Malam itu telah kulihat wajahmu pada pantulan bulan,sebelum menangisi pedihnya kenyataan tentang kepergianmu
_________
Selain pintu pada pelukmu, pintu mana lagi yang harus ku ketuk?
Apakah ada jemari Tuhan yang lain, yang sudi mengelus nanarku. Setiap kala aku menangisimu.
__________________
Bersahut sahutan suara adzan menyapa pendengaran nya, hari ini tidak dulu. Bukannya enggan bersujud pada sang maha Kuasa. Namun, rasanya berat sekali jika harus mengangkat kaki pada langkah selanjutnya.
Sudah gelap, lagi lagi dia pasti membuat ibuk khawatir. Alih alih beranjak pulang tangan nya justru mengelus sayang nisan didepannya.
Menghabiskan waktu berjam-jam disini nyatanya tidak terlalu buruk, disini tidak ada yang bertanya dan Kiana tidak harus berbohong pada siapapun.
"Pa, pulang yuk"
Tak ada jawaban atau sambutan apapun disini, memangnya jawaban apa yang Kiana harapkan dari gundukan tanah?. Kiana tau pasti papa melihatnya sekarang, dia selalu disini.
"Adek sudah besar, tapi rasanya masih ingin bermain masak masakan dengan papa seperti dulu"
Dengan telaten jemari nya menarik setiap rumput yang tumbuh pada rumah baru papa.
"Papa disini ya?, papa sudah liat semuanya kan. Semua yang nana alami sejauh ini, apa itu adil?"
Katakan dia sudah gila sekarang, sebab ia terlebih awal menyadari kegilaannya, ini tengah malam buta dan Kiana berbicara sendiri di kuburan?
Tak ada hentinya untuk bercerita, semuanya telah disampaikan disini. Kiana harap papa sudi memeluk pundaknya malam itu
"Pa, Dimas itu gak sebaik yang kita kira. Dia yang buat adek disini, ditempat papa. Padahal ada banyak harapan besar buat dia, tapi hari ini harapannya sudah dibuang sejauh mungkin.
Pa, sesekali besok atau lusa tolong pulang. Lihat betapa rumah tidak sehangat dulu lagi. Sekarang cuma ada Kiana sama ibuk, mbak Nia itu sibuk kayak papa dulu.
Sesekali tolong pulang buat liat dinding dinding rumah diisi dengan ratusan foto papa, sesekali tolong liat ibuk yang nangis diem diem dikamarnya.
Sesekali peluk kami yang papa tinggalkan tanpa pamit sebelumnya.
Pa, hidup berkecukupan namun kami tetap kekurangan. Tidak ada yang terasa sempurna, tetap saja cintamu yang paling kami butuhkan.
Maaf, adek sudah terlalu jauh. Sudah salah mencari peranmu di sembarang tempat, kemudian berharap padanya. Nyatanya, tidak ada yang bisa menggantikan peranmu.cinta setulus itu tidak dimiliki siapapun didunia ini, selain papa.
Sadar, sudah malam sekali. Entah apa yang ibuk pikirkan dirumah. Dengan tergesa Kiana bangkit dari duduknya, kemudian berlalu setelah sebelumnya berpamitan pada papa.
Cukup gelap, namun jalanan terlihat terang akibat pantulan dari benda benda yang bersinar dilangit. Harus segera sampai rumah pikirnya, bisa bisa ibuk memikirkan sesuatu yang tidak tidak. Bagaimana kalau ibuk mengira dia kenapa napa.
____________
Disisi lain, yang benar saja, dirumah ibuk sudah kelimpungan sejak tadi. Bolak balik keteras rumah untuk memastikan Kiana pulang atau tidak.Ibuk jauh mengenal Kiana lebih dari siapapun, dia tau akhir akhir ini putrinya sedang banyak masalah.
Ibuk takut terjadi sesuatu, ibuk tidak siap kehilangan siapapun lagi sekarang.
Dengan langkah tergesa ibuk kembali kedalam rumah dan menghampiri Gavi yang ternyata belum tidur.
"Gav, kamu belum tidur nak?"
Melihat keberadaan ibuk, Gavi segera menutup laptopnya kemudian bangkit menghampiri ibuk di ambang pintu
"Buk, Gavi masih ngerjain beberapa berkas. Ibuk ada perlu sesuatu? Kenapa ibuk keliatan panik"
"Ini loh, nana belum pulang. Ibuk takut dia kenapa kenapa dijalan. Soalnya tadi cuma pamit ke acara nikahan temen nya"
"Astagfirullah, ini udah jam berapa dan nana belum pulang? "
Mendengarnya ibuk hanya mengangguk, dengan mata berkaca memikirkan keadaan putrinya di luar sana
"Ibuk tenang ya, biar Gavi cari Kiana"
"Hati hati nak"
Meraih kunci motor pada nakas, gavi bergegas keluar untuk mencari keberadaan Kiana. Air mukanya tak terbaca sejak tadi, ibuk tau seberapa khawatir Gavi pada Kiana
Namun baru saja Gavi hendak pergi mencarinya, di teras rumah Gavi melihat dari kejauhan seorang perempuan berjalan mendekat dengan langkah menyeret seperti sedang kesakitan.
Semakin mendekat, dan benar itu Kiana. Tapi ada apa dengan dia pikir Gavi
"Ibuk, Kiana sudah pulang"
Dengan cepat Gavi mendekati Kiana yang sekarang juga menatap kearah nya
"Dari mana aja? "
Tak mendapat jawaban Gavi mengamati kaki Kiana kemudian kembali bertanya sembari menepuk sayang pucuk kepalanya
"Kaki nya kenapa? Terus kenapa nangis"
"Nana jatoh"
Dengan suara bergetarnya Kiana menjawab pertanyaan Gavi walaupun dia tau Gavi bukanlah anak kecil yang akan percaya begitu saja.tapi memang benar adanya luka itu Kiana dapat karna berkali kali tersandung batu dijalan. Namun bukan itu yang dia tangisi.
Dari ambang pintu, ibuk melihat keadaan putrinya lagi lagi mata ibuk dibanjiri dengan air mata. Ibuk mengerti sekarang.
Melihat Gavi yang menuntun langkah Kiana kedalam rumah, ibuk juga ikut masuk setelah mengunci seluruh pintu
"Nana belum mau cerita sama ibuk? "
Jemarinya mengelus sayang pundak Kiana yang sedaritadi tidak mengeluarkan kata apapun.Gavi yang melihat itu mulai merasakan sesuatu yang aneh, Kiana itu ceria dan periang lantas kenapa bisa begini. Gavi curiga semuanya berhubungan dengan Dimas. Namun alih alih bertanya Gavi justru diam dan menunggu Kiana mau membuka mulutnya.
Mengangkat kedua tangannya pada ibuk,dengan lirih Kiana mengatakan sesuatu
"Kiana mau peluk buk, Kiana capek"
.......................
![](https://img.wattpad.com/cover/351696392-288-k355005.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dan warnamu
AcakAku memelukmu erat sekali,namun yang aku dapati hanyalah dekap tanpa hangat. Harum tubuhmu petang itu tercampur dengan aroma gadis lain, mungkin harus membelah isi kepalaku untuk menghapus ingatannya. lihat, semuanya sudah kukemasi hanya tinggal ik...