Bab 2 Lahan Baru

10 8 2
                                    

Siang itu Tian membatu ayahnya di kebun. Dia belajar memilih benih yang bagus untuk di tanam dan ayahnya membersihkan lahan untuk di Tanami sore ini. Sembari memilih benih yang bagus, Tian memperhatikan ibunya yang ikut membersihkan lahan di bawah terik matahari. Tian merasa sedih melihat pengorbanan kedua orang tuanya, dia bertekat akan sukses dan membuat orang tuanya bangga suatu hari nanti.

“Kring.kring.kring.” tiba-tiba seluler Tian berdering dan spontan Tian meraih hp nya segera yang sukses membuyarkan lamunannya. Tian segera menjawab panggilan di hp nya, ternyata panggilan itu dari Imron sahabatnya. “Assalamualaikum Ron, apa kabar?” jawab Tian. “Waalaikumsalam Tian, Alhamdulillah sehat. Sekolahku juga lancar” jawab Imron dari seberang sana. “Bagaimana suasana disana, ayah dan ibumu sehatkan?” Tanya Imron antusias. “Alhamdulillah kami semuanya sehat. Di sini suasanannya sangat nayman Ron, tapi aku belum tahu harus apa disini selain bantu ayah di ladang” ucap Tian. “Santai aja, aku sama Alfi bakalan kesana besok. Kamikan lagi libur, jadi kami ada waktu kesana satu harian. Jangan terlalu di fikirkan Tian, pasti nanti ada jalan keluarnya. Banyak sabar aja” jawab Imron memberi semangat pada sahabatnya. “Terimakasih Ron, kalian selalu ada untukku” ucap Tian. “Itulah gunanya sahabat, kitakan udah seperti saudara” jawab Imron. “Besok pagi kami sudah sampai di sana, jangan lupa ya Tian tetap berfikir positif dan berkarya walau dimanapun. Kami akan siap membantu” tambah Imron. “Siap bos” jawab Tian.

Tian langsung menyimpan selulernya dan menghampiri orang tuanya  yang sudah mulai menanam benih yang di pilahnya. Mereka sangat antusias menanam benih di ladang itu dengan harapan yang baik dan menjanjikan nantinya. Sedikit demi sedikit benih sudah berhasil di tanam mereka bersama, semua benih tertanam dengan baik di lahan itu. Benih yang di tanam berupa jeruk, kelapa dan beberapa pohon durian juga sayuran yang mudah di panen untuk menyambung hidup. Tian sangat antusias dalam menanam, karena ini adalah pengalaman pertamanya bercocok tanam dalam hidupnya. Hari itu memang sangat terik, tapi tidak memudarkan semangat mereka sedikitpun. Mereka tetap semangat menanami benih itu hingga selesai. Semoga benih ini tumbuh dengan subur agar dapat memenuhi kebutuhan mereka kelak. Itulah harapan mereka dalam hati.
*****

“Gila Ron, ternyata suasana lingkungan di sudut kota ini sangat nyaman, pemandangannya sangat menggugah” tutur Alfi pada Imron. “Benar, disini memang sangat menakjubkan. Orang yang datang kemari selalu mengatakan kalau ini adalah surga di sudut kota” jelas Imron. Alfi hanya bisa tersenyum menanggapi penjelasan Imron sambil menikmati pemandangan yang di suguhkan di depan matanya. Baginya ini sangat menakjubkan, sementara Imron masih fokus pada setir mobilnya. Dia melaju dengan normal menelusuri jalan desa itu menuju rumah sahabatnya.

“Rumah Tian masih jauh enggak Ron?” Tanya Alfi tidak sabaran. “Bentar lagi juga sampai, kita udah dekat kok” jawab Imron. “Jangan sampai salah jalan ya Ron” ancam Alfi. “Gak mungkinlah salah, kan aku sudah sering datang kesini dari dulu,” sahut Imron dengan bangga. “Emang kamu pernah tinggal di sini Ron,” Tanya Alfi. “Waktu kecil aku sering datang kesini untuk liburan kerumah nenek dan setelah nenek meninggal aku masih tetap kesini jumpai saudara nenekku sekaligus liburan” jawab Imron. “Oh…” jawab Alfi “Oh nya jangan kepanjangan jugalah Fi, lebay” balas Imron sambil tertawa.

Merekapun tertawa bersahutan.
Setelah beberapa saat, merekapun sampai dirumah Tian. Mereka langsung parkir di depan rumah Tian dekat pohon besar itu. Tian yang masih asyik di kamarnya tidak menyadari kedatangan sahabatnya. Dia masih sibuk dengan hp nya. Kenapa tidak ada satupun dari mereka yang beri kabar, sementara mereka sudah janji akan datang hari ini.

“Assalamualaikum” teriak Alfi dan Imron bersamaan. Tian kaget dengan teriakan itu dan tetap berdiam diri dikamarnya. Seakan dia mengenali suara itu, tapi siapa sepagi ini datang bertamu. Sementara ayah dan ibunya sudah pergi keladang dari tadi. “Tian, sepeda. Ada orang enggak” teriak Alfi. “Gila ini anak orang, sepada bukan sepeda orang sok pintar” jawab Imron kesal. “Sabar bro, jangan emosi. Namanya juga usaha, soalnya yang di panggil enggak nyahut sedikit pun. Mungkin kita salah alamat atau namanya udah ganti mungkin Ron” ucap Alfi seenaknya. “Dasar sok pintar. Sejak kapan orang pindah harus ganti nama, dasar sekuter” jawab Imron. “Becak kali Ron, bisa ngangkut banyak penumpang. Sekuter cuma bisa satu orang” jawab Alfi santai sambil tertawa. “Sekuter itu kamu Fi, sedikit kurang pintar” jawab Imron sambil tertawa puas.

Surga di Sudut Kota Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang