cecar

76 6 1
                                    

"Apa cara terbaik untuk melupakan"

Tak ada caranya, cukup pura pura terbiasa

______________________________
Mungkin pada bab ini aku akan sedikit bercerita tentang sosok mba nia pada kalian. Dia satu satunya orang yang menenangkan kekalutan aku dan ibuk setelah papa pergi, "lalu apakah mba nia tidak terluka?" Tentu saja mungkin dialah yang paling banyak lukanya

Saat itu mba nia berusia 16 tahun, kelas 1 SMA. Mba nia yang mengurus semuanya karna ibuk yang baru kehilangan separuhnya tak bisa apa apa selain menangis, tapi ketika jasad papa terbujur dihadapan kami tak kulihat ada air mata diwajah mba nia. Kupikir dia tidak menyayangi papa saat itu. Tapi setelah papa dikuburkan dan rumah menjadi sepi kudengar dia meraung dan berteriak histeris di kamar nya,ingatan tangisannya masih menyayat hatiku hingga hari ini.

"Buk, nia kerja keluar kota ya" ingat sekali 3 tahun yang lalu setelah mendapatkan gelar sarjana nya dia berpamitan pada ibuk, untuk pergi bekerja dan keluar dari kota ini.

Setelah nya kudengar tangisan ibuk yang sama pilunya seperti saat kepergian papa, ibuk enggan melepas mba buat pergi jauh dari kami

Namun akhirnya mba nia tetap pergi, dengan janji akan pulang setiap ada libur kerja.

Tahun pertama, dihari raya idulfitri mba nia tidak pulang. Hanya ada aku,ibuk dan gavi.

Jangan tanya keadaan rumah saat itu, kami seperti tak punya kebahagiaan apapun.

Tahun kedua, akhirnya dia pulang pada hari raya idulfitri namun ketika kembali ketempat kerja nya Gavi juga ikut mereka berdua pergi bekerja ditempat yang sama namun dalam bidang yang berbeda. Gavi mendapatkan pekerjaan nya berdasarkan rekomendasi dari mba nia

Rumah semakin sepi saja, hanya ada aku dan ibuk yang saling menguatkan. Sesekali kami menangis dimeja makan atau didepan TV, kami rindu semua orang.

Tahun ketiga kami merayakan idulfitri dengan suka cita karna mereka kembali, dan hari itu Dimas datang bersama ayah dan ibunya.

Hubungan dengan Dimas terbilang serius karna ibuk dan bundanya sempat merencanakan pertunangan kami, namun yang terjadi seperti yang kalian tau sekarang

Mba nia sosok yang sangat pengertian, dia bisa jadi apapun dan siapapun buatku, karna itu ketika dia pergi bekerja aku sangat kehilangan

"Mba, bisa ga sih kerja yang dekat terus berangkat nya dari rumah aja"

"Mba kerja buat kamu dan masa depanmu"

"Disini juga banyak lowongan pekerjaan dibidangnya mba nia"

"Kamu pernah dengar tentang upaya penyembuhan batin? "

"Jadi mba sengaja pergi demi kesembuhan? "

"Kamu sama ibuk itu separuhnya mba
tapi papa, dia dunia sekaligus inspirasi buat mba. Kalau disini terus mba gaakan pernah bangkit mba takut kamu sama ibuk yang kena imbasnya, setidaknya mba ga dihantui trauma setiap hari"

Itu terakhir kali aku bertanya pada nya tentang alasannya meninggalkan rumah dan pergi jauh untuk bekerja. Beberapa bulan yang lalu sebelum masalah ku dan Dimas dimulai.

Senja Dan warnamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang