea.
Sementara Raden, terlihat tidak begitu memperdulikan aksi merajuk istrinya itu. Raden tampak sudah terlatih menghadapi sifat Lea yang satu ini.
"Terimakasih," ucap Lea tiba-tiba, saat keduanya menyantap sarapan.
"Untuk?" pancing Raden.
"Kadonya." Lea sedang dalam mode irit bicara.
"Oh iya sama-sama."
"Gitu doang?" lanjut Lea, sepertinya Lea masih sedikit kesal dengan Raden.
"Ya terus?" Raden mengendikkan bahunya.
"Ya setidaknya minta maaflah. Namanya aja suami, tapi ngucapin selamat ulangtahun sama istrinya aja enggak, mana cara ngasi kadonya ngeselin."
"Yaudah selamat ulang tahun," jawab Raden cepat.
"Udah telat, 3 tahun kita jadi suami istri. 3 tahun itu juga kamu selalu jadi orang terakhir yang ngucapin selamat ulang tahun sama aku ya, Mas. Istri mana coba yang nggak kesel."
"Iya iya, Mas minta maaf ya." Raden mengalah, lebih cepat lebih baik. Daripada permasalahnnya nanti melebar kemana-mana.
"Minta maafnya juga terpaksa kan, karena males berdebat sama aku."
Raden menghela napas, minta maaf masih salah. Apalagi tidak minta maaf.
"Jadi, maunya gimana?"
"Tuh kan, nggak ada inisiatif banget kamu ya, Mas. Malah nanya ke aku."
Raden mengusap wajahnya, jika terus dilanjutkan bisa jadi ini akan menjadi pertengkaran besar.
Raden bangkit dari tempat duduknya.
"Tenangin diri kamu dulu ya. Nanti, pulang kerja kita bicara lagi. Aku berangkat." Raden mengusap puncuk kepala istrinya.
....
Tbc
🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Hingga Senja
RomancePermasalahan rumah tangga Azalea dan Raden sejauh ini hanya seputar komunikasi. Kurangnya komunikasi, dan suaminya yang terlalu pendiam. Akankah mereka bisa bertahan hingga akhir? Yuk ikuti kisahnya