Part 17

104 9 11
                                    

Happy Reading
...

Malam pertama Lea dan Raden kembali tidur di kamar yang sama, diselimuti oleh hawa-hawa kecanggungan.

Semuanya serba canggung.

Di tempat tidurpun Lea dan Raden memilih untuk saling memunggungi. Jangan dikira kalau Lea dan Raden bisa langsung tertidur, tentu saja tidak. Keduanya sama-sama memejamkan mata, dengan kondisi jantung yang berdebar.

Lea bahkan merasa, ini lebih mendebarkan dari malam pertama mereka. Padahal tidak ada yang terjadi, mereka hanya sekadar tidur di ranjang yang sama, tetapi sensasinya bisa lebih dari itu.

"Lea." Raden bergumam pelan.

Lea menimbang-nimbang apakah ia harus menyahuti panggilan Raden itu, atau pura-pura tidur saja.

"Jawab enggak, jawab enggak, jawab..." Begitulah kira-kira isi hati Lea saat ini.

"Kamu udah tidur ya?" lanjut Raden.

"Hmmmm." Lea jadi ikut-ikutan memberikan jawaban Hmmmmm, seperti Raden.

"Kita tidurnya mau saling memunggungi banget nih?" tanya Raden. Lea semakin deg-degan saat merasakan pergerakan Raden, Raden sudah menghadap ke arah punggung Lea.

"Mas maunya gimana, emang?" tanya Lea gugup.

"Mas maunya...." Raden menjeda ucapannya. Setelahnya, Lea bisa merasakan tangan kekar Raden menyentuh pinggangnya dengan lembut, mengarahkan Lea untuk menghadap ke arah Raden.

"Malu." Lea menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Raden terkekeh. "Kita jadi kayak pengantin baru ya, malu-malu gini." Raden merapatkan tubuhnya dengan Lea, tangannya bertengger dengan nyaman di pinggang Lea.

"Mas," rengek Lea.

"Iya sayang," bisik Raden.

"Mas, Lea nggak bisa diginiin." Lea membenamkan wajahnya dalam dekapan Raden, Lea benar-benar salang tingkah.

"Lucu banget sih istri aku ini." Raden mengecup puncuk kepala Lea berulang kali.

"Jadi kita tidurnya gini aja ya, pelukan?" goda Raden. Menyadari hal itu, Lea langsung melepaskan diri dari pelukan Raden. "Mas kok makin jago sih godain Lea, berguru dari mana?" Lea memukul pelan lengan Raden.

"Ini efek dari merindukan kasih sayang dari kamu, Lea." Raden tersenyum menggoda.

"Ih alay banget." Lea bergidik ngeri.

Tawa Raden langsung pecah, Raden seperti menemukan mainan baru, menggoda Lea ternyata bisa semenyenangkan ini.

"Puas banget ketawanya," cibir Lea. "Abisnya kamu gemesin banget, Sayang." Raden menjawil hidung Lea, gemas.

"Iya dong, udah lama banget Mas nggak bisa tertawa sebahagia ini."

Lea tersenyum getir. "Sekali lagi maafin Lea ya, Mas." Rasa bersalah Lea kembali menghinggapi hati dan pikiran Lea.

Raden menggelengkan kepalanya. "Mas nggak bermaksud mengungkit permasalahan itu lagi, Lea. Jadi kamu nggak perlu minta maaf, ya." Raden mengelus-elus rambut Lea.

"Iya Lea tau kok, Mas. Lea cuma pengen minta maaf lagi. Semakin sering minta maaf, Lea semakin lega." Kali ini Lea menunjukkan senyum cerahnya, membuat Raden jadi ikut tersenyum juga.

"Ayo tidur, Lea," titah Raden. Lea menganggukkan kepalanya tanda setuju, ia mengambil posisi ternyamannya dalam dekapan hangat Raden.

"Selamat beristirahat, Mas. Mimpiin Lea ya." Lea memberikan kecupan singkat di pipi Raden.

Hingga SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang