“Pi, laporan untuk bulan lalu sudah Alfi siapkan dan sudah ada di meja kerja papi” ucap Alfi membuka pembicaraan di meja makan keluarganya. “Hmhm” jawab sang Papi sambil menyantap makanannya. “Apa benar, minggu ini Papi sama Mami berangkat lagi ke Jerman?” Tanya Alfi menatap kedua orang tuanya. “Iya nak” jawab sang Mami tersenyum menatap putra semata wayangnya. “Seperti biasa, kalau kita tidak mengontrol saham kita yang disana, nanti akan ada kecurangan dari berbagai pihak. Terakhir menimbulkan keributan dan kerugian. Mami sama Papi gak mau itu terjadi” tambah Maminya menjelaskan. “Nanti kalau kamu sudah mengerti semuanya, kamu juga bakalan melakukan hal yang sama” ucap Papinya. “Hmhm” jawab Alfi menaikkan kedua bahu dan menyantap makanannya.
“Bagaimana kabar sekolah sekarang, apa sudah ada siswa untuk SMP dan SMA nya?” Tanya Papinya. “Alhamdulillah udah Pi. Walaupun masih beberapa kelas saja yang terisi, kan masih baru” jawab Alfi. “Kelola terus pendidikan itu dengan baik, jangan buat siswa dan wali siswa sampai kecewa karena keteledoran kalian” ucap Maminya. “Selalu lakukan evaluasi setiap harinya, agar kalian tahu dimana titik kurang dan lebihnya” tambah Maminya. “Iya Mi, kami selalu melakukan itu” jawab Alfi tersenyum pada kedua orang tuanya. “Kalau ada yang kurang jangan lupa kabari Papi” ucap Papinya mengingatkan. “Siap Pi” jawab Alfi senang.
Makan malam di ruang makan keluarga itupun akhirnya selesai. Semua makanan di santap nikmat dengan sedikit perbincangan ringan sebagai pencair suasananya. Meja makan itupun di tinggalkan satu per satu oleh mereka yang telah menggunakannya sebagai pengisi perut dan menuju kamar masing-masing, sementara Alfi menyempatkan singgah di ruang tamu keluarganya untuk sedikit menghibur diri dengan menonton televisi dan memainkan gawainya. Sesekali dia tertawa membaca pesan di grup karena celotehan semua sahabatnya yang sedang membicarakannya agar cepat menikah dan harus mencarikan jodoh yang pas untuknya. Dia tidak ingin berkecimpung dalam diskusi itu, dia cukup membaca saja agar tidak ketinggalan pembahasan yang ada dalam persahabatan mereka. Sabarlah wahai sahabatku, nanti kalau sudah waktunya pasti aku bakalan nikah gumam Alfi dalam hatinya dan tetap tersenyum menatap gawai mungilnya. Diapun langsung menuju kamarnya untuk beristirahat tanpa lupa mematikan tv yang ruang tamu itu.
*****
“Nak, apa kamu yakin ingin tetap mengajar saja di sekolah tanpa pekerjaan tambahan? Anak kamu sudah mulai besar dan mau masuk sekolah, maka biaya yang kamu butuhkan juga akan semakin besar” tanya ustad Salman pada putri semata wayangnya. “Abi jangan khawatir, aku akan tetap mengajar walau anak ku sudah dewasa nantinya. Itu sudah cita-citaku dari kecil Abi” jawab Salma santun. “Masalah perkebunan nanti aku serahkan pada orang yang di percaya saja, jadi kita tidak perlu repot setiap hari kesana. Cukup terima hasil saja” tambah Salma menjelaskan. “Bagaimana dengan mertuamu, apa mereka setuju?” tanya Abinya kembali. “Mereka setuju Abi, karena ayah mertuaku sudah tidak bisa datang setiap hari keperkebunan. Jadi kami sudah sepakat kalau perkebunan akan di jalankan oleh yg di percaya saja” jawab Salma meyakinkan keraguan Abinya.
“Oh iya Abi, apa masih ada yang kurang untuk perlengkapan disekolah? Terutama yang baru, SMP dan SMA nya. Biar nanti Salma bicarakan dengan yang lain” tanya Salma. “Untuk perlengkapan sekarang sudah cukup memadai nak, kan baru ada beberapa kelas saja” jawab Abinya selaku kepala sekolah dan penanggung jawab semua pendidikan yang mereka dirikan. “Cuma yang perlu di perhatikan cuma tenaga pengajarnya masih kurang untuk di beberapa mata pelajaran” tambah Abinya mengingatkan. “Besok akan Salma bicarakan sama yang lain, mungkin ada tambahan pengajar dari Universitasnya Imron yang sudah pada wisuda, jadi langsung di manfaatkan saja ilmunya biar bermanfaat” jawab Salma tersenyum pada Abinya. “Kalian memang sangat bersemangat untuk sekolah dan kemajuan sudut kota ini nak. Semoga rezeki dan kesehatan kalian tetap baik” ucap Abinya memberi semangat.
“Amin. Semoga saja Abi” jawab Salma. “Kalau begitu Salma pulang dulu ya Abi, takut cucu abi udah pulang main sama teman-temannya. Salma juga belum masak, nanti sekalian Salma antar untuk Abi makan malam ya” ucap Salma mengakhiri diskusinya dengan kepala sekolah sekaligus Abinya. “Iya nak, hati-hati di jalan” jawan kepala sekolah. “Assalamualaikum” ucap Salma. “Waalaikumsalam” jawab sang Abi.
Salmapun meninggalkan sekolah menuju rumah kediamannya yang tidak jauh dari sekolah tersebut. Ini lah tujuan almarhum suaminya membangus sekolah tersebut dekat dengan rumahnya, agar nanti istrinya tidak begitu jauh untuk bekerja dan menjadi ratu di rumahnya. Sesampai dikediamannya ia mendapati kalau anak semata wayangnya belum pulang dan rumahpun masih terkunci rapat. Mungkin dia masih main bersama temannya, fikirnya dalam hati. Salmapun langsung memasuki rumahnya dan langsung membersihkan diri dan segera berkemas dan memasak untuk anaknya nanti. Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat, dalam sekejab saja waktu sudah hampir mau magrib dan anaknya masih belum juga pulang. Salma yang sudah siap menyelesaikan semua pekerjaannya segera mencari anaknya karena sudah hampir magrib. Baru ingin melangkah keluar rumah, sang anak langsung memasuki rumah setengah berlari langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan segera ke mesjid untuk sholat. Salma pun mengurungkan langkahnya dan langsung menuju kamar anaknya mempersiapkan baju untuk Tian sholat ke mesjid sekalian ngaji bersama mbah nya.
Seketika dia teringat akan masa lalunya yang harus mengaji setiap sholat magrib bersama sahabatnya Nurul. Nurul selalu datang terlambat dan mendapat hukuman berdiri oleh ustad Salman sebelum dapat giliran untuk mengaji. “Assalamualaikum ustad” ucap Nurul setengah berlari memasuki mesjid itu. “Waalaikumsalam” jawab ustad Salman dan yang lainnya. Nurul langsung duduk mengambil posisi seperti biasa di sebelahku. “Kamu kenapa terlambat lagi Nurul?” tanya ustad Salman. “A…Anu ustad. Tadi ada…” jawab Nurul terbata-bata. “Ada apa?” tanya sang ustad kembali. “Anu ustad. E…e…” jawab Nurul bingung. “Sudah, kamu berdiri di depan sambil menunggu giliranmu” perintah ustad Salman. Semuanya tersenyum menahan tawa melihat Nurul berdiri di depan yang lainnya. Hanya Nurul yang cemberut dan mengomel tak jelas ketika menjalankan hukumannya. “Baru telat seminggu udah dihukum” gumam Nurul dengan wajah kesal. Dari situlah aku mengenal Nurul yang selalu datang terlambat dan selalu ceplas ceplos kalau bicara. Padahal dia belum tahu kalau Salma adalah anak ustad Salman. Nurul si pembangkang dan baik hati. Nurul memang biasa terlambat karena selalu banyak singgah di jalan untuk beli jajanan untuk di bawa ketempat ngaji dan di bagi dengan temannya yang lain. Sekalian untuk memupuk kesalahan kalau dia selalu telat dan teman yang lain tidak merasa di rugikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Surga di Sudut Kota
Aléatoire"Assalamualaikum" ucap Salma pelan membangunkan Tian yang sedang beristirahat. "Waalaikumsalam" jawab Tian membuka matanya setelah mendengar suara Salma. "Kenapa kamu tidak menatapku" Tanya Tian pelan. "Apakah sebegitu bencinya kamu padaku" tambahny...