Lollipop

581 36 2
                                    

"Mas Sean?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mas Sean?"

Sean yang sedang serius mengetik itu menghentikan aktivitasnya dan mendongak. "Ya?"

"Sudah jam makan siang, istirahat dulu aja."

Sean mengangguk mengerti, ia melihat sekitar dan benar saja, banyak meja kantor yang sudah kosong.

Lelaki itu pun membuka tas kantornya hendak mengeluarkan bekal, tetapi ia kembali teringat kejadian tadi pagi hingga membuatnya terus menerus menghela napas lelah. 'Gak ada bekal, ngopi dulu aja kalau gitu.'

Ia mengusap keningnya pelan dan memutuskan untuk menyeduh kopi lalu meminumnya di rooftop kantor.

Dengan membawa secangkir kopi, Sean benar-benar pergi ke rooftop, selain untuk menenangkan pikirannya, ia juga sedang malas berpura-pura baik-baik saja di hadapan orang lain.

Perlahan lelaki itu mengeluarkan sebatang rokok dan terus menatapnya lama. "Udah lama gue gak ngerokok, hhhh ... penat banget," bisik Sean lirih, ia terus menghela napas seraya menatap rokok yang ada di tangannya.

"Sesekali gak papa kali ya kalau ngerokok," gumam Sean meyakinkan dirinya sendiri.

Saat rokoknya sudah berada dalam mulut, tiba-tiba saja ada tangan yang merampas rokok itu dari bibirnya. Sean mendelik tajam dan mengernyit saat ternyata orang itu adalah Kim.

"Daripada ngerokok mending ngemut permen, sama-sama manis, 'kan?" sahut Kim tiba-tiba, gadis itu tersenyum kecil seraya menaruh permen lollipop di tangan Sean.

"Saya gak suka makanan manis."

Kim hanya mengangguk kecil, ia kembali merogoh sakunya dan membuka permen lollipop yang lain. "Kenapa? Saya lihat kamu dari tadi menghela napas, ada masalah?"

"Anda—"

Sean menatap Kim tak habis pikir, gadis itu mengerti arti tatapan Sean dan tertawa kecil membalas ucapan sang lelaki. "Bukan, saya gak ngikutin kamu. Tempat ini memang dari dulu udah jadi tempat istirahat buat saya."

Kim kembali menatap Sean. "Iya, saya memang dikucilkan, hehe. Cuma tempat ini yang bisa bikin pikiran saya tenang."

Hening.

Sean tidak mengatakan apapun lagi, keduanya kini menikmati semilir angin yang berembus meskipun udara cukup panas.

"Syifa lucu," ucap Kim memecah keheningan. "Kamu masih muda, tapi udah jadi ayah yang hebat dan bertanggung jawab. Di usia kamu, saya masih suka main dan seneng-seneng," lanjutnya.

Sean hanya mendengarkan, lelaki itu kini menatap langit yang begitu terik. Sebenarnya ia juga lelah, membuat skripsi, kuliah, mengurus baby twins hingga lupa pada dirinya sendiri.

Namun, bolehkah ia mengeluh? Dibalik rasa lelah itu, ada Bilqis serta kedua anaknya yang selalu membuat ia tersenyum dan bersyukur, tetapi kenapa akhir-akhir ini Sean tidak merasakan hal itu? Kenapa rasa lelah ini semakin membuatnya lemah hingga ia merasa ... muak?

Biggest Regret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang