Happy Reading
....Sejak pagi Lea terus menempeli Raden, karena sejujurnya Lea merasa sangat berat ditinggalkan oleh Raden, apalagi sampai tiga hari.
"Lea, geseran dikit. Aku mau sarapan." Raden mulai merasa jengah.
"Nggak mau, Mas kan masih bisa makan. Aku nyendernya di lengan Mas yang bagian kiri kok."
"Tapi susah geraknya, Lea."
"Nggak mau, Mas. Nanti, tiga hari aku nggak bisa peluk-peluk Mas kayak gini." Lea tidak mau kalah.
"Yaudahlah." Raden mengalah.
"Suapin," rengek Lea.
Raden menghela nafas berulang kali, tidak habis pikir melihat kemanjaan Lea. "Makan sendiri aja." Raden menolak.
"Jahat banget. Mas emang nggak ngerasa berat ya mau ninggalin aku tiga hari. Tiga hari loh Mas, TIGA HARI." Lea menekan intonasi suaranya.
"Tiga hari itu nggak lama, Lea."
"Emang aku doang yang berlebihan ya. Mas nyatanya ngerasa biasa aja." Lea melepaskan tangannya dari lengan Raden, ia menjauhkan dirinya dari Raden.
"Mulai deh." Raden menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tidak disangka, Lea menanggapi pembicaraan mereka tadi dengan serius. Lea berakhir dengan menangis, Lea membenamkan wajahnya di atas meja makan.
"Eh, kamu nangis?" Raden jadi panik.
"Lea," panggil Raden. Lea tidak memberikan respon, hanya terdengar suara isak tangisnya.
"Maksud Mas bukan begitu." Raden mendekati Lea, mengusap punggung Lea lembut.
"Jangan sentuh-sentuh Lea!" ucap Lea dengan suara bergetar.
"Maafin Mas, ya. Mas mengaku salah." Raden menurunkan sedikit egonya, walaupun sejujurnya ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Tapi kalau tidak meminta maaf duluan, permasalahan ini tidak akan berakhir. Mana mungkin Raden bisa meninggalkan Lea dengan kondisi merajuk.
"Mas jahat! Mas nggak pernah bisa ngertiin perasaan aku!" Lea menatap Raden dengan tatapan yang masih berlinang air mata, hidung Lea memerah. Membuat Lea sangat menggemaskan di mata Raden.
"Iya iya, Maafin Mas ya. Jangan ngambek lagi, sebentar lagi Mas udah harus berangkat." Raden mengusap sisa air mata yang masih menempel di wajah Lea dengan ibu jarinya.
Bukannya reda, tangis Lea malah semakin jadi. "Loh kok nangis lagi." Raden kembali merasa panik.
"Tiga hari itu lama, Mas," ucap Lea dengan suara bergetar. Ternyata masih masalah tiga hari, Raden terkekah. Raden lalu merengkuh tubuh mungil Lea ke dalam pelukannya.
"Mas janji nggak akan absen ngabarin kamu selama tiga hari itu, jangan nangis lagi ya." Raden mengusap-usap punggung Lea lembut.
"Janji ya."
"Iya, Sayang."
...Raden sebenarnya meminta Lea untuk menginap di rumah orangtua Lea saja selama tiga hari, supaya Lea tidak kesepian. Tetapi Lea tidak setuju, ia tetap mau di rumah mereka saja. Mau tidak mau Raden harus menyetujuinya, Lea terlalu keras kepala untuk dibantah.
Baru hari kedua, Lea mulai merasakan gejala demam. Lea benar-benar sepayah ini jika berjauhan dengan Raden.
Lea tidak bisa memaksakan dirinya untuk berangkat kerja hari ini. Jadi Lea izin ke sekolah tempatnya mengajar. Saat ini, Kepala Lea benar-benar terasa sangat pusing, badannya lemas. Suhu tubuhnya tidak stabil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hingga Senja
RomancePermasalahan rumah tangga Azalea dan Raden sejauh ini hanya seputar komunikasi. Kurangnya komunikasi, dan suaminya yang terlalu pendiam. Akankah mereka bisa bertahan hingga akhir? Yuk ikuti kisahnya