Part 15

113 13 8
                                    

Happy Reading
...

Kunjungan orangtua Raden siang ini, membawa angin segar untuk Raden. Setidaknya Raden bisa melihat senyuman Lea lagi dari jarak yang dekat , walaupun hanya sebentar.

"Raden, Ibu tau istrimu secantik itu, makanya dipandangin terus. Tapi ya, berbekal memandang istrimu belum bisa loh ngebuat nasi yang di piring ini gerak sendiri ke mulut kamu," goda Bu Qonita.

Mendengar itu Lea sampai tersedak. Raden juga jadi salah tingkah, tertangkap basah oleh Ibu sendiri malunya bisa dua kali lipat.

"Bu, jangan gitu. Lea sampe kesedak gini." Raden mengusap-usap punggung istrinya.

"Gitu aja langsung salah tingkah, kayak pengantin baru aja kalian. Malu-malu kucing." Respon Bu Qonita, sambil tertawa renyah.

"Ibu ini ya, suka banget godain anak sama mantu sendiri," timpal Pak Adam.

"Ya abisnya mereka kalau digodain reaksinya lucu, jadi Ibu gemes sendiri." Sisi terang seorang Bu Qonita, walaupun auranya dingin tapi kalau soal menggoda Lea dan Raden, beliau di barisan pertama.

"Maafin Ibu ya, Ibu tadi niatnya mau godain Raden eh malah kamu yang kesedak," sambung Bu Qonita.

"Enggak kok, Bu," jawab Lea kikuk.

"Oh Iya, kalian udah pernah konsultasi lagi belum sama Dokter? Bagaimana baiknya, jarak untuk kehamilan Lea berikutnya," ucap Bu Qonita. Akhirnya topik ini datang juga.

Raden dan Lea beradu pandang. Raden bisa merasakan dari sorot mata Lea, kalau dia tidak nyaman dengan pertanyaan yang dilemparkan Bu Qonita tadi. Sebelum Lea memberikan jawaban, Raden memilih bersuara lebih dulu.
"Kalau waktunya sudah tepat, kami pasti akan konsultasi, Bu," jawab Raden sehati-hati mungkin.

"Iya bagusnya begitu, supaya kalian juga tau perencanaan kedepannya gimana," respon Bu Qonita.

"Atau kalian mau pergi liburan berdua dulu?" tanya Pak Adam, beliau sepertinya menyadari kalau Lea tidak nyaman dengan topik ini.

"Enggak Yah, anak-anak juga belum libur sekolah. Lea sepertinya nggak bisa ngambil cuti," jawab Lea.

"Raden juga lagi banyak kerjaan di Kantor, Yah," tambah Raden.

"Begitu ya, okelah tapi Ayah dan Ibu harap kalian jangan lupa untuk membahagiakan diri sendiri ya." Pak Adam memberikan nasihat.

"Iya Yah," jawab Lea dan Raden bersamaan.

Syukurnya setelah itu Bu Qonita tidak lagi membahas perihal hamil dan semacamnya. Suasana kembali mencair, sesekali Bu Qonita melemparkan candaan yang membuat Raden lagi-lagi bersyukur, bisa melihat senyuman indah istrinya. Senyuman yang sangat ia rindukan akhir-akhir ini.
....

Hubungan Lea dan Raden masih jalan ditempat, tidak ada perubahan yang berarti. Mereka masih pisah kamar, Lea masih sering menghindar.

Lama kelamaan mereka semakin canggung. Tetapi walaupun begitu, Raden masih terus berusaha mencairkan suasana, membuat Lea kembali nyaman.

Pagi ini, berbeda dari biasanya. Sudah hampir jam tujuh pagi, Raden belum keluar kamar. Lea jadi bingung, karena tidak biasanya Raden begini.

"Mas Raden kenapa ya?" Lea bermonolog.

Lea mondar-mandir, menimbang-nimbang apakah ia harus mengetuk pintu kamar Raden, untuk menanyakan kondisi Raden. Atau ia cukup mengabaikannya saja.

"Ketuk enggak, ketuk enggak, ketuk," ucap Lea pelan.

"Ketuk ajalah." Lea mengambil keputusan.

"Mas." Lea mengetuk pintu kamar.

"Mas," panggil Lea kedua kalinya.

Hingga SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang